IHSG Naik 2,3 Persen Sepekan Tembus 6.000, Lima Saham Ini Terbanyak Dibeli Asing
Tercatat dalam periode 12 hingga 16 November 2018, IHSG mengalami penguatan 2,35 persen ditutup di level 6.012
Tercatat dalam periode 12 hingga 16 November 2018, IHSG mengalami penguatan 2,35 persen ditutup di level 6.012
Bareksa.com - Menjalani pekan ketiga Oktober 2018, pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terlihat menggembirakan karena mampu ditutup dengan kenaikan cukup signifikan secara mingguan, meskipun di awal pekan sempat terjadi penurunan cukup dalam.
Tidak hanya sekadar menguat, pergerakan positif IHSG sepanjang pekan kemarin sekaligus berhasil menembus dan ditutup di atas level psikologis 6.000, yang terakhir kali dicapai IHSG sejak 31 Agustus 2018. Tercatat dalam periode 12 hingga 16 November 2018, IHSG mengalami penguatan 2,35 persen dengan ditutup di level 6.012,35.
Secara sektoral, hampir seluruhnya berakhir di zona hijau pada pekan kemarin, kecuali sektor pertanian yang melemah 3,12 persen.
Promo Terbaru di Bareksa
Tiga sektor yang mencatatkan kenaikan tertinggi yaitu industri dasar (5,72 persen), aneka industri (3,75 persen), infrastruktur (3,28 persen).
Di sisi lain, arus masuk investor asing terpantau masih cukup deras kencang menghampiri pasar saham Tanah Air. Asing mencatatkan pembelian bersih (net buy) sepanjang pekan kemarin senilai Rp3,38 triliun.
Namun jika diakumulasikan sejak awal tahun, investor asing masih mencatatkan penjualan bersih (net sell) di pasar saham domestik senilai Rp45,09 triliun.
Saham-saham yang terbanyak diakumulasi investor asing sepekan kemarin :
1. Saham ASII (Rp548,18 miliar)
2. Saham BBCA (Rp413,55 miliar)
3. Saham BBRI (Rp407,4 miliar)
4. Saham TLKM (Rp246,57 miliar)
5. Saham BMRI (Rp227,13 miliar).
Sentimen Positif
Sejumlah sentimen positif mulai dari adanya peristiwa tertentu, fundamental ekonomi, hingga aksi korporasi yang dilakukan sejumlah perusahaan menjadi faktor kombinasi yang membawa IHSG ke zona hijau pada pekan kemarin.
Sentimen pertama, yakni penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Mengutip Reuters, mata uang Garuda terpantau menguat 0,73 persen secara mingguan, dari sebelumnya Rp14.685 per dolar AS pada akhir pekan sebelumnya, menjadi Rp14.578 per dolar AS pada penutupan akhir pekan lalu.
Penguatan rupiah terjadi lantaran mata uang Negeri Paman Sam yang sedang berada pada posisi yang tidak terlalu kuat terhadap berbagai mata uang dunia, setelah Partai Demokrat menang dalam pemilu sela.
Kedua, rebalancing indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI). MSCI kembali mengeluarkan daftar komposisi saham atau rebalancing saham yang menjadi pembentuk perhitungan indeks MSCI pada 14 November 2018. Indeks tersebut mulai berlaku efektif per 3 Desember 2018 mendatang.
Ketiga, kenaikan suku bungan acuan. Kamis, 15 November 2018, Bank Indonesia (BI) secara mengejutkan mengerek suku bunga acuan 25 bps (0,25 persen) ke level 6 persen. Keputusan tersebut cukup mengejutkan lantaran konsensus Indonesia memperkirakan BI akan menahan suku bunga acuan di level 5,75 persen.
Dengan dinaikannya suku bunga acuan, maka imbal hasil investasi pendapatan tetap di tanah air menjadi semakin kompetitif sehingga diharapkan bisa menarik aliran dana investor asing. Pada akhirnya, defisit di pos transaksi berjalan akan bisa diimbangi oleh surplus di pos transaksi modal dan finansial.
Keempat, paket ekonomi jilid 16. Jumat, 16 November 2018 di Istana Negara, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution bersama Gubernur BI Perry Warjiyo, Wakil Ketua OJK Nurhaida, dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto meluncurkan paket kebijakan ekonomi jilid 16 yang diarahkan untuk mengatasi defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang terus membengkak.
Selain itu, yang membuat IHSG rally pada pekan kemarin adalah sejumlah aksi korporasi yang dilakukan oleh beberapa emiten, antara lain PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR) yang mengumumkan membeli 80,6 persen saham PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) senilai US$917 juta.
Kemudian, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) yang melakukan Kerja Sama Operasi (KSO) dengan Sriwijaya Air. Lalu terakhir, rencana pembentukan holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor Infrastruktur dan Perumahan. Di mana realisasi pembentukan holding tersebut akan dilakukan paling lama pada April atau Mei 2019.
Sentimen Negatif
Di samping banyaknya sejumlah sentimen positif yang muncul pada pekan lalu, sebenarnya ada juga sentimen negatif yang menghampiri pasar keuangan Indonesia, yakni pengumuman neraca perdagangan periode Oktober 2018.
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis laporan defisit pada neraca dagang pada Oktober 2018, yang melampaui perkiraan konsensus analis. Peningkatan impor minyak dan gas, yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekspor menjadikan defisit neraca dagang Indonesia semakin melebar.
BPS melaporkan defisit neraca dagang pada Oktober 2018 mencapai US$1,82 miliar, turun jauh dibandinngkan posisi September 2018 yang masih surplus US$314 juta.
Sebelumnya, konsensus analis memperkirakan neraca perdagangan Oktober 2018 defisit tipis di US$170 juta.
Analisis Teknikal IHSG
Sumber: Bareksa
Menurut analisis Bareksa, secara teknikal pergerakan IHSG selama sepekan kemarin cenderung bergerak sangat positif, meskipun di awal pekan perdagangan IHSG sempat turun cukup dalam, namun akhirnya mampu membalikkan keadaan dengan empat hari kenaikan beruntun.
Pergerakan IHSG saat ini sedang berada dalam rentang baru pasca berhasil menembus angka psikologis di level 6.000.
Indikator relative strength index (RSI) IHSG terpantau bergeraknaik, mengindikasikan IHSG tengah mengalami momentum kenaikannya yang cukup kuat dengan target terdekat berada di level 6.116.
(AM)
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.