Ekonomi Emerging Market Berisiko Terguncang, Ini Saran IMF
Bank Indonesia menilai struktur utang luar negeri Indonesia masih sehat
Bank Indonesia menilai struktur utang luar negeri Indonesia masih sehat
Bareksa.com – International Monetary Fund (IMF) memperingatkan kemungkinan pelemahan ekonomi dunia yang lebih dalam dari perkiraan. Penyebabnya, tingkat utang global saat ini telah mencapai puncak dan semakin berisiko. Dampaknya, ekonomi negara emerging market seperti Indonesia bisa terguncang lebih parah.
Kepala Departemen Moneter dan Pasar Modal IMF, Tobias Adrian dalam Global Financial Stability Report mengatakan, tingkat utang pemerintah maupun korporasi yang terus meningkat secara global membuat sistem keuangan dan perekonomian semakin rentan.
"Di Amerika Serikat, rasio utang perusahaan terhadap PDB berada pada tingkat rekor tertinggi. Di beberapa negara Eropa, bank kelebihan beban dengan obligasi pemerintah. Di China, profitabilitas bank menurun, dan tingkat modal tetap rendah pada pemberi pinjaman kecil dan menengah," terang Adrian dalam laporannya Global Financial Stability Report, yang dikutip Minggu (14 April 2019).
Promo Terbaru di Bareksa
Kebijakan Bank Sentral
Kerentanan sistem keuangan dan perekonomian menurutnya, tengah berkembang baik pada negara maju maupun negara berkembang. Jika kondisi rentan ini terus berlanjut, Adrian memperingatkan bahwa ini akan menambah dampak dari perlambatan ekonomi global dan memperparahnya di tahun-tahun ke depan.
Di tengah pelemahan ekonomi dunia, bank-bank sentral memang disarankan untuk bersabar alias lebih longgar dalam menentukan kebijakan moneter. Namun, di sisi lain, kebijakan ekonomi yang longgar berisiko meningkatkan kerentanan perekonomian dan memicu perlambatan ekonomi yang lebih tajam.
Dalam jangka pendek, Adrian mengatakan risiko terhadap stabilitas keuangan masih rendah menurut standar historis, meski tetap lebih tinggi dari kondisi Oktober 2018 lalu. "Dengan campuran kebijakan yang tepat, negara-negara dapat mempertahankan pertumbuhan sambil menjaga kerentanan tetap terkendali," katanya.
Dalam teorinya, pelonggaran kebijakan yang bisa dilakukan oleh bank sentral termasuk menahan suku bunga acuan tetap rendah. Atau, justru menurunkan suku bunga acuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Emerging Market
Kerentanan sistem keuangan menjadi isu penting bagi IMF. Pasalnya, negara dengan sistem keuangan yang rentan bisa mengalami dampak yang lebih parah dari guncangan ekonomi, misalnya perlambatan ekonomi yang lebih tajam dari yang diantisipasi, perubahan kebijakan moneter yang tidak terduga, atau eskalasi ketegangan perdagangan. Kerentanan yang lebih tinggi menimbulkan risiko stabilitas keuangan yang lebih besar.
Secara spesifik, IMF menggarisbawahi kondisi kerentanan yang dialami oleh emerging markets. Menurut Adrian, semakin banyak investasi portofolio di emerging markets yang dijalankan oleh para manajer investasi semata untuk mencapai imbal hasil seperti indeks-indeks populer.
Nilai investasi fixed income yang bersifat benchmark driven di emerging markets telah naik empat kali lipat dalam sepuluh tahun terakhir menjadi US$800 miliar. "Ini membuat mereka lebih rentan terhadap pembalikan tiba-tiba aliran modal dalam menanggapi tren global," ujar Adrian.
Secara global, jumlah obligasi dengan peringkat rendah, seperti peringkat BBB, juga naik empat kali lipat selama dekade terakhir. Jumlah utang yang lebih berisiko, atau utang dengan peringkat Non Investment Grade juga berlipat ganda, catat IMF.
Oleh karena itu, Adrian menyarankan agar negara emerging markets yang menghadapi arus modal yang fluktuatif untuk membatasi ketergantungan pada utang luar negeri jangka pendek dan memastikan cadangan mata uang asing dan buffer fiskal yang memadai.
Bank Indonesia mencatat utang luar negeri Indonesia pada akhir Februari 2019 sebesar US$388,7 miliar, naik US$4,8 miliar dibandingkan dengan posisi setahun sebelumnya karena netto transaksi penarikan utang luar negeri. Utang luar negeri Indonesia itu terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar US$193,8 miliar, serta utang swasta termasuk BUMN sebesar US$194,9 miliar.
Meski nilai utang meningkat, BI menilai struktur utang Indonesia masih sehat. Kondisi tersebut tercermin antara lain dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tercatat 36,9 persen pada akhir Februari 2019, relatif tidak banyak berubah dari bulan sebelumnya dan masih berada di kisaran rata-rata negara peers. Selain itu berdasarkan jangka waktunya, struktur ULN Indonesia pada akhir Februari 2019 tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang yang memiliki pangsa 86,3 persen dari total ULN.
Indonesia hingga saat ini masih terbilang kuat dengan peringkat layak investasi (investment grade) dari tiga lembaga rating international, yakni Moody's, Standard and Poor's, serta Fitch Ratings.
(KA02/hm)
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,65 | 0,56% | 4,26% | 7,54% | 8,69% | 19,21% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.093,4 | 0,43% | 4,43% | 6,99% | 7,44% | 2,54% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,4 | 0,60% | 3,98% | 7,06% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,45 | 0,53% | 3,89% | 6,66% | 7,38% | 17,02% | 40,39% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.270,42 | 0,81% | 3,88% | 6,54% | 7,20% | 20,19% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.