BeritaArrow iconBerita Ekonomi TerkiniArrow iconArtikel

Waspadai Depresiasi Rupiah dan Naiknya Yield Obligasi

Bareksa22 Juni 2018
Tags:
Waspadai Depresiasi Rupiah dan Naiknya Yield Obligasi
Petugas menghitung uang dolar AS di Kantor Cabang BNI Melawai, Jakarta, Selasa (15/9). Nilai tukar rupiah terpuruk terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menjelang Federal Open Market Committee (FOMC), Selasa (15/9) menyentuh level Rp 14.408 per dolar AS atau melemah 0,52 persen dibandingkan hari sebelumnya Rp 14.333 per dolar AS. ANTARA FOTO/Yudhi M

Pelemahan rupiah juga diperparah dengan arus modal asing yang keluar dari pasar saham domestik

Bareksa.com - Nilai tukar rupiah terus terdepresiasi terhadap dolar Amerika Serikat seiring dengan sentimen ekspektasi ekonomi di Negara Adidaya tersebut semakin menguat. Pada saat yang sama, pasar obligasi Indonesia pun semakin melemah yang tercermin dari kenaikan imbal hasil (yield).

Kurs rupiah terhadap dolar AS (USDIDR) melemah hingga mencapai Rp14.112 per dolar AS pada pagi ini (22 Juni 2018). Sementara itu, yield obligasi pemerintah bertenor 10 tahun yang menjadi acuan kini berada di level 7,4 persen.

Pelemahan rupiah juga diperparah dengan arus modal asing yang keluar dari pasar saham domestik. Dalam dua hari perdagangan di pekan ini (hingga 21 Juni 2018), arus keluar modal asing sudah mencapai Rp2,9 triliun dari Bursa Efek Indonesia.

Promo Terbaru di Bareksa

Kurs Rupiah terhadap Dolar AS (USDIDR) dan Yield Obligasi Pemerintah 10 Tahun

Illustration

Sentimen eksternal menjadi pemicu utama pelemahan mata uang Garuda tesebut. Keputusan akan kenaikan suku bunga The Fed minggu lalu membuat khawatiran pelaku pasar. Ditambah lagi, pernyataan dari pejabat bank sentral AS tersebut bernada hawkish, yang menyatakan akan ada kenaikan sebanyak dua kali lagi sampai akhir tahun 2018.

Pejabat The Fed juga menyatakan bahwa ekonomi Amerika Serikat sudah cukup kuat. Hal ini terlihat dari tingkat pengangguran di sana yang sudah turun ke level terendah sejak April 2000 ke level 3,8 persen dan tingkat inflasi AS yang sudah berada di atas target Fed, yaitu ke level 2,8 persen.

Data pekerja selain petani atau Non Farm Payroll (NFP) juga terus mengalami peningkatan hingga mencapai 223.000 pekerja pada bulan Mei 2018.

Pada saat yang sama, kembali memanasnya tensi perang dagang antara Amerika Serikat dan China juga semakin menambah katalis negatif bagi pasar dalam negeri.

Sementara itu, untuk menyikapi pelemahan kurs rupiah dan arus keluar modal asing serta kenaikan yield obligasi Indonesia, Bank Indonesia, selaku otoritas moneter, akan menyelenggarakan Rapat dewan Gubernur (RDG) pada 28 Juni 2018 (minggu depan). Hal ini diperkirakan akan menjadi perhatian pelaku pasar terkait dengan keputusan BI terhadap suku bunga 7 day repo rate.

Jika Bank Indonesia menaikkan kembali BI 7DRR pada rapat tersebut, hal itu diharapkan akan menjadi katalis positif bagi kurs rupiah. Akan tetapi, jika suku bunga acuan tumbuh terlalu tinggi, dikhawatirkan akan menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi ke depan.

Pada dasarnya, Bank Indonesia sudah mengambil tindakan untuk menyikapi pergerakan nilai tukar rupiah dengan melepas cadangan devisa. Hal itu tercermin dari jumlah cadangan devisa pada akhir Mei 2018 yang tercatat US$122,9 miliar, lebih rendah dibandingkan US$124,9 miliar pada akhir April 2018. Akan tetapi, tampaknya belum begitu kuat untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah saat ini. (hm)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.380,2

Up1,09%
Up5,00%
Up7,35%
Up8,50%
Up19,34%
-

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.090,33

Up0,49%
Up5,21%
Up6,68%
Up7,14%
Up2,71%
-

Capital Fixed Income Fund

1.838,73

Up0,53%
Up3,93%
Up6,33%
Up7,43%
Up17,20%
Up39,76%

STAR Stable Amanah Sukuk

1.075,71

Up0,66%
Up3,97%
Up6,69%
---

Insight Renewable Energy Fund

2.259,31

Up0,74%
Up3,72%
Up6,02%
Up7,00%
Up19,69%
Up35,52%

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua