Penjualan Ritel AS Terus Turun dalam 3 Bulan, Ini Dampak ke Pasar Saham
Para analis memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal pertama
Para analis memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal pertama
Bareksa.com - Angka penjualan ritel Amerika Serikat (AS) mencatatkan penurunan untuk bulan ketiga berturut-turut di bulan Februari dikarenakan rumah tangga mengurangi pembelian kendaraan bermotor dan barang-barang besar lainnya. Kondisi itu mendorong para analis memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal pertama.
Meskipun ada tanda-tanda “pendinginan” dalam belanja konsumen, tekanan inflasi terus meningkat, yang seharusnya memungkinkan The Fed menaikkan suku bunga acuannya pada pertemuan pekan depan.
Data lain pada Rabu waktu AS, menunjukkan indeks harga produsen menguat pada Februari, didorong oleh kenaikan kuat dalam biaya layanan seperti akomodasi hotel, tarif penerbangan dan perawatan di rumah sakit.
Promo Terbaru di Bareksa
Penurunan penjualan ritel yang terus berlanjut cukup mengejutkan karena indeks kepercayaan konsumen berada pada level tertinggi dalam 17 tahun terakhir setelah paket kebijakan pemotongan pajak sebesar US$ 5 triliun dan pasar tenaga kerja yang terus menghasilkan tambahan pekerjaan.
Para ekonom mengatakan konsumen akan mendorong pengeluaran pada kuartal keempat untuk mengantisipasi pajak yang lebih rendah.
"Melihat fundamental konsumen tampaknya tidak ada hal menakutkan yang terjadi di antara rumah tangga Amerika," kata Ellen Zentner, kepala ekonom Morgan Stanley di New York seperti dilansir dari Reuters.
"Kami memperkirakan antisipasi pemotongan pajak yang dipublikasikan secara luas akan menarik pengeluaran konsumsi pada ke kuartal keempat tahun 2017."
Departemen Perdagangan AS mengatakan penjualan ritel turun 0,1 persen bulan lalu. Data Januari direvisi untuk menunjukkan penjualan turun 0,1 persen, bukan turun 0,3 persen seperti dilaporkan sebelumnya. Ini adalah pertama kalinya sejak April 2012 penjualan ritel AS turun selama tiga bulan berturut-turut.
Survei terhadap para ekonomi memperkirakan penjualan ritel naik 0,3 persen pada Februari. Penjualan ritel pada Februari naik 4 persen dari tahun lalu.
Sementara itu, jika perhitungannya tidak termasuk komponen mobil, bensin, bahan bangunan dan layanan makanan, penjualan ritel naik tipis 0,1 persen bulan lalu setelah tidak berubah di bulan Januari. Penjualan inti disebut sangat sesuai dengan komponen pengeluaran konsumen produk domestik bruto.
Sebagai hasil dari penjualan ritel inti yang lemah di awal tahun, para ekonom menurunkan perkiraan pertumbuhan PDB kuartal I 2018. The Fed Atlanta memangkas prediksi pertumbuhan secara tahunan jadi 1,9 persen dari sebelumnya 2,5 persen.
Ekonomi akan tumbuh 2,5 persen pada kuartal keempat, seperti yang ditargetkan pemerintah AS pada bulan lalu. Namun revisi data Desember mengenai pengeluaran konstruksi, pesanan pabrik dan persediaan telah membuat perkiraan pertumbuhan kuartal keempat dapat meningkat menjadi 3,1 persen.
Pemerintah akan mengumumkan perkiraan ketiga untuk pertumbuhan PDB kuartal keempat pada akhir bulan ini.
Kemudian dalam laporan terpisah, Departemen Tenaga Kerja AS mengatakan ukuran kunci dari tekanan harga produsen inti yang mengecualikan layanan makanan, energi dan perdagangan naik 0,4 persen bulan lalu, sesuai dengan kenaikan pada bulan Januari.
Hal itu mendorong kenaikan secara tahunan pada indeks harga produsen inti menjadi 2,7 persen, yang merupakan kenaikan terbesar sejak Agustus 2014, dibandingkan 2,5 persen pada Januari. Kenaikan harga grosir mendukung pandangan bahwa inflasi konsumen akan meningkat tahun ini.
Pasar keuangan AS sebagian besar mengabaikan laporan penjualan ritel yang lemah dan investor lebih fokus pada data inflasi grosir.
Harga untuk Treasury AS meningkat. Sementara bursa saham di Wall Street turun, dengan Dow Jones Industrial Average (DJI) merosot lebih dari 250 poin (-1 persen) karena produsen dalam negeri terus khawatir mengenai dampak dari perang dagang yang dipicu pengenaan tarif impor yang diumumkan pekan lalu.
Sementara itu, The Fed telah memperkirakan kenaikan suku bunga sebanyak tiga kali pada tahun ini. Banyak ekonom memperkirakan bank sentral AS akan menaikkan proyeksi kenaikan menjadi empat kali pada tahun ini karena kondisi pasar tenaga kerja dan inflasi yang menguat.
Para ekonom percaya bahwa pasar tenaga kerja yang kuat, pelemahan dolar dan stimulus fiskal dalam bentuk pemotongan pajak serta peningkatan belanja pemerintah akan mendorong inflasi ke level yang ditetapkan The Fed tahun ini yakni 2 persen.
Ukuran inflasi yang disukai Fed, yaitu indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi, yang mengecualikan komponen makanan dan energi, telah melampaui targetnya sejak Mei 2012.
Di samping itu, AS berhasil menambahkan 313.000 pekerjaan di bulan Februari 2018, memberikan kepercayaan analis bahwa penjualan ritel bisa rebound segera pada April. (AM)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.