Menilik Kinerja Pasar Keuangan Indonesia Jelang Akhir Kuartal I-2017
Bareksa menganalisis dengan 3 indikator: IHSG, yield obligasi dan CDS
Bareksa menganalisis dengan 3 indikator: IHSG, yield obligasi dan CDS
Bareksa.com – Pasar keuangan Indonesia akan segera menutup kuartal pertama 2017 dengan kondisi yang cenderung bullish. Tentunya performa pasar keuangan selama periode Januari-Maret 2017 menjadi perhatian para pelaku pasar, khususnya “big fund” seperti asuransi, aset manajemen, dan dana pensiun yang berharap mampu merealisasikan sebagian profit mereka guna mencapai target per kuartal.
Untuk mengukur kinerja pasar keuangan Indonesia, Analis Bareksa menggunakan 3 barometer, yakni: pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yield obligasi pemerintah dengan tenor 10 tahun, dan Credit Default Swap (CDS).
1. Indeks Harga Saham Gabungan
Promo Terbaru di Bareksa
IHSG sepanjang 2017 telah bergerak menguat 5,45 persen dari 5.275 pada 3 Januari menjadi 5.563 hingga penutupan perdagangan kemarin, 23 Maret. Bahkan, pada perdagangan hari ini 24 Maret 2017, indeks bisa mencapai titik tertinggi sepanjang masa (all time high) di 5.567,13.
Tak hanya itu, untuk bulan Maret saja, IHSG mampu bertumbuh 3,3 persen atau terbaik kedua di kalangan Benua Asia. Indonesia hanya kalah dari Indeks Kospi (Korea Selatan), yang bertumbuh hingga 4 persen di bulan Maret seiring terpenuhinya ekspektasi investor terkait mundurnya Presiden Park Geun Hye pada 10 Maret yang diduga terlibat kasus korupsi.
Sumber : Bareksa.com
Besar kemungkinan, pada akhir kuartal ini para big fund cenderung melakukan aksi jual di instrumen ekuitas, terkhusus pada saham-saham blue chip. Sebelumnya, saham-saham berkapitalisasi besar ini tentu telah bergerak searah dengan indeks yang sempat jeblok pasca mencapai level 5.450 pada tanggal 8 November 2016. Oleh karena itu, momen rekor tertinggi sepanjang masa ini tepat untuk merealisasikan keuntungan mereka.
2. Yield Obligasi Pemerintah Tenor 10 tahun
Senada dengan IHSG, laju harga obligasi pemerintah dengan tenor 10 tahun bergerak bullish seiring melemahnya yield obligasi tersebut. Dalam kondisi pasar, pada umumnya apabila yield tertekan maka harga obligasi di pasaran cenderung meningkat.
Yield merupakan tingkat pengembalian investasi yang diharapkan. Dalam artian, semakin kecil benchmark yield suatu negara, maka bisa dipastikan tingkat risiko berinvestasi di negara tersebut juga menurun. Maka, orang akan cenderung berinvestasi di negara tersebut sesuai dengan risk & reward yang telah ditentukan sebelumnya dan berdampak pada meningkatnya harga obligasi seiring menguatnya demand itu sendiri.
Sumber : Bareksa.com
Di Indonesia, pergerakan yield obligasi sangat diperhatikan oleh para pelaku pasar dikarenakan risiko dan keuntungannya lebih terukur. Oleh sebab itu, tak heran apabila pada umumnya para big fund yang mempunyai profil moderat cenderung mengalokasikan lebih dari 50 persen dari dana kelolaan untuk diinvestasikan di obligasi.
Saat ini, yield obligasi pemerintah dengan tenor 10 tahun berada di kisaran 7,09 persen - 7,10 persen atau terendah di bulan Maret. Kami memprediksi, yield tersebut kemungkinan masih bisa terus tertekan setidaknya hingga 6,8 persen atau mencapai yield terendah dalam setahun terakhir, seiring dengan harapan pelaku pasar terhadap kemungkinan lembaga pemeringkat S&P akan memberikan status layak investasi (investment grade) terhadap Indonesia. (Baca Juga : Indonesia Tunggu Upgrade Rating S&P 16 Mei, Apa Saja Kriterianya?)
Seperti diberitakan di sejumlah media, pekan ini perwakilan S&P telah menyambangi kantor Menko Perekonomian Darmin Nasution untuk membicarakan perihal pemeringkatan tersebut. Rencananya, S&P akan mengumumkan hasilnya pada 16 Mei mendatang. Sebelumnya, Moody's dan Fitch telah mengkategorikan Indonesia sebagai negara dengan layak investasi. (Baca Juga : Moody's Naikkan Outlook Peringkat 8 Bank Indonesia Menjadi Positif)
3. Credit Default Swap (CDS)
Satu hal yang juga menarik perhatian kami adalah, CDS Indonesia terus bergerak menurun. Bahkan, hingga 22 Maret lalu, CDS Indonesia berada di level 132,2 atau hampir menyentuh level CDS terendah dalam 5 tahun terakhir yang dicapai pada Desember 2012 silam di level 123,9.
CDS merupakan kontrak swap di mana pembeli melakukan pembayaran ke penjual, dan sebagai imbalannya menerima hak untuk memperoleh pembayaran bila kredit mengalami gagal bayar (default) atau kejadian lain. Atau singkatnya ini merupakan indikator yang menggambarkan kemungkinan gagal bayar utang (default) suatu negara. Semakin kecil nilainya, semakin kecil juga kemungkinan gagal bayarnya.
Sumber : Bloomberg, diolah kembali oleh Bareksa.com
CDS dan yield mempunyai korelasi positif satu sama lain, di mana ketika CDS bergerak turun maka yield juga akan turun. Namun, CDS berkorelasi negatif terhadap pergerakan IHSG. Sehingga, semakin lebar jarak atau spread yang terjadi antara yield atau CDS terhadap IHSG, maka semakin tinggi probabilitas hubungan tersebut untuk bergerak berbalik arah menutupi spread yang terjadi.
Kami juga memprediksi, CDS kemungkinan masih mempunyai ruang untuk bergerak ke level terkuatnya dalam 5 tahun terakhir apabila S&P mampu meng-upgrade rating investasi Indonesia. Namun, perlu ditekankan bahwa saat ini hanya itu yang dapat dijadikan katalis positif dari domestik seiring fokus para pelaku pasar kini sedang tertuju di AS karena pendukung Trump di parlemen masih sedikit, sehingga kebijakan beliau yang sebelumnya dijadikan senjata dalam kampanyenya -- seperti penurunan pajak korporasi -- kembali diragukan oleh para pengamat pasar.
Berdasarkan tiga indikator di atas, saat ini para big fund tentunya dalam keadaan senang dan sudah siap untuk meraup keuntungan investasi pada akhir kuartal I tahun ini. (hm)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.