Komisaris Utama Mundur, Bagaimana Kinerja PLN Selama Ini?
Realisasi proyek 35.000 MW baru 0,6%
Realisasi proyek 35.000 MW baru 0,6%
Bareksa.com – Kuntoro Mangkusubroto beberapa waktu lalu dikabarkan mundur dari jabatannya sebagai komisaris utama di PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Kemundurannya ini kemudian dipertanyakan alasannya karena beliau baru menjabat sebagai komisaris sejak 10 November 2015 atau hanya sekitar 6 bulan.
Apakah kinerja PLN menjadi salah satu pertimbangan Kuntoro mengundurkan diri? Berikut analisis keuangan dan kinerja operasional perusahaan listrik yang saat ini dikomandoi oleh Sofyan Basir.
Per kuartal III 2015, PLN rugi Rp27,4 triliun
Promo Terbaru di Bareksa
Dari segi keuangan, pendapatan usaha PLN di kuartal ketiga tahun lalu turun 7 persen dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya menjadi Rp 154 triliun dipicu berkurangnya subsidi pemerintah. Meski segmen penjualan tenaga listrik naik 15,6 persen namun subsidi listrik yang diberikan pemerintah kepada pelanggan melalui PLN telah berkurang 45 persen sehingga pendapatan usaha dari segmen ini menguap Rp37 triliun. Pagu subsidi listrik tertinggi untuk tahun anggaran 2015 yang diberikan pemerintah hanya sebesar Rp73,1 triliun dibanding tahun 2014 yang sebesar Rp103,8 triliun
PLN sempat merugi di tahun 2013 sebesar Rp26 triliun akibat selisih kurs, namun PLN berhasil mencatatkan keuntungan kembali di tahun 2014. Namun per kuartal III 2015, PLN kembali mengalami kerugian Rp27,4 triliun. Selain karena turunnya pendapatan usaha, PLN juga mengalami rugi kurs Rp45,7 triliun yang menyebabkan tergerusnya laba bersih.
Grafik : Penjualan dan Laba Bersih PLN
Sumber : IDX, diolah Bareksa
Meski target rasio elektrifikasi tercapai, realisasi proyek 35.000 MW hanya 0,6%
Indikator ketersediaan listrik secara nasional dapat dilihat dari rasio elektrifikasi. Di tahun 2015, rasio elektrifikasi sebesar 88,3 persen melampaui target yang ditetapkan sebesar 87,3 persen. Namun, angka ini masih lebih rendah bila dibandingkan dengan negara tetangga. Malaysia, Brunei dan Singapura misalnya, memiliki rasio elektrifikasi di atas 99 persen. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan prioritas akses listrik melalui program 35.000 MW dengan target rasio elektrifikasi 97,3 persen di tahun 2019.
Perlu dicatat, rasio elektrifikasi yang tinggi terkonsentrasi di daerah Indonesia bagian barat sementara Indonesia bagian tengah dan timur masih rendah. Di Papua, rasio elektrifikasi hanya 45,93 persen sementara Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Tenggara juga memiliki rasio elektrifikasi di bawah 70 persen.
Grafik : Rasio Elektrifikasi PLN
Sumber : ESDM, diolah Bareksa
Untuk memenuhi rasio elektrifikasi 97,5 persen dan target pertumbuhan ekonomi, diperlukan kapasitas pembangkit 98,6 gigawatt/GW sementara per tahun 2015 kapasitas pembangkit hanya 55,5 GW. Artinya, tambahan kapasitas yang diperlukan sebesar 42.900 MW di mana berasal dari program 35.000 MW ditambah program 7.400 MW yang saat ini sedang berjalan.
Kemajuan kedua program ini relatif belum menunjukan peningkatan signifikan. Untuk program 35.000 MW, per April 2016, pembangkit yang telah selesai hanya sekitar 0,6 persen. Sementara program 7.400 MW yang telah ada sejak pemerintahan SBY, hanya terealisasi 1.635 MW atau sebesar 22 persen. Mungkinkah target 2019 akan tercapai?
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,65 | 0,56% | 4,26% | 7,54% | 8,69% | 19,21% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.093,4 | 0,43% | 4,43% | 6,99% | 7,44% | 2,54% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,4 | 0,60% | 3,98% | 7,06% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,45 | 0,53% | 3,89% | 6,66% | 7,38% | 17,02% | 40,39% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.270,42 | 0,81% | 3,88% | 6,54% | 7,20% | 20,19% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.