BeritaArrow iconBerita Ekonomi TerkiniArrow iconArtikel

Begini Manisnya Potensi Bisnis Pembangkit Listrik di Indonesia

Bareksa23 Mei 2016
Tags:
Begini Manisnya Potensi Bisnis Pembangkit Listrik di Indonesia
Petugas memasang perangkat listrik baru di perumahan kawasan Kemang, Jakarta Selatan (ANTARA FOTO/Vitalis Yogi Trisna)

Konsumsi listrik di Indonesia akan naik menjadi 9,7 persen per tahun pada 2015-2020, naik dari sebelumnya 7,5 persen

Bareksa.com - Baru-baru ini sebuah perusahaan pembangkit listrik swasta melaksanakan due diligence & public expose dalam rangka pencatatan perdana saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Adalah PT Cikarang Listrindo Tbk, perusahaan pembangkit listrik swasta yang telah beroperasi sejak tahun 1993, melepas 10 persen sahamnya kepada investor publik.

IPO ini menjadi tonggak sejarah baru bagi industri ketenagalistrikan di Indonesia. Sebab, untuk pertama kalinya produsen listrik swasta akan menjadi perusahaan publik. (Baca Juga: Cikarang Listrindo, IPO Pembangkit Listrik Pertama Berpotensi Raih Rp5 Triliun)

Perusahaan yang bergerak dalam industri pembangkit listrik selama ini memang luput dari pantauan investor. Bagaimana tidak, selama bertahun-tahun industri ini dimonopoli oleh perusahaan milik pemerintah yakni PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Monopoli PLN kemudian secara perlahan dikurangi seiring dengan semakin tingginya permintaan ketenaga listrikan di Indonesia.

Promo Terbaru di Bareksa

Mulai tahun 2009 melalui UU Energi No.30/2009, pemerintah baru mengizinkan perusahaan swasta untuk menjual listrik secara langsung kepada publik. Ini cukup banyak mendorong masuknya investasi di sektor ketenaga listrikan, walaupun perkembangannya belum signifikan lantaran masih diatur secara ketat oleh pemerintah.

Tapi, disamping ketatnya regulasi pada industri ini, Pemerintah sebenarnya sangat menginginkan perkembangan perusahaan listrik swasta. Ini terlihat jelas dari target tambahan kapasitas 35.000 megawatt (MW) yang dicanangkan pemerintah Joko Widodo sampai tahun 2024 mendatang, dimana 71 persen (25.904 MW) dari kapasitas yang ditargetkan diberikan kepada pihak swasta. Sementara sisanya ditugaskan kepada PLN. (Baca juga: Rizal Ramli Anggap Proyek 35.000 MW Tak Realistis, Ngawurkah? Ini Datanya)

Grafik: Porsi Swasta Pada Proyek Listrik 35.000 MW

Illustration
sumber: PLN

Namun sayangnya, realisasi pembangunan pembangkit listrik swasta masih sangat jauh dari harapan. Di tahun 2015, pembangkit swasta yang mulai beroperasi baru sebesar 3 MW atau tidak sampai menyentuh 1 persen dari target 25.904 MW. Berkaca pada fakta tersebut, benarkah bisnis pembangkit listrik masih nampak menakutkan bagi swasta? (Baca juga: Proyek Listrik 35.000 MW Baru Tercapai 0,6%, Kenapa?)

Dari pantauan Bareksa terhadap beberapa perusahaan pembangkit listrik, bisnis ini ternyata jauh dari kesan menakutkan. Malah sebaliknya, bisnis pembangkit listrik yang dikelola beberapa perusahaan berhasil memberi kontribusi keuntungan dan pertumbuhan yang cukup besar.

Berdasarkan laporan keuangan Cikarang Listrindo yang diperoleh Bareksa, perusahaan ini pada Januari-Maret 2016 berhasil mencetak pendapatan sebesar $135 juta atau setara Rp1,7 triliun (asumsi Rp13.000 per dolar AS) dari bisnis pembangkit listriknya. Nilai ini memang hanya tumbuh 1 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, namun marjin laba yang dihasilkan cukup besar yakni 25 persen, naik dari periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya 19 persen.

Padahal, berdasarkan catatan manajemen perusahaan dalam prospektus, perseroan disebut tidak bisa menentukan sendiri berapa tarif listrik yang mereka kenakan kepada konsumen, karena tarif sudah ditentukan oleh pemerintah. "Kami beroperasi di bawah regulasi dimana tarif diatur pemerintah, dan karenanya tidak dapat secara sepihak menyesuaikan harga listrik yang kami jual," tulis manajemen dalam prospektus.

Ini mirip dengan permasalahan yang dihadapi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), dimana campur tangan pemerintah dalam menentukan harga gas cukup besar. Pemeritah sering kali menurunkan harga gas dalam rangka memberikan stimulus kepada industri dalam negeri. Contohnya pada paket kebijakan ekonomi jilid III dimana pemerintah menyatakan akan menurunkan harga gas dan listrik secara bersamaan.

Dengan persoalan yang hampir sama, marjin Cikarang Listrindo ternyata bisa lebih tinggi dibandingkan dengan PGAS. Di kuartal I 2016 marjin laba PGAS tercatat sebesar 18 persen, lebih rendah daripada Cikarang Lisrindo sebesar 25 persen. Marjin PGAS juga mengalami penurunan di awal tahun 2016, sementara Cikarang Listrindo justru meningkat.

Grafik: Marjin Laba Cikarang Listrindo

Illustration
sumber: Cikarang Listrindo

Tidak hanya Cikarang Listrindo, menariknya bisnis pembangkit listrik juga terlihat dari pertumbuhan PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) yang juga memiliki pembangkit listrik. PT Bekasi Power (anak usaha KIJA) yang telah membangun pembangkit listrik tenaga gas sejak tahun 2007, mengalami peningkatan pendapatan yang signifikan setelah pembangkit yang dimilikinya beroperasi penuh.

Pada tahun 2013 pendapatan dari pembangkit listrik Bekasi Power mencapai Rp1,06 triliun dan menyumbang 39 persen dari total pendapatan konsolidasi KIJA. Pengoperasian pembangkit Bekasi Power juga membuat pendapatan konsolidasi KIJA melonjak 96 persen di 2013.

Tiga tahun pasca beroperasi, pendapatan pembangkit listrik Bekasi Power secara konsisten tumbuh di kisaran 18-19 persen per tahun. Nilai tersebut diprediksi bakal terus bertumbuh seiring naiknya konsumsi listrik Indonesia dalam beberapa tahun mendatang.

Grafik: Pertumbuhan Pendapatan Listrik KIJA

Illustration
sumber: KIJA

Biro riset Frost & Sulivan dalam laporannya menyebut bahwa konsumsi listrik di Indonesia akan naik menjadi 9,7 persen per tahun sampai dengan 2020, naik dari sebelumnya 7,5 persen. Menurut lembaga riset tesebut, Meningkatnya konsumsi listrik didorong oleh faktor-faktor seperti pertumbuhan ekonomi selama periode proyeksi, serta upaya Pemerintah Indonesia meningkatkan rasio elektrifikasi 100% pada tahun 2025.

Grafik: Proyeksi Peningkatan Permintaan Listrik

Illustration
sumber: Frost Sulivan

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.384,88

Up0,21%
Up4,05%
Up7,72%
Up8,08%
Up19,46%
Up38,34%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.095,38

Up0,14%
Up4,09%
Up7,18%
Up7,47%
Up3,23%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.084,98

Up0,55%
Up4,00%
Up7,61%
Up7,79%
--

Capital Fixed Income Fund

autodebet

1.853,59

Up0,53%
Up3,86%
Up7,19%
Up7,36%
Up17,82%
Up41,07%

Insight Renewable Energy Fund

2.287,69

Up0,82%
Up4,11%
Up7,35%
Up7,53%
Up19,98%
Up35,83%

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua