BeritaArrow iconBerita Ekonomi TerkiniArrow iconArtikel

Y. Prastowo: Amnesti Pajak - Kejarlah Daku, Atau Kau Kutangkap!

Bareksa22 Februari 2016
Tags:
Y. Prastowo: Amnesti Pajak - Kejarlah Daku, Atau Kau Kutangkap!
Yustinus Prastowo, ahli perpajakan dan Direktur CITA (Center for Indonesia Taxation Analysis) (Sumber: Facebook Yustinus Prastowo)

Catatan pajak awal pekan dari ahli perpajakan Yustinus Prastowo tentang rencana penerapan pengampunan pajak.

Bareksa - “Gerhu aru un kher hamemet nu Baq-t ha saneb un em khnet daut-f menkh-t er- au-s erta-sen hem-f er ta em ap-t an rekh tenu-sen khu-nef”

Nukilan di atas kira-kira berarti “beban pajak yang dipikul penduduk Mesir dan orang asing sesuai undang-undang diampuni oleh raja berdasarkan kuasanya. Demikian tulisan hieroglif yang terpahat di atas sebuah pualam yang terkenal dengan nama Rosetta Stone - prasasti yang ditemukan Napoleon saat berupaya menaklukkan Mesir. Di atas pualam bertiti mangsa 200 SM dan ditandatangani Raja Ptolemeus V atau terkenal sebagai Epiphanes ini, dimensi lain dari pajak disingkap. Warisan purba yang tak sekadar penting sebagai peninggalan sejarah tetapi juga lantaran membabar peran pajak yang amat sentral bagi perdamaian dan pembangunan sekaligus.

Pengampunan pajak bukan barang baru di muka bumi ini. Setidaknya gagasan ini dapat diasalkan pada ide brilian Epiphanes, kemudian menyelinap ke dalam sungai sejarah dan membaur subur di khasanah perpajakan modern. Tak kurang 40 negara modern sejak 1900 telah memberikan pengampunan pajak dengan berbagai kisah keberhasilan dan kegagalannya. Tugas sejarah adalah berguru pada masa lalu dengan mengiris dan menguliti lapis-lapis problematik, agar amnestia tidak menjadi amnesia – pengampunan yang diberikan bukan sebagai pelupaan melainkan anamnesis atau pengenangan akan hikmah berharga.

Promo Terbaru di Bareksa

Pemerintah Indonesia setelah bergumul dan menimbang sekian waktu akhirnya berbulat tekad untuk menjalankan program pengampunan pajak di 2016 ini. Berbagai alasan dan pertimbangan telah diolah. Secara ringkas pengampunan memiliki tujuan jangka pendek mendongkrak penerimaan pajak 2016 agar tersedia cukup dana di APBN untuk mewujudkan berbagai program pemerintah. Lalu kita juga berharap pengampunan akan meningkatkan jumlah wajib pajak dan basis pajak secara signifikan. Bahkan jutaan pelaku usaha informal dapat masuk ke sistem formal dan mengakses layanan pemerintah dan perbankan dengan lebih baik. Dalam bahasa sederhana, program ini akan diikuti dari petani hingga eksportir hasil pertanian, perokok, pengasong rokok, hingga pengusaha rokok, toko kelontong hingga pemilik toko serba ada, uang di bawah bantal hingga yang tersimpan di perbankan Singapura, perusahaan lokal di sudut Papua hingga special purpose vehicle (SPV) di Cayman Island, dan oleh yang sekedar lalai hingga yang sungguh lihai.

Jika ditilik dari besarnya dana yang tersimpan di luar negeri dan selama ini justru dinikmati negara lain, pengampunan ini menjadi masuk akal. Tax Justice Network (2010) sedikitnya mencatat ada USD 331 miliar atau setara Rp 4.500 triliun asset orang Indonesia ditempatkan di negara suaka pajak (tax haven). Global Financial Integrity (2013) menempatkan Indonesia sebagai negara peringkat ketujuh yang memiliki aliran dana haram ke luar negeri, mencapai tak kurang Rp 200 triliun setahun. Di hadapan harta karun sebesar itu pengampunan pajak yang disertai repatriasi dana diyakini mampu mengungkit perekonomian nasional, mengguyur dahaga likuiditas, dan menciptakan efek berantai berupa investasi baru, geliat industri, penciptaan lapangan kerja baru, dan kemungkinan pembiayaan berbagai program sosial yang lebih baik.

Di lipatan waktu yang lain, hampir bersamaan terjadi arus perubahan di perpajakan internasional. Negara-negara maju yang tergabung dalam OECD dan G-20 semakin geram dan berikhtiar menangkal penghindaran pajak yang selama ini menggerus pundi-pundi mereka. Kerjasama ini menghasilkan Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Action Plan yang antara lain berisi pertukaran informasi otomatis (Automatic Exchange of Information). Tak kurang 90 negara – termasuk beberapa negara suaka pajak – bersetuju untuk mengakhiri era kerahasiaan untuk kemudian meretas babak baru keterbukaan informasi. Lugasnya, mulai 2018 kita tak akan kesulitan mendapatkan data keuangan warga Indonesia di mancanegara, termasuk kemudian mengejarnya. Atau jika dimampatkan, kita menuju era di mana wajib pajak akan semakin sulit menemukan sarang persembunyian bagi uang pajak yang dikemplang.

Tapi bukankah pengampunan pajak berarti tanda-tanda menyerah pada saat kita sebenarnya akan sangat efektif mengejar pengemplang pajak? Benar belaka. Namun kita juga sadar hidup di dunia nyata yang dipadati fakta bahwa hakikat pajak adalah permainan informasi – saya akan patuh jika otoritas pajak tahu persis siapa saya dan sebaliknya. Kita paham batas tipis antara muslihat dan siasat, pula berbagai keterbatasan dan himpitan yang tak jarang mempersempit ruang gerak penegakan hukum. Di tengah berbagai kendala itu, tanpa perlu menyusun litani kekurangan dan kelemahan kita, agaknya cukup pasti Indonesia masih jauh dari siap untuk dapat menerapkan praktik pemungutan pajak yang baik, pula ideal. Pemerintah agaknya ingin melihat peluang, bahwa menawarkan pengampunan sebelum era keterbukaan dapat menjadi sarana rekonsiliasi data yang efektif dengan partisipasi luas, menuju sistem perpajakan baru yang akan dibangun dalam waktu dekat.

Kini kita sudah berada di titik tanpa dapat berbalik mundur (point of no return). Sudah terlampau banyak energi kita curahkan untuk merancang dan mematangkan program ini. Bahkan publik pun sudah diharu biru dan kini sangat menunggu kepastian penerapannya agar dapat meramal masa depan yang lebih jelas. Menunda pemberlakuan pengampunan pajak dapat menurunkan kredibilitas pemerintah, turunnya kepercayaan wajib pajak terhadap otoritas pajak, dan penilaian miring negara-negara yang selama ini berdebar terancam tersedot likuiditasnya. Meski demikian, pengampunan pajak tetap harus dirancang dengan matang, ditutup dari lubang moral hazard, dan ditujukan bagi sebesar-besarnya keuntungan publik. Saat bersamaan – perluasan akses ke data perbankan, integrasi NIK dan NPWP, perbaikan koordinasi kelembagaan, integrasi sistem administrasi berbasis teknologi informasi, dan konsistensi penegakan hukum – adalah ranah yang musti digarap serius.

Akhirnya, kita perlu meneladani Julius Caesar – penerus Ephipanes sang bijak – yang berani melangkah maju dan teguh pada pendirian. Ia dengan gagah memimpin penaklukan ke wilayah utara Italia untuk memperluas kekuasaan Romawi, dengan menyeberangi Sungai Rubicon yang legendaris. “Kita harus menyeberang dan tak boleh berpikir akan kembali!,” demikian Julius Caesar lantang membakar semangat juang pasukannya. Kita berada pada ruang-waktu yang mensyaratkan keberanian layaknya Julius Caesar. Pertaruhan akan kegagalan program pengampunan pajak teramat besar bagi perjalanan bangsa ini. Maka tak ada kata selain program ini harus sukses berapa pun ongkosnya, termasuk jika harus bertarung sengit di parlemen atau tajam mengkritik pemerintah – dengan menambal lubang kelemahan dan menutup celah permainan. Selagi masih ada waktu, mari dimanfaatkan. Semoga sungguh amnestia pro patria, pengampunan ini bagi kemaslahatan bangsa. Seraya menyeberangi Rubicon politis, barangkali tiada ungkapan yang lebih baik digaungkan pemerintah agar warga berbondong-bondong turut serta, “Kejarlah daku, atau Kau Kutangkap!”

Terima kasih berkenan membaca.

Jakarta, 22-02-2016
Salam hangat

Yustinus Prastowo
Direktur CITA (Center for Indonesia Taxation Analysis)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.382,65

Up0,56%
Up4,26%
Up7,54%
Up8,69%
Up19,21%
-

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.093,4

Up0,43%
Up4,43%
Up6,99%
Up7,44%
Up2,54%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.079,4

Up0,60%
Up3,98%
Up7,06%
Up7,74%
--

Capital Fixed Income Fund

1.844,45

Up0,53%
Up3,89%
Up6,66%
Up7,38%
Up17,02%
Up40,39%

Insight Renewable Energy Fund

2.270,42

Up0,81%
Up3,88%
Up6,54%
Up7,20%
Up20,19%
Up35,64%

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua