BeritaArrow iconBerita Ekonomi TerkiniArrow iconArtikel

Penantian Grup Rajawali: Transaksi BWPT, TAXI dan META

Bareksa02 Oktober 2015
Tags:
Penantian Grup Rajawali: Transaksi BWPT, TAXI dan META
Rajawali Group CEO Peter Sondakh (kiri) dan Group President & CEO Felda Global Ventures Dato' Mohd Emir Mavani Abdullah dalam penandatanganan kerja sama. (Hanum K. Dewi/Bareksa)

Dapatkan Grup Rajawali mengulang sukses dari tiga rencana korporasi itu?

Bareksa.com – Aksi korporasi papan atas yang dilakukan Grup Rajawali belum dapat memberi hasil investasi besar dalam waktu dekat. Bahkan, ada transaksi yang terancam batal karena kondisi mitranya di luar negeri sedang terguncang. Sang pengendali Rajawali, taipan Peter Sondakh, tampaknya masih harus sabar menunggu penyelesaian tiga penjualan entitas bisnis bernilai besar tersebut.

Pertama, proses tukar guling saham emiten kelapa sawit PT Eagle High Plantation Tbk (BWPT) dengan Felda Global Ventures (FGV) senilai US$680 juta (Rp9,5 triliun, dengan kurs Rp14.000 per dolar AS) masih belum selesai juga. Padahal, proses uji kelayakan oleh mitra asal Malaysia tersebut seyogyanya selesai pada September lalu. Mimpi untuk membuat pabrik produk kelapa sawit tertintegrasi yang terbesar di Asia pun harus tertunda dulu.

Ganjalan transaksi datang dari sang mitra di Malaysia, yang merupakan anak usaha dari The Federal Land Development Authority (FELDA), sebuah kooperasi petani yang dulunya mendapat jatah lahan dari pemerintah. Mentor dari Felda adalah Perdana Menteri Najib Razak, yang saat ini sedang terlibat skandal pencucian uang bernilai setara Rp148 triliun.

Promo Terbaru di Bareksa

Rencana akuisisi BWPT oleh Felda pun banyak ditentang karena dianggap merugikan entitas milik negara Malaysia itu. Pasalnya, transaksi itu memberi harga saham BWPT senilai Rp765 per lembar, tiga kali lipat lebih tinggi dari harga pasar sekarang di kisaran Rp207. Di sisi lain, BWPT sendiri juga tengah menghadapi himpitan keuangan karena harus segera membayar obligasi jatuh tempo November senilai Rp700 miliar. Padahal, arus kas perseroan masih tercatat negatif, sehingga berat untuk menyelesaikan pembayaran obligasi atau mencari pendanaan baru (refinancing).

Rencana transaksi papan atas kedua adalah pelepasan 51 persen saham PT Express Transindo Tbk (TAXI) kepada PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) atau Grup Saratoga. Sudah ramai dikabarkan akuisisi operator taksi bermerek Express dan Eagle tersebut batal, hingga membuat harga saham TAXI anjlok 58 persen selama sepekan dan perdagangannya harus dihentikan sementara (suspended).

Kabarnya, kedua belah pihak belum menemui kesepakatan soal harga hingga transaksi batal. Manajemen TAXI membantah kabar tersebut karena sebenarnya akuisisi masih dalam proses dan ada sejumlah ketentuan yang harus dipenuhi. Manajemen Saratoga juga belum memberi respons ketika ditanyai perihal transaksi ini oleh Bareksa.com pada Rabu (1/10/2015). (Baca juga Dikabarkan Akuisisi Oleh Saratoga Batal, Harga Saham TAXI Terjungkal 9,4%)

Secara kinerja, TAXI sedang menghadapi persaingan ketat bukan saja dari kompetitor sejenis, yaitu PT Blue Bird Tbk (BIRD), tetapi juga moda transportasi lain yang memanfaatkan aplikasi online seperti Go-Jek, Grabike, hingga Uber. Bahkan, menurut riset Bahana Securities, TAXI kesulitan mencari pengemudi yang pindah untuk mencari potensi pendapatan lebih besar dengan menjadi tukang ojek.

‘Jualan’ Grup Rajawali lainnya, yaitu PT Nusantara Infrastructure Tbk (META) juga masih belum laris. Sejumlah calon investor, termasuk anak usaha Grup Astra, yaitu PT Astratel Nusantara, dikabarkan sudah ikut memberi penawaran untuk seluruh saham META milik Rajawali dan mitranya. Rajawali saat ini memegang 21 persen saham META dan mitranya Eagle Infrastructure memegang 22,3 persen.

Managing Director Rajawali Corporation Darjoto Setyawan mengungkapkan konglomerasi itu ingin melepas kepemilikan di beberapa anak usaha karena ingin lebih fokus pada tiga sektor utama. "Kini Rajawali akan berfokus pada tiga sektor, yaitu properti, pertambangan dan perkebunan," kata Darjoto seperti dilansir Bloomberg, Rabu 10 Juni 2015

Sebelumnya, Peter Sondakh sudah menikmati sejumlah aksi korporasi high profile yang turut membawanya menjadi orang terkaya nomor 6 di Indonesia versi Forbes 2015 itu. Rajawali pada 2006 berinvestasi di PT Semen Gresik Tbk (sekarang PT Semen Indonesia Tbk/SMGR) senilai Rp2,96 triliun dan menjualnya Rp9,8 triliun pada 2010.

Pada 2009, Rajawali juga berhasil melepas 56,96 persen saham produsen rokok PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA) senilai Rp3,35 triliun kepada British American Tobacco. Investasi Rajawali di RMBA berawal sejak 1991.

Jauh sebelum itu, Rajawali juga mendapat untung dari investasi di PT XL Axiata Tbk/EXCL (dulu bernama PT Excelcomindo Pratama Tbk). Nilai penjualan 27,3 persen saham EXCL adalah US$314 juta kepada Telekom Malaysia Group pada 2005. Dua tahun setelahnya Rajawali kembali melepas 15,97 persen EXCL kepada perusahaan telekomunikasi terbesar di Uni Emirat Arab, Etisalat senilai US$ 438 juta.

Dapatkan Grup Rajawali mengulang sukses dari tiga rencana korporasi itu?

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.385,6

Up0,21%
Up4,12%
Up7,77%
Up8,02%
Up19,27%
Up38,33%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.095,56

Up0,20%
Up4,14%
Up7,20%
Up7,44%
Up2,99%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.085,51

Up0,57%
Up4,03%
Up7,67%
Up7,80%
--

Capital Fixed Income Fund

autodebet

1.854,58

Up0,55%
Up3,90%
Up7,24%
Up7,38%
Up17,49%
Up40,84%

Insight Renewable Energy Fund

2.288,82

Up0,81%
Up4,14%
Up7,41%
Up7,53%
Up19,89%
Up35,81%

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua