Jokowi Tolak Proposal KA Cepat, Akankah Surutkan Investasi Dari China & Jepang?
China dan Jepang perlu konsisten berinvestasi di Indonesia guna meraih potensi pasar Indonesia
China dan Jepang perlu konsisten berinvestasi di Indonesia guna meraih potensi pasar Indonesia
Bareksa.com - Di balik persaingan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung antara China dan Jepang justru tersimpan katalis positif bagi perekonomian Indonesia ke depan, yakni kedua negara tersebut menganggap Indonesia sebagai pasar.
Data ekspor yang diolah Bank Indonesia menunjukan kontribusi impor Indonesia terbesar berasal dari China, lalu diikuti dengan Singapura dan Jepang. Bahkan sepanjang Januari - Juni 2015, kontribusi impor dari China meningkat menjadi 21 persen dari total impor dibanding periode 2014 yang hanya 18 persen.
Sementara kontribusi impor dari Jepang masih berada sekitar 10 persen dari total impor.
Promo Terbaru di Bareksa
Grafik. Kontribusi impor Indonesia berdasarkan negara asal
Sumber: Bareksa.com
Rangga Cipta, ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia mengatakan keberanian China dan Jepang berinvestasi di Indonesia menandakan bahwa kedua negara tersebut ingin memperoleh jaminan ekspor barang dan jasa dari negaranya ke Indonesia.
"Untuk itu mereka harus konsisten berinvestasi di Indonesia, entah dalam bentuk pinjaman lunak maupun pembangunan infrastruktur," kata Rangga kepada Bareksa.com.
Artinya sebetulnya masyarakat Indonesia tidak perlu merasa khawatir ketika Presiden Joko Widodo menolak proposal kereta cepat Jakarta-Bandung maka akan pula menarik minat investasi dari kedua negara tersebut.
Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukan per Mei 2015, minat investasi dari China telah mencapai $80,4 miliar dan dari Jepang $5,01 miliar ditambah Rp300 miliar. (Baca juga: The Economist: Indonesia Masuk Top-5 Tujuan Investasi Asia Pasifik)
Presiden Joko Widodo mengatakan menolak proposal kereta api cepat Jakarta-Bandung dan meminta perubahan proposal menjadi kereta api kecepatan sedang, dalam keterangannya kemarin malam (3/9). Ditegaskan pula bahwa Pemerintah tidak akan mendanai proyek tersebut dari APBN serta tidak menjamin proyek ini, jadi kerja sama pembangunan murni dalam bentuk Business to Business.
Pada perhitungan Bappenas, kebutuhan dana infrastruktur di Indonesia sepanjang 2015 - 2019 mencapai Rp5.519 triliun. Pembiayaan dari APBN diperhitungkan hanya bisa menutupi 40,14 persen dari kebutuhan tersebut, sedangkan APBD hanya bisa menyerap 9,88 persen dan 19,32 persen dari BUMN. Sisanya sebanyak 30,66 persen perlu berasal dari investasi swasta dengan skema B to B.
Oleh karena itu, pembiayaan menggunakan dana APBN hanya bisa diperuntukan proyek-proyek infrastruktur prioritas. Adapun menurut data Jasa Marga, volume kendaraan yang memakai ruas Purbaleunyi (Padalarang-Cipularang-Cileunyi) yang menghubungkan Jakarta-Bandung hanya mengkontribusi 5 persen dari total volume. Sedangkan ruas Jagorawi yang menghubungkan daerah Jakarta dan Bogor saja mengkontribusi 15 persen dari jumlah kendaraan Jasa Marga.
Jadi apakah investasi kereta cepat tersebut bisa sebanding dengan manfaat yang diperoleh, di mana nilai investasi yang diajukan China senilai $5,5 miliar dan Jepang $6,2 miliar?
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,65 | 0,56% | 4,26% | 7,54% | 8,69% | 19,21% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.093,4 | 0,43% | 4,43% | 6,99% | 7,44% | 2,54% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,4 | 0,60% | 3,98% | 7,06% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,45 | 0,53% | 3,89% | 6,66% | 7,38% | 17,02% | 40,39% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.270,42 | 0,81% | 3,88% | 6,54% | 7,20% | 20,19% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.