Ekspor ke China Turun, Saham Produsen Batu Bara Semakin Terpuruk
Harga batu bara diperkirakan terus turun seiring dengan menumpuknya pasokan
Harga batu bara diperkirakan terus turun seiring dengan menumpuknya pasokan
Bareksa.com - Indeks sektor pertambangan yang turun 2,14 persen hingga sesi pertama hari ini, Kamis 9 Juli 2015 menjadi pemberat utama penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (-1,13 persen). Saham-saham produsen batu bara memang sedang tertekan menyusul turunnya volume ekspor dan melemahnya harga. Selain itu, permintaan dari China juga menurun akibat perlambatan ekonomi di Negara Tirai Bambu tersebut.
Saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO) turun 6,87 persen menjadi Rp610 hingga jeda siang hari ini dengan market cap Rp19,5 triliun. Sementara PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) merosot 6,29 persen menjadi Rp7.075 dan menjadikan market cap Rp16,3 triliun.
Selama setahun terakhir, saham-saham produsen batu bara besar ini memang sudah anjlok. Gambar di bawah menunjukkan saham empat produsen batu bara terbesar nasional mencatatkan penurunan setidaknya 32 persen sejak Juli tahun lalu.
Promo Terbaru di Bareksa
Grafik Pergerakan Harga Saham 4 Produsen Batu Bara Setahun
Sumber: Bareksa.com
Harga saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) anjlok hingga 53,7 persen sejak 9 Juli 2014 hingga kemarin. Penurunan itu diikuti PT Harum Energy Tbk (HRUM) yang turun 50,6 persen dan ADRO yang turun 44,5 persen. Sementara PTBA merosot 32,7 persen.
Hal itu seiring dengan penurunan harga batu bara FOB Newcastle yang mencapai $64,99 per metrik ton pada Mei, turun 15 persen dibanding $76,59 per metrik ton pada Juni tahun lalu. Bahkan, harga batu bara sudah menyentuh level terendah dalam lima tahun yang sempat mencapai $141 per metrik ton pada awal 2011.
Grafik Pergerakan Harga Batu Bara FOB Newcastle
Sumber: Indexmundi
Berdasarkan laporan neraca pembayaran Indonesia (NPI), volume ekspor batu bara pada triwulan pertama 2015 memang menurun 6,9 persen dibanding volume pada periode sama tahun lalu (yoy). Turunnya volume ekspor batu bara dipengaruhi oleh penurunan ekspor tujuan China (-36,4 persen yoy) dan Jepang (-2,3 persen yoy).
Dalam publikasi Bank Indonesia tersebut, dijelaskan bahwa penurunan ekspor batu bara ke China disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang melambat, dan sulitnya pengusaha mencari pinjaman bank akibat meningkatnya kredit bermasalah di negara tersebut.
"Menurunnya permintaan batu bara China pada gilirannya berdampak pada penurunan harga batu bara dunia. Turunnya permintaan maupun harga ekspor menyebabkan nilai ekspor batu bara turun 17,6 persen (yoy)," tulis publikasi tersebut.
Stanley Liong, analis Macquarie Capital dalam risetnya juga menyebutkan bahwa harga batu bara sedang dalam tren penurunan seiring dengan menumpuknya pasokan dari dua produsen terbesar global, yaitu Indonesia dan Australia. Pada saat bersamaan, China yang selama ini merupakan konsumen besar justru mengurangi impornya untuk menyeimbangkan keadaan ekonominya.
Namun, India muncul menjadi penyelamat untuk pembelian batu bara thermal global untuk sementara.
"Tim Komoditas Global kami memproyeksikan impor China akan turun 25 persen per tahun selama 2014 hingga 2019," tulis Stanley Liong dalam riset yang sudah dibagikan kepada nasabah. "Namun, penurunan 25 persen per tahun itu masih bullish bila dibandingkan impor kuartal pertama tahun ini yang anjlok 50 persen yoy."
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor ke China sendiri selama lima bulan pertama tahun ini sudah turun 29,27 persen menjadi $5,41 miliar dibanding periode yang sama tahun lalu senilai $7,65 miliar. Bersamaan dengan penurunan ekspor ke China, BPS mencatat pertumbuhan ekspor ke India terutama ditopang oleh kenaikan ekspor batu bara (46,2 persen dari total ekspor ke negara tersebut).
Selain itu, riset Macquarie juga menyebutkan bahwa permintaan domestik Indonesia dapat meningkat seiring dengan berjalannya pembangunan proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt selama lima tahun. Meskipun proyek itu hanya bisa terwujud 40 persen pada 2019, Macquarie memperkirakan ada tambahan permintaan batu bara thermal sebesar 30 juta hingga 32 juta metrik ton per tahun. Angka tambahan itu setara dengan 8 persen produksi pada 2014.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.385,6 | 0,21% | 4,12% | 7,77% | 8,02% | 19,27% | 38,33% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,56 | 0,20% | 4,14% | 7,20% | 7,44% | 2,99% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.085,51 | 0,57% | 4,03% | 7,67% | 7,80% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.854,58 | 0,55% | 3,90% | 7,24% | 7,38% | 17,49% | 40,84% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.288,82 | 0,81% | 4,14% | 7,41% | 7,53% | 19,89% | 35,81% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.