Kementerian Komunikasi Vs Bakrie Telecom (BTEL). Kominfo Minta BTEL Lunasi Utang
Jika PK Kementerian dikabulkan MA, restrukturisasi utang Bakrie Telecom dapat dibatalkan
Jika PK Kementerian dikabulkan MA, restrukturisasi utang Bakrie Telecom dapat dibatalkan
Bareksa.com – Penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) berbuntut panjang.
Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai salah satu kreditor preferen perusahaan telekomunikasi milik grup Bakrie keberatan atas langkah perusahaan memasukkan tagihan Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi senilai Rp1,2 triliun dalam program restrukturisasi utang BTEL.
Seperti diberitakan, setelah mendapat persetujuan PKPU dari Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, BTEL berencana merestrukturisasi utang senilai $380 juta atau Rp4,6 triliun dengan dua skema, yaitu menukar utang senilai $266 juta dengan 53 persen saham secara bertahap selama tiga tahun dan $144 juta sisanya akan dibayarkan dengan cara mencicil.
Promo Terbaru di Bareksa
Manajemen BTEL menawarkan diskon 20 persen dari harga pasar untuk pemegang obligasi yang melakukan konversi pada tahun pertama. Untuk pemegang obligasi yang ingin melakukan konversi pada tahun kedua, BTEL menawarkan diskon 10 persen. Untuk pemegang obligasi yang menukarkan utangnya menjadi saham pada tahun ke tiga, BTEL menawarkan diskon 5 persen dari harga pasar saat itu.
Untuk kreditor yang tidak mengkonversi utangnya dengan saham, manajemen BTEL menawarkan kupon 1 persen setiap tahunnya yang dikapitalisasi setelah periode likuiditas dan dilunasi saat jatuh tempo. (Baca juga: Minta Kreditor Merestrukturisasi Utang. Ada Apa dengan Grup Bakrie?)
Ternyata utang yang direstrukturisasi itu termasuk utang BHP frekwensi kepada Kominfo. Kini Kementerian Komunikasi dan Informatika sudah mengajukan peninjauan kembali restrukturisasi utang BTEL tersebut ke Mahkamah Agung (MA).
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara pun sudah meminta manajemen BTEL melunasi utang pokok beserta denda Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi radio, BHP Telekomunikasi, dan BHP kontribusi Universal Service Obligation (USO) itu secepatnya.
Grafik Total Utang PNBP Bakrie Telecom Periode 2010-2015
Sumber: Kemenkominfo, diolah Bareksa
Kepala Sub Bagian Penelaahan dan Bantuan Hukum Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kominfo Fauzan Riyadhani mengungkapkan utang atas penggunaan frekuensi ini tidak bisa direstrukturisasi karena posisinya sama dengan utang pajak.
“Pemerintah seharusnya ditempatkan sebagai kreditor preferen yang pembayaran utangnya lebih didahulukan untuk dilunasi. Dasar hukumnya Undang-Undang No.20 Tahun 1997 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP),” kata Fauzan kepada Bareksa di Jakarta, Selasa 7 Juli 2015. ”Beda halnya dengan kreditor lain yang posisinya kreditor konkruen (kredit yang tidak mempunyai hak pengambilan pelunasan terlebih dulu), sehingga dapat dilakukan restrukturisasi.”
Menurut Fauzan, BTEL diharuskan melunasi seluruh kewajibannya dan denda administrasi sebesar 2 persen setiap bulannya, dengan jangka waktu paling lama 24 bulan dari jumlah kekurangan tersebut.
Fauzan menjelaskan selain mengajukan PK, Kominfo juga telah mengirimkan surat pemberitahuan kepada manajemen BTEL agar status utang mereka diubah dan tidak disertakan dalam proses restrukturisasi. “Kalau mereka (manajemen BTEL) setuju, maka PK akan kami cabut.”
Penasihat restrukturisasi BTEL Joel Hogarth dalam keterangannya kepada media kemarin mengungkapkan BTEL tidak diharuskan memisahkan utang kepada pemerintah dari proses restrukturisasi. Alasannya, setiap kreditor memiliki hak yang sama.
“Tidak ada kewenangan hukum bagi mereka (pemerintah) untuk diperlakukan sebagai kreditur yang berbeda,” ungkap Joel seperti dilansir Reuters.
Penyelesaian Langsung dengan Kominfo Menjadi Opsi Terbaik untuk BTEL
Menurut Muhammad Iskandar, pengacara senior dari kantor Lawyer Paproeka and Partners, sebaiknya BTEL cepat melakukan pembicaraan langsung dengan Kominfo. Alasannya, akan berat bagi Bakrie Telecom untuk melawan pemerintah (Kominfo) di persidangan MA nanti.
"Tidak mungkin utang PNBP ini direstrukturisasi karena itu utang kepada negara, seperti halnya utang pajak. Beda halnya kalau utang personal (pribadi)," ujar Iskandar.
Selain itu, jika ternyata nantinya MA memenangkan PK dari Kominfo, maka seluruh restrukturisasi utang BTEL dipastikan akan batal. "Nanti yang rugi BTEL sendiri."
Bukan kali ini saja kreditor salah satu perusahaan grup Bakrie yang bergerak di bidang telekomunikasi ini protes atas kebijakan yang dibuat oleh manajemen BTEL. Sebelumnya, sebanyak 25 persen kreditor BTEL juga sempat komplain karena merasa tidak ikut dilibatkan dalam pengambilan keputusan terkait PKPU utang BTEL. (pi)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.