Wajib Transaksi Rupiah Di Dalam Negeri; Bisakah Rupiah Menguat?
Kebijakan yang sudah dikeluarkan 2011 ini implementasinya tidak kunjung diterapkan
Kebijakan yang sudah dikeluarkan 2011 ini implementasinya tidak kunjung diterapkan
Breksa.com - Mandatori kewajiban menggunakan rupiah patut di apresiasi. Pasalnya kebijakan seperti ini sudah ada sejak tahun 2011 namun tidak pernah benar-benar ditegakan. Kebijakan yang mewajibkan penggunaan rupiah dalam transaksi domestik baik kas maupun non kas ini, mulai diberlakukan oleh Bank Indonesia (BI) sejak 1 Juli 2015.
Analis Deutsche Bank dalam riset yang telah disampaikan kepada nasabah menyambut baik penegakan aturan yang tidak kunjung diterapkan setelah bertahun-tahun.
"It’s encouraging though to see that finally Government can put into effect mandatory use of Rupiah which in the past was only a premise without realization," kata analis Deutsche Bank dalam risetnya.
Positifnya lagi, kebijakan ini diterapkan saat rupiah sedang dalam kondisi yang kurang baik. Sebagaimana diketahui, sejak awal tahun sampai kemarin (2/7) rupiah melemah 7,6 persen menembus level Rp13.327 per dolar.
Dalam hal pelemahan yang terjadi, sebenarnya pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) sudah melakukan berbagai upaya. Salah satunya adalah dengan intervensi ke pasar keuangan. Sejak awal tahun 2015 BI sudah melepas cadangan devisa untuk membeli surat berharga di pasar keuangan guna meningkatkan jumlah dolar yang beredar di pasar.
Hal ini tercermin dari posisi cadangan devisa selama kuartal I-2015 stagnan di posisi $111 miliar dibanding kuartal IV-2014. Padahal pada kuartal I-2014 cadangan devisa tumbuh 3,2 persen dibanding kuartal IV-2013.
Selain intervensi, pemerintah juga berupaya memperbaiki neraca berjalan. Perbaikan neraca dilkaukan dengan menekan impor BBM di kuartal I-2015.
Grafik: Penurunan Cadangan Devisa Q1 2015
sumber: BPS, bareksa.com
Grafik: Penurunan Impor Migas
sumber:BPS, bareksa.com
Tetapi upaya-upaya tersebut seolah tidak mampu membendung jebloknya nilai tukar. Dengan kondisi ini, gubernur BI Agus Martowardojo menekankan bahwa lemahnya rupiah lebih disebabkan faktor global. Agus, pada Senin 22 Juni 2015 di Jakarta, menjelaskan kondisi rupiah saat ini sedang tertekan oleh fenomena "super dolar".
Selain itu, data bareksa menunjukan bahwa permintaan dolar di kuartal II memang biasanya mengalami peningkatan karena sejumlah emiten besar membagikan deviden, sementara sebagian saham perusahaan-perusahaan yang tercatat di bursa juga dimiliki oleh investor asing. Alhasil, sebagian dividen yang dibayar emiten perlu dikirimkan ke luar negeri. (baca juga:Dua Hal Ini Yang Sebabkan Rupiah Sentuh Rp13.300/$; Kapan Akan Kembali Menguat?)
Hal lain diungkapkan Ekonom Faisal Basri dalam bognya faisalbasri01.wordpress.com. Faisal menyebutkan bahwa terjadinya pelemahan rupiah disebabkan adanya krisis kepercayaan terhadap pemerintah dan BI.
"Diduga pemilik dollar AS tidak menukarkan dollarnya ke rupiah karena motif berjaga-jaga. Pemilik dollar khawatir merugi kalau nanti mereka butuh dollar harus membeli dengan kurs yang lebih tinggi lagi," katanya dalam posting blog tanggal 21 Juni 2015.
Bagaimana kewajiban rupiah dapat menguatkan nilai tukar?
Deutsche Bank dalam risetnya mengungkapkan bahwa penerapan kebijakan ini dalam jangka panjang dapat meningkatkan supply (penawaran) dolar di pasar domestik. Hal ini bisa terjadi karena transaksi di dalam negeri yang sebelumnya menggunakan dolar -- sewa apartemen, biaya sekolah internasional, dll -- akan beralih ke rupiah. Artinya, kebutuhan akan dolar di dalam negeri bisa berkurang.
Sebagaimana hukum supply-demand yang berlaku, ketika supply meningkat maka harga akan mengalami penurunan. Dalam hal ini jika supply dolar meningkat, maka harga yang harus dibayar untuk membeli dolar akan turun.
Dalam penerapannya, peraturan ini masih mengecualikan beberapa hal diantaranya: Transaksi yang berhubungan dengan implementasi APBN, pemberian Hibah dari luar negeri, transaksi komersial internasional (ekspor-impor barang dan jasa), simpanan bank dalam valuta asing, transaksi pembiayaan internasional, serta transaksi dalam mata uang asing yang dilakukan berdasarkan hukum dan peraturan yang berlaku.
Lebih lanjut, Deutsche Bank berpendapat bahwa resiko utama pelemahan rupiah saat ini datang dari arus keluar dana asing di pasar modal. (baca juga:Kekhawatiran Yunani Picu Keluarnya Dana Asing? Ini Datanya) (np)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah | 1.380,2 | 1,09% | 5,00% | 7,35% | 8,50% | 19,34% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.090,33 | 0,49% | 5,21% | 6,68% | 7,14% | 2,71% | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.838,73 | 0,53% | 3,93% | 6,33% | 7,43% | 17,20% | 39,76% |
STAR Stable Amanah Sukuk | 1.075,71 | 0,66% | 3,97% | 6,69% | - | - | - |
Insight Renewable Energy Fund | 2.259,31 | 0,74% | 3,72% | 6,02% | 7,00% | 19,69% | 35,52% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.