Dibalik Serapan Belanja Negara Yang Rendah, Pemerintah Genjot Transfer Daerah
Realisasi penyerapan anggaran belanja K/L baru 21,5% dari target atau lebih rendah dibandingkan realisasi tahun lalu
Realisasi penyerapan anggaran belanja K/L baru 21,5% dari target atau lebih rendah dibandingkan realisasi tahun lalu
Bareksa.com – Lemahnya penerimaan pajak serta rendahnya pengeluaran pemerintah menjadi poin negatif kinerja keuangan negara hingga tengah tahun pertama tahun ini. Tetapi berita baiknya penyerapan transfer daerah tinggi sehingga bisa menopang kinerja ekonomi daerah. Selain itu adanya ruang yang cukup dalam pembiayaan fiskal jika terjadi defisit.
Realisasi penerimaan negara 1 Januari - 15 Juni 2015 baru 32,5 persen dari target. Lemahnya penerimaan terutama dari sisi pajak pertambahan nilai PPN yang baru meraih 26 persen dari target. Padahal pada periode yang sama tahun lalu perolehan PPN sudah mencapai 34,2 persen dari target. Rendahnya pencapaian PPN menunjukan pelemahan konsumsi masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama 2015 memang melambat menjadi 4,7 persen disebabkan melemahnya sektor komoditas sehingga pendapatan masyarakat mengalami penurunan. (baca juga: Pertumbuhan Ekonomi 4,71%, Terendah Sejak 2009; Investasi Melemah)
Promo Terbaru di Bareksa
Tabel Realisasi Penerimaan Pemerintah per 15 Juni 2014 dan 2015
Sumber: Kemenkeu
Rendahnya pendapatan sebetulnya bukan menjadi masalah yang besar karena pembiayaan masih bisa diperoleh dari utang. Dalam pertemuan dengan Presiden Joko Widodo 20 Mei 2015 lalu, World Bank telah menawarkan pinjaman sekitar $11 miliar.
Yang harus segera digenjot pemerintah justru ke belanja pemerintah untuk menstimulasi konsumsi masyarakat yang rendah. Realisasi penyerapan anggaran belanja pemerintah hingga tanggal 15 Juni memang sudah mencapai 27,9 persen dari target, hanya turun sedikit dari tahun sebelumnya 32,3 persen.
Tetapi realisasi anggaran K/L baru 21,5 persen dari target. Persoalan klise yakni administratif dan birokrasi menjadi pengganjal langkah pemerintah menggenjot sektor infrastruktur yang dibiayai dari anggaran K/L. (Baca juga: Analis Ragukan Janji Jokowi Genjot Infrastruktur, Kenapa?)
Tabel Penyerapan Anggaran per 15 Juni 2014 dan 2015
Sumber: Kemenkeu
Menanggapai hal ini, Staff Ahli Wakil Presiden Wijayanto Samiran mengungkapkan rendahnya penyerapan anggaran K/L bisa menghambat pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua yang sebelumnya diproyeksi bakal membaik.
“Dengan rendahnya realisasi tersebut, pertumbuhan kuartal kedua akan sedikit tertekan mendekati level pertumbuhan pada kuartal pertama,” ujar Wijayanto kepada Bareksa.
Padahal, proyek pembangunan infrastruktur digadang-gadang dapat mendorong perekonomian di kuartal kedua untuk bisa dapat mencapai target akhir tahun di angka 5,7 persen.
Ekonom senior Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menuding rendahnya penyerapan anggaran belanja pemerintah bisa turut melemahkan konsumsi masyarakat. Selain itu, honor jutaan pegawai negeri ikut tertahan akibat seretnya belanja pemerintah. Faisal mengungkapkan bahwa honor sertifikasi guru dan dosen hingga bulan Mei belum dibayar.
“Ketimbang membebaskan Pajak Penambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM) barang konsumsi mewah, lebih baik pemerintah mempercepat pembayaran yang menjadi hak pegawai negeri dan pegawai honorer,” ujar Faisal dalam blognya.
Presiden Joko Widodo sebetulnya telah meminta para Menteri di kabinetnya agar segera mempercepat realisasi penyerapan anggaran, terutama proyek pembangunan infrastruktur. Tetapi yang paling cepat realisasinya berasal dari transfer dana ke daerah dan desa berdasarkan data Kementerian Keuangan.
Realisasi transfer ke daerah meningkat menjadi 42,8 persen dari target -- ditopang peningkatan dari dana perimbangan. Tentunya ini menjadi sentimen positif mengingat dana perimbangan ini bisa memberikan stimulus infrastruktur di daerah untuk menjembatani proyek dari pemerintah pusat yang masih berjalan lambat.
Tabel Realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa per 15 Juni 2014 dan 2015
Sumber: Kemenkeu
***
Diluar lambatnya serapan belanja pemerintah, ada juga kekhawatiran mengenai lonjakan realisasi subsidi untuk bahan bakar minyak (BBM), gas (LPG) dan bahan bakar nabati (BBN) menjadi 57,8 persen dari target dibanding periode yang sama tahun sebelumnya 40,9 persen. Tetapi jika dilihat secara nominal nilai subsidi tersebut turun 46,5 persen, artinya pemerintah cukup berhasil menurunkan anggaran ini.
Memang dalam APBNP-2015, subsidi BBM, LPG dan BBN dipotong hampir setengahnya dari anggaran tahun lalu menjadi Rp212,1 triliun. Sehingga ini menjadi tantangan bagi pemerintahan Jokowi dalam merealisasikan anggaran tersebut.
Sentimen positif lainnya juga berasal dari realisasi pendanaan dari luar negeri yang menunjukan penarikan pinjaman dari luar negeri baru Rp2,6 triliun atau 5,3 persen dari target. Justru pada periode ini pemerintah telah melakukan pembayaran hingga Rp27,8 triliun atau 43,3 persen dari target.
Hal ini mengindikasikan sektor pembiayaan negara masih aman sehingga jika defisit anggaran membengkak untuk merealisasikan program-program terutama di bidang infrastruktur, pemerintah masih memiliki ruang gerak yang cukup guna membiayai defisit tersebut. (np)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,65 | 0,56% | 4,26% | 7,54% | 8,69% | 19,21% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.093,4 | 0,43% | 4,43% | 6,99% | 7,44% | 2,54% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,4 | 0,60% | 3,98% | 7,06% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,45 | 0,53% | 3,89% | 6,66% | 7,38% | 17,02% | 40,39% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.270,42 | 0,81% | 3,88% | 6,54% | 7,20% | 20,19% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.