Proyek Giant Sea Wall Ditunda Pemerintah; Apa Kata APLN dan Intiland?
Saham kedua emiten properti itu hari ini turun diterpa isu penundaan pembangunan Giant Sea Wall.
Saham kedua emiten properti itu hari ini turun diterpa isu penundaan pembangunan Giant Sea Wall.
Bareksa.com - Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dikabarkan akan menunda kelanjutan proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD). Hal ini akan berpengaruh terhadap pengembang properti termasuk PT PT Intiland Development Tbk (DILD) dan PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) yang memiliki proyek reklamasi di daerah yang terletak di Utara Jakarta tersebut
Seperti diberitakan, Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil KKP Sudirman Saad mengatakan keputusan ini diambil dalam pertemuan yang dilakukan dengan Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil pada akhir pekan lalu. Sudirman mengatakan pihaknya juga diminta mengumpulkan para ahli maritim untuk mengevaluasi program tanggul raksasa tersebut.
Menanggapi kebijakan itu, Sekretaris Perusahaan PT Intiland Development Tbk (DILD) Theresia Rustandi menjelaskan bahwa proyek tembok raksasa tersebut merupakan proyek yang terpisah dengan reklamasi yang dilakukan oleh Intiland dan beberapa emiten lainnya.
Promo Terbaru di Bareksa
"Kalau yang sejauh kami tau, pengertian Giant Sea Wall itu adalah bagian dari NCICD," katanya kepada Bareksa.com 13 April 2015.
Ia melanjutkan, dalam proyek raksasa ini memang ada reklamasi pulau. Namun wewenang mengenai reklamasi pulau ini berada pada pemerintah provinsi. Adapun proyek yang akan ditunda sementara adalah tanggul terluar untuk mengatasi air laut masuk ke area Jakarta. (Baca Juga: Panjang Giant Sea Wall Bertambah, Biaya Rp12 Triliun Masih Dikaji)
"Jadi ini dua fase yang berbeda," katanya.
Theresia menambahkan, untuk proses reklamasi payung hukumnya juga sudah cukup kuat karena berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 52/1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Peraturan yang dibuat pada era Presiden Soeharto ini membentengi proses reklamasi 17 pulau tersebut.
Senada dengan Theresia, PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) juga menyatakan bahwa proyek yang ditunda oleh pemerintah pusat bukanlah proyek yang sedang mereka kerjakan saat ini. Perseroan telah memegang izin dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan penggundukan tanah di wilayah pantai alias reklamasi.
"Sepanjang yang saya tahu, proyek Giant Sea Wall tidak ada hubungannya dengan reklamasi 17 pulau," kata Corporate Secretary APLN, Justini Omas ketika dihubungi oleh Bareksa.com.
Justini melanjutkan, reklamasi 17 pulau ini merupakan tanggul laut seri A. Adapun pembangunan NCICD termasuk dalam pembangunan tanggul laut seri B dan C. (Baca Juga: Gubernur Ahok Vs Menteri Susi dan Nasib Megaproyek Pluit City - Agung Podomoro)
Berita mengenai kebijakan penundaan megaproyek tersebut menjadi sentimen negatif bagi kedua emiten tersebut di bursa saham. Hingga pukul 14.30 kedua saham properti tersebut masih harus berjuang keluar dari zona merah.
APLN hari ini dibuka pada Rp440 lebih rendah dari penutupan sebelumnya di Rp446. Saham APLN harus turun ke angka 428, turun 18 poin atau 4,04 persen. Senada dengan APLN, saham DILD juga tersayat cukup dalam hingga 4,72 persen. Saham DILD turun 30 poin menjadi 605. (Baca juga: STOCK MOVERS: Penundaan Giant Sea Wall Lengserkan Harga Saham APLN dan DILD)
Seperti diberitakan, keputusan ini diambil karena pemerintah ragu dengan keefektifan program yang sudah dimulai semenjak tahun 1995 ini. Selain itu pemerintah juga heran dengan cara yang dilakukan pemerintah daerah untuk mengendalikan banjir.
"Proyek NCDCD dibuat untuk mengatasi banjir di Jakarta. Namun kenapa mereka mencoba memcahkan masalah banjir dengan membangun gedung properti," kata Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil KKP Sudirman Saad dikutip dari Jakarta Post.
Sudirman juga mengatakan dua daerah lain yang terlibat dalam proyek ini yakni Jawa Barat dan Tangerang juga sudah menyampaikan pendapat mereka terhadap proyek ini. Mereka juga menolak untuk memasok pasir laut untuk proyek tersebut.
Ia juga menyebutkan berdasarkan Peraturan Pemerintah No.26/2008, perizinan mengenai reklamasi harus dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan ataupun Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama mengatakan jika dihitung, Pemprov dapat mengelola tujuh hingga sembilan pulau dari total 17 pulau yang akan direklamasi. Pemprov DKI, sesuai Keppres mendapatkan bagian 5 persen yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yaitu PT Pembangunan Jaya, PT Jakarta Propertindo, PT Jaya Ancol, dan PT Kawasan Ekonomi Khusus.
Menurut Gubernur yang biasa disapa Ahok ini, para pengembang juga wajib membantu kegiatan Pemprov DKI untuk mengatasi kebanjiran di darat. Pada saat yang sama, Hak Pengelolaan Lahan (HPL) juga masih berada di bawah kepemilikan Pemprov DKI. (hm)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.