Asing Keluar Tapi BI Tambah Kepemilikan SBN, Bagaimana Prospek Pasar Obligasi?
Masih ada peluang yield obligasi negara untuk turun kembali dari nilai saat ini
Masih ada peluang yield obligasi negara untuk turun kembali dari nilai saat ini
Bareksa.com - Pasar obligasi negara mengalami tekanan setelah investor asing keluar, sementara pemerintah akan terus menerbitkan surat utang demi membiayai defisit yang diperkirakan melebar akibat stimulus untuk penanganan Covid-19.
Data Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan mencatat investor asing telah mencatat jual bersih sepanjang tahun berjalan (year to date) hingga 28 April 2020 dengan nilai outflow mencapai Rp139,58 triliun.
Riset Syailendra Capital menunjukkan bahwa kepemilikan investor asing pada obligasi negara Indonesia per April 2020 merupakan yang terendah sejak tahun 2015. Adapun kepemilikan asing telah menurun 7,7 persen dalam setahun terakhir, menjadi di 30,6 persen dari outstanding SBN.
Promo Terbaru di Bareksa
Dari pasar obligasi negara, investor juga telah melepas kepemilikan SBN dengan tenor yang lebih pendek untuk mengurangi risiko. Akibatnya, yield (imbal hasil) surat utang negara (SUN) terpantau naik 55,8 bps secara YTD. Sebagai informasi, yield berbanding terbalik dengan harga obligasi di pasar, sehingga peningkatan yield mengindikasikan harga turun akibat berkurangnya permintaan.
Untuk menyeimbangkan pasar, Bank Indonesia telah memiliki kewenangan untuk menjaga stabilitas pasar dan menjaga yield dengan membeli SBN di pasar perdana. Data yang dikompilasi Syailendra menunjukkan kepemilikan BI pada oblligasi negara naik 6,1 persen dalam setahun terakhir menjadi 14,6 persen.
Grafik Kepemilikan SBN oleh BI
Sumber: Riset Syailendra Capital
Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Keuangan memperkirakan akan menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) pada kuartal kedua hingga keempat tahun ini sebesar Rp856,8 triliun.
Penerbitan SBN ini seiring dengan penambahan pembiayaan untuk pemberian stimulus untuk mitigasi risiko dan dampak ekonomi dari wabah Covid-19. Akibatnya, defisit anggaran negara diperkirakan bisa membengkak menjadi 5 persen.
Chief Investment Officer Syailendra Capital Ahmad Solihin menilai bahwa beban ekonomi ini akan ditanggung APBN sangat berat. Bahkan, dia memperkirakan defisit anggaran bisa lebih besar daripada yang diproyeksikan pemerintah.
"Budget defisit diperkirakan pemerintah 5 persen, saya rasa lebih, bisa 7-8 persen dari PDB. Penerimaan pajak pasti turun, penerimaan migas juga turun karena harga minyak yang rendah. Meski pengeluaran juga turun, kalau tidak ada penerimaan tentu defisit bisa melebar," ujar Solihin dalam Webinar Syailendra, 14 Mei 2020.
Bila melihat dari kacamata investor obligasi, peningkatan supply (pasokan) dari penerbitan SBN sementara permintaan belum kembali bisa menekan harga obligasi. "Pemerintah menerbitkan SBN, apakah laku? Laku nggak laku yang beli BI bank sentral kita. Tetapi ini bukan hanya di Indonesia, seluruh negara di dunia ini juga melakukannya," kata Solihin.
Pria yang biasa disapa Ollie ini menjelaskan setidaknya ada tiga argumen yang bisa mendorong atau menekan pasar obligasi saat ini. Pertama, ekonomi global akan melambat akibat Covid-19. Stimulus yang dicanangkan oleh negara-negara menentukan kembalinya pertumbuhan ekonomi.
Kedua, Arus keluar investor asing cukup signifikan. Namun, intervensi BI akan membantu menjaga kestabilan imbal hasil obligasi.
Ketiga, pasar masih mencoba mengestimasi dampak kenaikan defisit anggaran menjadi 5 persen selama beberapa tahun ke depan terhadap level imbal hasil obligasi pemerintah dalam jangka waktu menengah.
Bagaimana nilai pasar wajar untuk obligasi negara?
Dengan menggunakan asumsi nilai pasar wajar Rupiah di Rp14.800 – 15.400 per dolar AS dan rasio defisit terhadap PDB sebesar 5,1 persen, Syailendra memperkirakan nilai wajar imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun di 7,7 – 8,3 persen. Artinya, masih ada peluang yield obligasi negara untuk turun kembali dari nilai saat ini.
Grafik Yield SBN Tenor 10 Tahun dan Porsi Kepemilikan Asing
Sumber: Riset Syailendra Capital
"Volatilitas pasar obligasi akan tetap tinggi dalam beberapa bulan ke depan. Namun, imbal hasil tenor 10 tahun sudah cukup fairly valued. Kami merekomendasikan durasi netral untuk portofolio obligasi," kata Ollie.
Sementara itu, Direktur & CIO Fixed Income Manulife Aset Manajemen Indonesia, Ezra Nazula, menilai bahwa peluang berinvestasi di pasar obligasi saat ini masih sangat besar. Apalagi dengan menurunnya porsi asing, investor domestik bisa memanfaatkannya untuk masuk.
"Sebenarnya hal ini merupakan sentimen positif untuk pasar obligasi dengan adanya diversifikasi kepemilikan dan support lokal yang lebih besar untuk pasar," ungkapnya.
Ke depan, tren kepemilikan asing dapat kembali naik dengan kondisi global yang membaik atau recovery. Namun, menurut Ezra, katalis yang lebih penting dicermati adalah support dari investor lokal untuk terus menopang pasar obligasi.
Hal itu sejalan dengan keinginan pemerintah agar partisipasi lokal meningkat sehingga, ketergantungan kepada asing tidak terlalu besar mengingat asing dapat keluar masuk dalam waktu yang singkat.
Untuk itu, dia melihat saat ini adalah momentum yang tepat bagi investor lokal masuk ke pasar SBN, mengingat suku bunga dan imbal hasil dunia saat ini berada di level rendah. Di sisi lain, yield yang ditawarkan oleh obligasi Indonesia masih relatif tinggi atau sekitar 700+ basis poin (bps) atau di atas US Treasury.
Menurut Ezra, setidaknya ada enam hal yang membuat obligasi Indonesia menarik saat ini. Pertama, tekanan aksi jual mulai mereda. Kedua, stabilisasi rupiah mulai terlihat, dan diprediksi bertahan di kisaran Rp15.000 per dolar AS.
Ketiga, stimulus fiskal dan moneter akan mengangkat sentimen pasar. Keempat selisih imbal hasil obligasi Indonesia dan AS (US Treasury) sangat lebar, sehingga menjadikannya menarik di mata investor. Kelima, kepemilikan asing atas obligasi domestik sudah sangat rendah, sehingga ada potensi asing untuk kembali masuk dan mendorong pasar obligasi.
Terakhir, dukungan rezim suku bunga rendah global menjadikan obligasi pilihan menarik. Maka, Ezra memperkirakan target imbal hasil obligasi pemerintah akan kembali turun, yang menggambarkan harga obligasi menarik di pasar.
"Target imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun pada 2020 di kisaran 6,5-7,0 persen," katanya.
***
Ingin berinvestasi sekaligus bantu negara?
SBN untuk ritel hanya bisa dipesan online selama masa penawaran saja di Bareksa. Belum memiliki akun Bareksa tetapi ingin berinvestasi SBN? Segera daftar di sbn.bareksa.com sekarang, gratis hanya dengan menyiapkan KTP dan NPWP. Baca panduannya di sini.
Bagi yang sudah pernah membeli SBR, ORI atau Sukuk di Bareksa sebelumnya, Anda bisa menggunakan akun di sbn.bareksa.com untuk memesan SBN.
Bila sudah memiliki akun Bareksa untuk reksadana sebelumnya, segera lengkapi data Anda berupa NPWP dan rekening bank yang dimiliki.
Kalau belum punya NPWP, tapi mau beli SBN? Kita juga bisa meminjam NPWP punya orang tua atau suami.
PT Bareksa Portal Investasi atau bareksa.com adalah mitra distribusi resmi Kementerian Keuangan untuk penjualan Surat Berharga Negara (SBN) ritel secara online. Selain proses registrasi dan transaksi sangat cepat dan mudah, Anda juga dapat memantau investasi Anda dari mana saja dan kapan saja.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,65 | 0,56% | 4,26% | 7,54% | 8,69% | 19,21% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.093,4 | 0,43% | 4,43% | 6,99% | 7,44% | 2,54% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,4 | 0,60% | 3,98% | 7,06% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,45 | 0,53% | 3,89% | 6,66% | 7,38% | 17,02% | 40,39% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.270,42 | 0,81% | 3,88% | 6,54% | 7,20% | 20,19% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.