Berita Hari Ini : Hensel Davest, Perusahaan Fintech Pertama yang akan IPO
Kresna Sekuritas kantongi 3 mandat IPO, GIAA ajukan banding putusan Federal Court Australia, lelang SUN Rp54,7 triliun
Kresna Sekuritas kantongi 3 mandat IPO, GIAA ajukan banding putusan Federal Court Australia, lelang SUN Rp54,7 triliun
Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting di pasar modal dan aksi korporasi yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Rabu, 19 Juni 2019 :
PT Hensel Davest Indonesia Tbk
PT Hensel Davest Indonesia Tbk akan menjadi perusahaan financial technology (tekfin) pertama yang akan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia lewat penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO).
Promo Terbaru di Bareksa
Perusahaan yang bergerak dibidang pengembangan aplikasi perdagangan melalui internet (e-commerce) serta pendistribusian produk digital tersebut akan menawarkan sebanyak-banyaknya 381,17 juta saham atau 25 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh dengan nilai nominal Rp100.
Dengan demikian, perseroan bakal meraup dana segar senilai total Rp38,11 miliar. Dalam IPO ini, bertindak sebagai penjamin pelaksana emisi efek yang telah ditunjuk oleh perseroan adalah PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia.
Perseroan dan penjamin pelaksana emisi efek merencanakan periode book building pada periode 17-24 Juni 2019 dan pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia direncanakan pada 12 Juli 2019.
Kresna Sekuritas
Kresna Sekuritas telah mengantongi tiga mandat penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) untuk semester II 2019.
Direktur Utama Kresna Sekuritas Octavianus Budiyanto menyampaikan bahwa dalam waktu dekat ini perseroan akan membawa PT Satyamitra Kemas Lestari Tbk. untuk menjadi perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia.
“Semester II 2019, kami ada 3 IPO lagi. Terdekat ini akan ada IPO dari produsen karton logistik. Berikutnya ada satu perusahaan manufaktur, dan dua perusahaan digital,” kata Ocky di Jakarta, Senin (17/6/2019).
Dirinya menjelaskan, dari 3 calon emiten yang akan mendaftar pada paruh kedua tahun ini ada yang menggunakan buku April dan diharapkan bisa masuk pada Oktober serta dua perusahaan menggunakan buku Maret yang diharapkan bisa masuk pada September.
Adapun total dana yang diincar memiliki kisaran yang cukup besar. Ocky menyampaikan, dari perusahaan manufaktur yang akan IPO menargetkan dana segar sekitar Rp1 triliun.
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA)
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. sejak mengajukan banding atas putusan Federal Court Australia yang menjatuhkan denda kepada perseroan sekitar 19 juta dolar Australia.
Dalam keterbukaan informasi di laman Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (18/6/2019), Direktur Human Capital Garuda Indonesia Heri Akhyar mengatakan Federal Court of Australia telah menjatuhkan putusan terkait dengan denda perkara kartel kargo maskapai yang terbang ke Australia pada 30 Mei 2019.
Putusan Federal Court of Australia, lanjut dia, yakni menghukum perseroan membayar denda senilai 19 juta dolar Australia serta membayar biaya perkara penggugat dalam 28 hari sejak putusan dijatuhkan.
Heri menyebut dengan adanya putusan itu perseroan berhak mengajukan banding atau appeal ke pengadilan yang lebih tinggi. Waktu yang tersedia bagi perseroan dalam 21 hari sejak putusan dijatuhkan.
“Perseroan sedang mengajukan banding atas putusan denda tersebut,” ujarnya, Selasa (18/6/2019).
Seperti diketahui, Federal Court of Australia juga menjatuhkan denda yang sama untuk Air New Zealand. Keduanya juga harus menanggung biaya yang dikeluarkan oleh Australian Competition & Consumer Commission (ACCC).
Surat Utang Negara (SUN)
Lelang surat utang negara (SUN) perdana setelah Lebaran pada Selasa (18/6) terhitung ramai dengan penawaran masuk Rp54,7 triliun. Dari total penawaran masuk pada tujuh seri surat utang, pemerintah memenangkan Rp24 triliun.
Bid to cover ratio alias rasio penawaran terhadap penjualan pada lelang kali ini 2,28 kali, lebih rendah daripada lelang SUN pada 21 Mei lalu 2,42 kali. Tapi dari sisi nominal, penawaran dan jumlah yang dimenangkan pemerintah pada lelang kali ini lebih besar.
Pada lelang 21 Mei lalu, penawaran masuk mencapai Rp26,2 triliun. Dari total penawaran, pemerintah hanya memenangkan Rp10,8 triliun atau lebih rendah daripada target indikatif Rp15 triliun.
Penawaran masuk terbesar pada lelang kali ini adalah pada seri FR0077 bertenor 5 tahun. Penawaran masuk mencapai Rp19,81 triliun. Dari total penawaran, pemerintah memenangkan Rp5 triliun dengan yield rata-rata tertimbang yang dimenangkan 7,09 persen.
Selanjutnya, seri FR0078 menerima penawaran masuk dari investor Rp 13,36 triliun. Adapun dana yang diserap pemerintah sebanyak Rp7,9 triliun. Surat utang bertenor 10 tahun ini mencatat penyerapan pemerintah terbesar. Yield rata-rata tertimbang yang dimenangkan pemerintah 7,64 persen.
Seri FR0068 yang bakal jatuh tempo di 15 Maret 2034 atau bertenor 15 tahun juga mendapat penawaran masuk yang cukup besar, yakni Rp7,36 triliun. Dari jumlah tersebut, serapan pemerintah mencapai Rp4,9 triliun, dengan yield rata-rata tertimbang yang dimenangkan 7,99 persen.
Sementara, seri SPN12200619 mendapat penawaran masuk sebesar Rp6,31 triliun. Seri yang akan jatuh tempo pada 19 Juni 2020 ini diserap pemerintah sebanyak Rp1,1 triliun, dengan yield rata-rata tertimbang dipatok 5,9 persen.
Adapun untuk seri FR0079 menerima penawaran Rp3,28 triliun. SUN bertenor 20 tahun ini memiliki yield rata-rata tertimbang yang dimenangkan 8,15 persen. Untuk seri ini, Pemerintah berhasil menyerap Rp2,6 triliun.
Sedangkan untuk seri SPN03190919 mendapatkan penawaran sebanyak Rp2,95 triliun. Seri yang bakal jatuh tempo 19 September 2019 ini, memiliki yield rata-rata tertimbang 5,84 persen, di mana dana yang diserap pemerintah mencapai Rp1,5 triliun.
Terakhir, seri yang mendapatkan penawaran terendah yakni Rp1,71 trilun adalah seri FR0076. Meskipun begitu, seri ini menawarkan yield rata-rata tertimbang sebanyak 8,44 persen dengan jatuh tempo 15 Mei 2048. Untuk seri ini, pemerintah hanya menyerap Rp1 triliun.
PT BPD Jateng
PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (BPD Jateng) belum akan merealisasikan rencana untuk melantai di bursa saham atau Initial Public Offering (IPO) tahun ini. Aksi korporasi itu ditargetkan akan dilaksanakan paling cepat tahun depan.
Sebelumnya, Bank Jateng sebelumnya berencana melakukan IPO pada tahun 2018 tetapi kemudian ditunda karena kondisinya tidak tepat. Tahun ini, Bank Jateng juga menilai masih belum tepat karena masih dalam momen tahun politik.
"Kita tunda IPO menunggu momen yang tepat. Kalau tahun ini, pasar belum memungkinkan dan ditambah lagi masih tahun politik. IPO kemungkinan dua tahun lagi atau tahun depan paling cepat," kata Direktur Utama Bank Jateng Supriyatno di Jakarta, Selasa (18/6).
Sementara untuk memperkuat permodalan tahun ini, Bank Jateng masih akan mengandalkan injeksi dari pemegang saham.
(AM)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.