BI7DRR Turun Belum Dongkrak Obligasi, Reksadana Pendapatan Tetap Masih Terdepan
Jika diperhatikan penurunan suku bunga beberapa waktu lalu hampir tidak berdampak pada harga obligasi
Jika diperhatikan penurunan suku bunga beberapa waktu lalu hampir tidak berdampak pada harga obligasi
Bareksa.com - Sejak penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebesar 25 basis poin menjadi 5,25 persen pada Kamis pekan lalu (19/9), terlihat belum terlalu signifikan mendongkrak kinerja pasar obligasi tanah air. Meski begitu, kinerja reksadana pendapatan tetap yang memiliki aset dasar obligasi diprediksi bisa menorehkan kinerja optimal di sisa tahun ini.
Secara teori, penurunan suku bunga akan membuat yield obligasi turun dan harga obligasi naik. Namun, jika diperhatikan penurunan suku bunga beberapa waktu lalu hampir tidak berdampak pada harga obligasi.
Sumber: tradingeconomics
Promo Terbaru di Bareksa
Tercatat, sebelum dan sesudah BI menurunkan suku bunga acuannya, posisi yield seri acuan tenor 10 tahun FR0078 stagnan di level 7,2 persen. Jika yield bergerak stagnan, maka harga obligasi juga tidak banyak berubah.
Faktor yang menyebabkan harga obligasi belum naik dikarenakan investor asing masih ragu untuk menginvestasikan dana lebih besar lagi di pasar obligasi domestik, yang salah satu faktornya disebabkan oleh Indonesia yang masih memiliki current account deficit dan budget deficit.
Selain itu, investor asing juga bersikap wait and see menantikan pembentukan kabinet baru. Di sisi lain investor domestik sudah banyak masuk di pasar obligasi. Tak heran bila tidak banyak perubahan harga obligasi yang terjadi setelah BI memangkas suku bunga acuannya.
Kemudian faktor eksternal seperti perang dagang dan geopolitik memberi sentimen negatif pada pasar obligasi. Belum lagi, ada hal yang lebih serius, yaitu perlambatan pertumbuhan ekonomi global.
Teranyar, dalam laporan proyeksi ekonomi interim edisi September yang dipublikasikan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) pada Kamis (19/09/2019) menyatakan bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia dipangkas dari yang sebelumnya 3,2 persen menjadi hanya 2,9 persen di 2019. Sementara, proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia untuk 2020 juga diturunkan dari 3,4 persen menjadi 3 persen.
Kepala Ekonom OECD Laurence Boone menjelaskan, pertumbuhan ekonomi dunia semakin rentan dan diliputi ketidakpastian akibat tensi perdagangan yang terus meningkat. Ketegangan perdagangan global menimbulkan kontraksi perdagangan, menurunkan keyakinan investasi, menimbulkan ketidakpastian kebijakan, serta membebani pasar finansial dengan sentimen risiko.
Kinerja Reksadana Pendapatan Tetap Masih yang Terdepan
Sumber: Bareksa
Berdasarkan indeks reksadana Bareksa, sejak awal tahun hingga penutupan Senin (23/09/2019), reksadana pendapatan tetap masih menjadi juara dengan kenaikan 7,18 persen year to date (YtD).
Adapun di urutan kedua ditempati oleh reksadana campuran dengan 4,04 persen YtD, lalu di urutan ketiga ditempati oleh reksadana pasar uang dengan 3,76 persen YtD, dan terakhir ditempati oleh reksadana saham dengan -4,2 persen YtD.
Sebagai informasi, reksadana adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.
Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.
Reksadana pendapatan tetap adalah jenis reksadana yang menginvestasikan sekurang-kurangnya 80 persen dari asetnya dalam bentuk efek utang atau obligasi. Obligasi atau surat utang ini bisa yang diterbitkan oleh perusahaan (korporasi) maupun obligasi pemerintah.
Tujuannya untuk menghasilkan tingkat pengembalian yang stabil. Risikonya relatif lebih besar daripada reksadana pasar uang tetapi lebih moderat dibandingkan saham sehingga cocok untuk jangka waktu 1 sampai 3 tahun.
Karena itu, reksadana ini cocok untuk investor bertipe konservatif (risk averse), yaitu tipikal investor yag lebih menyukai instrumen investasi yang aman dan takut jika pokok investasi (modal awal) akan berkurang. Selain itu, tipe investor ini juga merasa nyaman dengan instrumen investasi yang imbal hasilnya tidak terlalu besar tetapi bergerak stabil.
(KA01/AM)
***
Ingin berinvestasi di reksadana?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,65 | 0,56% | 4,26% | 7,54% | 8,69% | 19,21% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.093,4 | 0,43% | 4,43% | 6,99% | 7,44% | 2,54% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,4 | 0,60% | 3,98% | 7,06% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,45 | 0,53% | 3,89% | 6,66% | 7,38% | 17,02% | 40,39% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.270,42 | 0,81% | 3,88% | 6,54% | 7,20% | 20,19% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.