Sri Mulyani Pangkas Pajak Obligasi, Apa Dampak ke Reksadana Pasar Uang?
Deposito masih dibutuhkan untuk kebutuhan jangka pendek
Deposito masih dibutuhkan untuk kebutuhan jangka pendek
Bareksa.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akhirnya memberikan harapan kepada industri dengan memberikan insentif. Sri Mulyani mengatakan tarif PPh untuk bunga obligasi akan diturunkan.
"Tarif PPh bunga obligasi untuk infrastruktur ini sudah, akan kami turunkan dari 15 persen menjadi 5 persen. Kemudian, kita masih menunggu dari Pak Menko mengenai berapa jumlah kelompok industri yang akan mendapatkan tax allowance," ujarnya di Jakarta, Rabu (19/6).
Sebagai informasi, PPh bunga obligasi diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Bunga Obligasi. Dalam beleid tersebut, bunga obligasi berbentuk bunga dan/atau diskonto untuk Wajib Pajak (WP) dalam negeri dan Badan Usaha Tetap (BUT) dipatok 15 persen.
Promo Terbaru di Bareksa
Kebijakan pemotongan pajak obligasi korporasi ini ditujukan khusus untuk sektor infrastuktur terlebih dahulu. Dengan kata lain, akan ada sektor lain yang terdampak atas kebijakan ini.
Menurut analisis Bareksa, adanya insentif pajak obligasi di sektor infrastruktur ini akan membuat para manajer investasi berlomba-lomba untuk membuat produk yang semenarik mungkin. Jika insentif pajak untuk obligasi infrastruktur telah diterapkan.
Dampak Penurunan Pajak Obligasi
Nantinya, jika insentif pajak obligasi ini dilakukan secara menyeluruh di semua sektor, salah satu yang akan berdampak adalah industri perbankan, sebab semakin menggiurkannya surat utang dengan pemangkasan pajak bunga akan mengurangi minat orang untuk berinvestasi di deposito yang menyebabkan menurunnya dana pihak ketiga (DPK).
Jika menabung pada deposito (bank) maka pajak atas bunganya ialah 20 persen. Sedangkan jika berinvestasi di surat utang, maka pajak atas imbal hasil atau kupon adalah 5 persen. Dengan begitu, maka lebih kompetitif berinvestasi di obligasi sebab nantinya bayar pajaknya lebih kecil.
Ilustrasinya, misalnya berinvestasi Rp100 juta di deposito dengan tingkat bunga 7 persen per tahun dan obligasi juga memiliki yield yang sama. Maka nantinya investor akan menerima akan menerima bunga setelah pajak deposito Rp5,6 juta, sedangkan imbal hasil obligasi setelah pajak Rp6,65 juta.
Artinya secara tidak langsung akan terjadi perebutan likuiditas antara perbankan dengan surat utang. Obligasi infrastruktur yang menggiurkan ini, bila ramai peminat akan berpotensi membuat yield-nya menurun akibat adanya kenaikan harga obligasi. Saat ini saja, rata-rata yield akhir bulan mei lalu 8 persen, dan ksekarang sudah mulai turun jadi 7,5 persen.
Konsekuensinya, bank harus merespons dengan berupaya membuat produknya menarik, misalnya menaikan suku bunga, namun tidak mudah.
Deposito Masih Dibutuhkan untuk Kebutuhan Jangka Pendek
Di sisi lain menurut analisis Bareksa, baik deposito maupun obligasi mempunyai karakteristik yang berbeda, terutama dari sisi jangka waktu dan likuiditas. Misalkan, ada investor yang mempunyai dana idle hanya untuk tenor 3 bulan dan ingin terhindar dari gejolak pasar, maka investor tersebut masih cenderung memilih instrumen deposito dibanding obligasi.
Sebab perdagangan obligasi yang kurang likuid karena Over The Counter (OTC) dan harga obligasi setiap hari terkena harga mark to market sehingga menyebabkan adanya pergerakan atau fluktuasi asset dari investor tersebut.
Akankah Menguntungkan Reksadana Pasar Uang?
Perlu diingat, perbankan berpeluang untuk menaikkan tingkat suku bunga deposito untuk menyerap dana pihak ketiga (DPK) guna bersaing dengan instrumen pasar modal lainnya termasuk obligasi.
Disisi lain, jika keadaan itu terjadi, tentu akan berdampak positif terhadap prospek reksadana pasar uang. Sebab, reksadana pasar uang merupakan reksadana yang diperuntukkan bagi investor yang mempunyai kebutuhan untuk jangka pendek, yang kurang dari 1 tahun.
Umumnya, mayoritas isi portofolio reksadana pasar uang terdiri dari deposito-deposito perbankan yang dikelola oleh para manajer investasi. Sehingga, jika nantinya kenaikan rate deposito benar terjadi, tentu akan menguntungkan instumen reksadana pasar uang
Jika pajak kembali diturunkan maka bank akan mengalami masalah likuiditas dan kesulitan mencari sumber dana.
"Selain itu bunga kredit menjadi mahal karena sulit dan mahalnya dana pihak ketiga. Akibatnya ekonomi dapat mengalami kelesuan," imbuhnya.
Perlu diketahui, reksadana adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.
Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.
(KA02/AM)
***
Ingin berinvestasi di reksadana?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.