5 Faktor Pendongkrak Yield Obligasi Membaik Jadi 6,14 Persen
Cadangan devisa dan CDS terus mencatatkan rekor
Cadangan devisa dan CDS terus mencatatkan rekor
Bareksa.com – Memasuki tahun 2018, pasar keuangan Indonesia, baik saham maupun obligasi, semakin menarik bagi para investor. Sejumlah data merefleksikan kondisi ekonomi membaik menjadi sentimen positif yang membuat para pelaku pasar optimis menghadapi tahun ini.
Pasar obligasi pun semakin cemerlang, tercermin dari penurunan tingkat imbal hasil yang diharapkan (yield) di Indonesia. Sebagai informasi, yield yang semakin rendah menandakan harga obligasi semakin tinggi yang berarti adanya peningkatan permintaan.
Dalam setahun terakhir, yield obligasi di Indonesia telah turun sebesar 157 basis poin (bps) atau 1,57 persen. Yield obligasi per 4 Januari 2018 sudah turun ke 6,14 persen, dibandingkan dengan 7,71 persen pada setahun sebelumnya. Hal tersebut dapat menggambarkan pasar obligasi yang bullish dalam setahun terakhir.
Promo Terbaru di Bareksa
Grafik : Pergerakan Yield Obligasi Pemerintah Tenor 10 Tahun
Sumber : Bareksa.com
Obligasi pemerintah dengan tenor 10 tahun kami jadikan acuan (benchmark) mengingat obligasi jenis ini termasuk yang paling ramai dan likuid di pasar, sehingga naik turunnya obligasi jenis ini secara tidak langsung menggambarkan keadaan pasar obligasi di Indonesia.
Bareksa menganalisis dan mendapatkan beberapa fakta menarik yang membuat bond yield menguat signifikan di awal tahun ini. Berikut ulasannya:
1. Posisi cadangan devisa kembali mencatat rekor
Posisi cadangan devisa (cadev) Indonesia per akhir tahun 2017 kembali mencatat rekor, yaitu lebih dari US$130 miliar. Jumlah itu naik dibanding posisi akhir November 2017 yang sebesar US$125,97 miliar, berdasarkan data yang disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo.
Menurut analisis Bareksa, salah satu pendorong meningkatnya cadangan devisa di bulan Desember yakni adanya penerbitan global bond yang dilakukan pemerintah sebagai langkah pre-funding sebesar US$4 miliar.
2. CDS Indonesia terus bergerak menurun
Per 4 Januari 2018, credit default swap (CDS) Indonesia berada di level 83,8 atau berada di level terendah dalam 5 tahun terakhir. CDS per Desember 2012 masih berada di level 123,9.
CDS merupakan kontrak swap di mana pembeli melakukan pembayaran ke penjual, dan sebagai imbalannya menerima hak untuk memperoleh pembayaran bila kredit mengalami gagal bayar (default) atau kejadian lain. CDS merupakan indikator yang menggambarkan kemungkinan gagal bayar utang (default) suatu negara; semakin kecil nilainya, semakin kecil juga kemungkinan gagal bayarnya.
3. Defisit anggaran 2017 lebih rendah dibanding perencanaan
Pemerintah mengumumkan realisasi anggaran yang lebih baik, baik dari sisi penerimaan maupun pengeluaran. Meski masih terjadi defisit, angka kekurangan untuk menutupi belanja negara tersebut masih lebih rendah dibandingkan yang direncanakan. Realisasi defisit sementara 2,57 persen, lebih kecil dibandingkan dengan 2,92 persen yang dicanangkan dalam APBNP 2017.
Realisasi defisit yang mengecil pun menjadikan pemerintah mampu berhemat dalam hal pembiayaan. Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan realisasi pembiayaan sebesar Rp364,5 triliun (91,8 persen dari APBNP) yang antara lain mencakup pembiayaan investasi sebesar Rp59,8 triliun (100,0 persen dari APBNP).
(Baca Juga : Ini Rincian Realisasi APBNP 2017 yang Dipaparkan Sri Mulyani)
4. Rupiah menguat di area Rp13.400 per dolar AS
Sepekan pertama di tahun 2018, nilai tukar rupiah terpantau menguat terhadap dolar AS. Faktor kondisi ekonomi nasional yang kuat disinyalir menjadi sentimen positif yang memperkuat nilai rupiah.
Nilai tukar rupiah sempat menembus level di bawah 13.400 per dolar AS pada perdagangan spot hari ini 5 Januari 2018. Sejak penutupan akhir tahun lalu, rupiah sudah terapresiasi hingga 1,1 persen dari level 13.563 per dolar AS.
Adapun berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia, rupiah menguat ke 13.474 per dolar AS pada 4 Januari 2018, dibandingkan dengan 13.548 per dolar AS pada perdagangan di penghujung tahun lalu.
5. Ekpektasi kenaikan peringkat surat utang dari Moody's dan S&P
Pada akhir tahun lalu, Fitch Rating menaikkan peringkat Indonesia satu level (notch) menjadi menjadi BBB dengan prospek stabil Level peringkat tersebut kini sudah berada di atas level investment grade (layak investasi). Upgrade tersebut tentunya juga menjadi daya tarik bagi investor asing ke pasar surat utang Indonesia.
Sementara itu, pelaku pasar menunggu dua lembaga rating lainnya yakni Moody's dan S&P untuk memberikan upgrade pada peringkat utang Indonesia. Jika dugaan ini benar, maka bisa diprediksi sentimen ini dapat memperkuat kepercayaan investor asing untuk masuk ke pasar obligasi Indonesia. (Baca juga: Penawaran Lelang SUN Capai Rp86 Triliun, Lampaui Target Pemerintah)
(hm)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.