BeritaArrow iconPasar ModalArrow iconArtikel

Berita Hari Ini : Integrasi Data Perbankan Molor, Investor Obligasi Tunggu FOMC

Bareksa29 Juli 2019
Tags:
Berita Hari Ini : Integrasi Data Perbankan Molor, Investor Obligasi Tunggu FOMC
Pertemuan FOMC The Fed (www.federalreserve.gov)

Pembiayaan fintech naik hampir 100 persen, arus modal asing tembus Rp192,5 triiliun pada pekan ke-4 Juli

Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting di pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Senin, 29 Juli 2019 :

Lembaga Penjamin Simpanan

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengatakan target implementasi integrasi pelaporan data perbankan dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mundur menjadi tahun depan. Sebelumnya, sistem pelaporan ini ditargetkan rampung pada akhir 2019.

Promo Terbaru di Bareksa

Kepala Kantor Manajemen dan Perumusan Kebijakan LPS, Suwandi, menuturkan manajemen masih mempersiapkan infrastruktur yang dibutuhkan demi menunjang integrasi pelaporan data perbankan. LPS juga masih terus berkoordinasi dengan OJK dan BI.

"Artinya bergeser dikit (targetnya) karena kan perlu persiapan membangun (infrastruktur) di LPS, setelah bank menyampaikan data nanti kami harus melakukan pengolahan segala macam," kata Suwandi di Cirebon, Sabtu (27/7) seperti dikutip CNN Indonesia.

Direktur Group Penanganan Premi Penjaminan LPS Samsu Adi Nugroho menerangkan sistem pelaporan data perbankan saat ini membuat perusahaan kerepotan. Pasalnya, bank harus melapor secara terpisah ke LPS, OJK, dan BI.

"Jadi kalau sekarang kirim ke OJK, pihak bank kan bisa salah pencet, kirim ke LPS salah pencet bisa juga, nanti beda-beda. Kalau terintegrasi tiga lembaga ini bisa saling melihat," ucapnya.

Pembiayaan Fintech

Bisnis perusahaan fintech peer to peer (P2P) lending semakin menanjak. Merujuk data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dipublikasi pada Jumat (26/7), akumulasi realisasi pinjaman yang telah disalurkan oleh fintech lending Rp44,8 triliun per Juni 2019.

Nilai ini tumbuh 97,68 persen year to date (ytd) dari posisi akhir Desember 2018 yang sebesar Rp 22,66 triliun. Pinjaman tersebut disalurkan oleh 113 entitas fintech P2P lending yang terdaftar dan diawasi oleh OJK. Namun baru terdapat tujuh entitas yang mendapatkan izin dari regulator.

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) melihat pesatnya pertumbuhan pembiayaan lantaran semakin bertambahnya pemain fintech P2P lending beserta semakin bertambahnya literasi masyarakat.

“Dari awal industri ini berdiri, kami memiliki inovasi dan strategi yang berbeda dari institusi keuangan konvensional. Kami menyasar ke market unbanked dan underserved yang tingkat inklusi keuangannya masih cukup rendah. Kini masyarakat mulai mendapat kemudahan akses permodalan yang selama ini sulit karena persyaratan jaminan atau kolateral,” ujar Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas AFPI Tumbur Pardede dikutip Kontan.co.id, Ahad (28/7).

Pasar Obligasi

Imbal hasil (yield) surat utang negara (SUN) berpotensi melemah sepanjang perdagangan sepekan ini. Peluang ini dipengaruhi atas isu perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan Tiongkok dan aksi tunggu pemodal terhadap keputusan Federal Open Market Committee (FOMC) terkait The Fed.

Associate Director Fixed Income PT Anugrah Sekuritas Indonesia Ramdhan Ario Maruto mengatakan dalam beberapa hari terakhir, pasar cenderung menekan yield SUN, sehingga membuat pelemahan imbal hasilnya dalam seminggu ini. "Yield SUN 10 tahun diproyeksikan bergerak dalam kisaran 7,2-7 persen," ujar dia dikutip Investor Daily, Senin (29/7).

Pelemahan yield obligasi juga dipicu atas penurunan volume perdagangan. Menurut dia, berlanjutnya gejolak ekonomi global terkait perang dagang AS dan Cina cukup membuat ketidakpastian di pasar. "Ditambah pula pasar yang masih menunggu hasil sidang FOMC," terang dia.

Sedangkan isu pasar dari dalam negeri, ungkap dia, datang dari rilis data makro ekonomi Indonesia yang masih stabil. Namun sentimen negatif masih ada terkait belum adanya cara ampuh untuk menaikkan cadangan devisa dan menekan defisit neraca perdagangan. "Hal ini membuat nilai tukar rupiah sering mendapat tekanan, sehingga menekan pergerakan yield SUN,"kata dia.

Direktur Riset dan Investasi PT Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico menjelaskan, secara jangka pendek, yield SUN memang akan bergerak turun. Namun dalam jangka panjang dan menengah, yield SUN berpotensi menguat.

Nico memprediksi, yield SUN dengan tenor lima tahun pekan ini akan bergerak di angka 6,55-6,68 persen. Kemudian SUN dengan tenor 10 tahun akan bergerak di 7,05-7,2 persen. Sementara yield SUN dengan tenor 15 tahun akan bergerak di 7,45-7,55 persen dan tenor 20 tahun akan bergerak di 7,65-7,75 persen.

Senada dengan Ramdhan, Nico juga menilai sidang FOMC yang digelar pada 31 Juli hingga 1 Agustus 2019 menjadi penentuan pergerakan pasar modal, baik pasar saham dan obligasi. Menurut Nico, investor masih menanti keputusan FOMC karena belum bisa dipastikan besaran penurunan FFR.

"Pertemuan FOMC akan memutuskan penurunan suku bunga The Fed masih tanda tanya besar, karena data ekonomi AS yang keluar ternyata juga tidak cukup buruk, apalagi data ekonomi PMI Services dan Composite yang masih mengalami kenaikan, meskipun PMI Manufacture mengalami penurunan di titik impas antara kontraksi dan ekspansi,"kata dia.

Bank Indonesia

Bank Indonesia (BI) pada minggu keempat Juli 2019 mencatat aliran modal asing yang masuk Rp192,5 triliun. Dana asing yang masuk ini mengalami terus meningkat sejak awal tahun 2019.

Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan masuknya modal asing ini terjadi karena prospek perekonomian nasional masih baik di mata investor asing. "Hal ini mengonfirmasi aliran modal asing ke dalam portofolio masih positif dan masih menunjukkan kepercayaan investor," ujarnya di Gedung BI, Jakarta, Jumat (26/7) dikutip Detik Finance.

Selain itu koordinasi yang baik antara pemerintah, BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut meningkatkan kepercayaan investor tentang investasi di Indonesia. Komposisi aliran modal asing ini terdiri dari surat berharga negara (SBN) sebesar Rp119,3 triliun dan saham Rp72,2 triliun.

Dia mengungkapkan aliran modal asing yang masuk ini turut mendorong koinerja neraca pembayaran Indonesia pada kuartal II 2019. "Ini akan menambah surplus neraca modal dan pembayaran sehingga akan mendukung stabilitas eksternal ekonomi Indonesia," jelas dia.

Dari data BI, pada bulan sebelumnya yakni Juni 2019 aliran modal asing mencapai Rp180 triliun, kemudian Mei 2019 tercatat Rp112 triliun.

(*)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.382,96

Up0,58%
Up4,31%
Up7,57%
Up8,73%
Up19,20%
-

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.094,08

Up0,44%
Up4,48%
Up7,05%
Up7,51%
Up2,61%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.079,18

Up0,60%
Up3,97%
Up7,04%
Up7,74%
--

Capital Fixed Income Fund

1.844,13

Up0,53%
Up3,89%
Up6,64%
Up7,38%
Up16,99%
Up40,43%

Insight Renewable Energy Fund

2.269,81

Up0,81%
Up3,87%
Up6,51%
Up7,19%
Up20,23%
Up35,64%

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua