Yield Obligasi GJTL Capai 36%, Risiko Gagal Bayar Meningkat
Harga obligasi Gajah Tunggal yang tercatat di bursa Singapura anjlok dari 99,188 menjadi 60,5
Harga obligasi Gajah Tunggal yang tercatat di bursa Singapura anjlok dari 99,188 menjadi 60,5
Bareksa.com – Pelemahan Rupiah selama 2015 sebesar 11 persen membuat perusahaan yang memiliki utang berdenominasi Dolar AS menanggung beban bunga dan utang lebih besar. Apalagi jika perusahaan tidak menggunakan instrumen lindung nilai (hedging). Hal itu juga menimpa perusahaan Indonesia. Salah satunya adalah PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL).
Emiten yang bergerak di bidang produksi ban ini memiliki surat utang atau obligasi berdenominasi Dolar AS dengan jenis senior secured notes yang terdaftar di Singapore Stock Exchange. Obligasi ini memiliki nilai nominal US$ 500 juta atau setara Rp 7 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.000/US$. Obligasi yang diterbitkan pada 2013 ini tercatat membayarkan kupon 7,75 persen per tahun dan akan jatuh tempo pada 2018.
Harga jual surat utang saat penawaran pada Februari 2013 adalah 99,188 persen. Namun per 14 Desember 2015 harga obligasi GJTL di Bloomberg tercatat hanya 60,5 persen atau telah anjlok 39 persen. Bahkan pada September 2015, obligasi GJTL pernah bertengger pada harga 44,98 atau turun 55 persen.
Promo Terbaru di Bareksa
Imbal hasil atau yield obligasi juga melonjak menjadi 36 persen seiring turunnya harga obligasi. Tingginya yield obligasi dapat mencerminkan risiko gagal bayar (default) yang semakin meningkat.
Dua lembaga pemeringkat internasional, yaitu Standard and Poor's (S&P) dan Moody’s telah melabeli obligasi GJTL sebagai junk bond. Junk bond adalah obligasi yang memiliki peringkat dengan risiko gagal bayar tinggi.
Moody’s Investor Services Inc mengubah outlook dari ‘stable’ menjadi ‘negative’ pada Juni 2015 dengan peringkat B2. Perubahan outlook ini didasari meningkatnya kompetisi dan permintaan yang lemah. Selain itu Moody’s juga menyoroti eksposur pelemahan Rupiah terhadap Dolar AS dan naiknya biaya transportasi.
Pada 2015, S&P juga memberi outlook 'negative' dengan rating B+ karena adanya risiko volatilitas kurs Rupiah dan ketatnya likuiditas akibat tingginya utang jangka pendek. Utang jangka pendek GJTL tercatat sebesar Rp 510 miliar yang diberikan oleh Bank CIMB Niaga dan HSBC.
"Struktur modal, arus kas dan kemampuan bayar utang akan tetap terekspos fluktuasi Rupiah 18 bulan ke depan. Selain itu, hampir semua utang perusahaan berdenominasi Dolar AS, sedangkan ekspor hanya berkontribusi 45 persen dari total pendapatan (GJTL)," ujar analis S&P, Xavier Jean pada 3 November 2015.
Catharina Widjaja, Direktur GJTL, dalam email-nya kepada Bareksa menyebutkan sampai saat ini, perusahaan masih dapat melaksanakan kewajibannya dalam membayar bunga bank dan juga bunga obligasi. Harga obligasi perusahaan menurun juga disebabkan dari faktor pasar obligasi global saat ini.
Grafik : Harga Obligasi GJTL
Sumber : Bloomberg
Laporan keuangan GJTL pada kuartal III-2015 menunjukkan peningkatan beban kurs seiring depresiasi Rupiah. Dengan pelemahan Rupiah terhadap Dolar AS yang mencapai 11 persen sepanjang 2015, GJTL menanggung rugi kurs Rp1,1 triliun. Selain itu, GJTL juga membukukan rugi bersih Rp 749,6 miliar per September 2015 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang masih membukukan untung bersih Rp 225 miliar.
Untuk mengantisipasi pelemahan Rupiah ke depannya, Catharina menyebutkan dalam emailnya kepada Bareksa akan mendorong penjualan di pasar ekspor.
Grafik : Laporan Keuangan Gajah Tunggal (Rp juta)
Sumber : Bareksa.com
Bukan Kali Ini Saja
GJTL pernah dihadapkan kesulitan untuk membayar kupon obligasi pada 2009 sebesar US$ 21,5 juta akibat depresiasi Rupiah. GJTL kemudian menukar obligasi lama dengan obligasi baru dan memperpanjang jatuh tempo hingga 2014 serta diberikan keringanan pembayaran bunga. Pada saat itu, kondisi ekonomi sedang tidak mendukung dan Rupiah juga terdepresiasi hingga menyentuh Rp 12.000 pada Maret 2009. Padahal pada periode yang sama tahun sebelumnya, nilai tukar Rupiah hanya Rp 9.265/US$.
Obligasi lama dengan nilai nominal US$ 420 juta ditukar menjadi obligasi baru senilai US$ 435,2 juta. Kupon obligasi juga berubah dari 10,25 persen menjadi 5 - 10,25 persen untuk meringankan pembayaran bunga pada awal periode. Dengan penukaran obligasi ini, pada tahun yang sama GJTL hanya membayar US$ 6,3 juta dari seharusnya US$ 21,5 juta.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.