BeritaArrow iconPasar ModalArrow iconArtikel

Presdir Onix Capital: Capai Rp15 Triliun per Hari Harus Pakai Cara Radikal

Bareksa04 Desember 2015
Tags:
Presdir Onix Capital:  Capai Rp15 Triliun per Hari Harus Pakai Cara Radikal
Foto double expose karyawan bekerja di galeri Bursa Efek Jakarta - (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)

Saya terus terang hanya percaya 2 sektor, apa itu?

Bareksa.com - Rabu (2/12) Bareksa berkesempatan melakukan wawancara khusus dengan Presiden Direktur PT Onix Capital, Krisno Triyanto Soekarno. Krisno mengutarakan beberapa pendapatnya mengenai langkah yang harus dilakukan Bursa Efek Indonesia agar transaksi saham semakin ramai.

Pria yang kerap disapa Kris ini juga mengemukakan pendapatnya mengenai window dressing yang biasanya terjadi pada Desember. Krisno juga berbagai pendapat tentang sektor yang akan mempunyai performa baik tahun depan. Berikut petikan wawancaranya:

Periode Desember biasanya IHSG cendurung naik karena window dressing. Itu sudah berlangsung bertahun-tahun. Apakah akan terjadi pada Desember tahun ini?

Promo Terbaru di Bareksa

Filosofi window dressing itu dilakukan oleh orang yang melakukan pengelolaan dana supaya prospektus bagus. Hanya sebagai investor, secara umum window dressing tidak bisa dijadikan acuan. Apakah sebuah tahun akan ditutup di level berapa, kita juga tidak tahu.

Kalau kita lakukan window dressing apakah harus ke level 5.400 lagi? Itu kan tidak mungkin. Jadi yang harus kita lakukan adalah bagaimana caranya grow another 10 percent sehingga jika dilihat sejak awal tahun minusnya tidak banyak.

Lalu apakah akan ada window dressing?

Tak perlu dipikirkan karena posisi bursa masih minus. Daripada kita memikirkan window dressing lebih baik kita pikirkan mencari blue chip murah karena saya yakin suatu saat itu akan kembali.

Prediksi Anda sektor mana yang akan mencetak kenaikan harga?

Terus terang saya hanya percaya 2 sektor, properti dan banking karena sektor komoditas belum bisa bergerak. Pada level ini, saya bilang tak bisa lagi melihat harga minyak turun ke bawah. Kalau harga sudah di level US$40-50 per barel rasanya akan sulit. Jadi kami akan fokus ke sektor properti dan bank.

BEI punya Direksi Baru, ada keinginan untuk memperkuat perdagangan. Bagaimana komentar Anda mengenai direksi baru ini?

Pertama, dirut BEI orang lama di bursa. Jadi waktu dia menjadi pimpinan bursa saya rasa bagusnya dia tahu keadaan para broker. Dalam tanda kutip dia itu ‘orang market’.

Tetapi yang harus yang dia jalankan itu besar sekali karena harus menargetkan transaksi bursa sebesar Rp15 triliun per hari. Hal ini benar karena transaksi kita satu hari hanya US$ 300 juta. Angka ini kecil dibanding Singapura.

Menurut saya, satu-satunya cara untuk memperkuat perdagangan adalah dengan memperbanyak anggota bursa. Daripada orang main produk-produk investasi yang tidak jelas, lebih baik bermain ke stock market. Hal yang mesti dicari caranya adalah bagaimana kita menjadi gula dan semutnya itu datang.

Apakah mungkin transaksi Rp15 triliun per hari tercapai dalam tiga tahun?

Sangat mungkin, tapi harus radikal dan revolusioner. Tidak bisa menggantungkan dengan produk-produk yang ada sekarang. Produk-produk yang ada sekarang itu kurang.

Pemain-pemain besar tidak bisa masuk karena likuiditasnya kurang. Pemain besar kalau sekali masuk tidak membicarakan beli 100-200 lot, tetapi triliunan. Mereka juga keluar dalam jumlah yang sama.

Di bursa kita yang bisa seperti itu hanya 20-30 saham blue chip. Sedangkan 541 stock lagi setengahnya mungkin tidur. Ini yang harus dipikirkan bagaimana.

Direksi baru BEI sudah mengeluarkan kebijakan fraksi harga saham. Direksi BEI ingin menyesuaikan dengan pasar. Apa yang sebenarnya dimaui oleh pasar?

Orang kalau sudah main saham inginnya untung cepat atau dalam tanda kutip ‘trader’. Kalau pengelola dana, mereka main long term, mengelola dananya dan di-maintain. Tetapi bukan berarti tidak ada trading juga.

Apa yang dilakukan direksi BEI lama tidak salah karena mereka melindungi investor. Pasar modal kita masih in term states. Kalau bursanya ambruk nanti mencari investor lagi susah.

Jadi bagaimana caranya mendapatkan keuntungan cepat dan kalau turun tidak dalam sekali. Ini yang menjadi tantangan bagi direktur bursa. Tetapi saya setuju harus dikaji lagi satu tick lima atau satu tick sepuluh. Itu untuk jangka panjang harus dijaga.

Namanya stock market harus menyesuaikan dengan perkembangan. Kalau stock market sudah terlalu regulatif, itu bukan stock market lagi. Stock market harus dinamis, high risk high return.

Orang yang mau aman taruh dananya di deposito. Jangan ada orang mau aman tetapi taruh uang di stock market.

Salah satu program direksi bursa baru adalah penguatan broker. Selain itu ada juga deregulasi aturan margin untuk anggota bursa yang lebih besar. Bagaimana menurut Anda?

Saya 100 persen setuju. Sebab pada dasarnya apa yang terjadi sekarang ini semua pukul rata. Harusnya bisa dilihat dulu. Jadi yang besar itu bisa memberi keleluasaan margin. Broker yang menengah ada, tapi terbatas. Adapun yang kecil sangat diregulasi.

Misalnya Onix, kami tak punya dana besar. Begitu kami memberi platform margin, mungkin bagi raksasa lainnya itu tak ada artinya. Kami memberi fasilitas kepada nasabah juga tidak mungkin besar karena modalnya kecil.

Jadi yang penting fasilitas margin diberikan panduan, tapi aplikasinya tetap bergantung kepada sekuritasnya. Dulu bila ada masalah selalu lari ke regulatornya. Menurut saya ini tidak benar.

Seharusnya jika terjadi masalah adalah urusan nasabah dengan broker. Kalau mau dilanjutkan, dilanjutkan ke pengadilan, tetapi hanya terjadi di antara dua pihak itu.

Kembali lagi ke policy-nya. Policy yang akan membuat market kita dari Rp5 triliun menjadi Rp500 triliun. Tanpa ada produk-produk revolusioner, seperti funding, daily trading, margin, atau repo seperti itu tidak mungkin sekuritas bisa lebih hidup.

Kalau hanya mengandalkan komisi 0,15 persen saja tidak akan cukup kecuali dia punya dana besar. Kalau tidak begitu, saya rasa kita akan kalah apalagi dengan sekuritas asing yang akan masuk ke Indonesia.

Oleh karena itu saya setuju kalau broker-broker ini diminta bergabung. Saya lebih suka bergabung dengan satu super broker dengan lima broker menaruh Rp50 miliar. Dengan dana sedemikian besar, kita bisa malang melintang di market dan bisa bersaing dengan asing yang masuk ke Indonesia.

Kalau benar asing bisa masuk ke Indonesia maka kita harus mengucapkan selamat tinggal kepada yang kecil-kecil. Oleh karena itu harus ada sinergi. Problem kita brokernya terlalu banyak. Sebaiknya broker maksimal 20 broker tapi modalnya Rp500 miliar sampai Rp1 triliun.

Dengan modal besar maka bagi para broker untuk mengalami masalah finansial akan menjadi sangat sulit. Dengan produk-produk yang beragam jika salah satunya bermasalah maka seluruh sekuritas bisa kolaps.

Dari regulator apa yang disarankan untuk bisa mendorong volume trading lebih besar?

Penertiban free float itu bagus. Sebanyak 30 listed company free float-nya masih di bawah 7,5 persen. Padahal otoritas bursa sudah baik sekali karena seharusnya 15 persen.

Kedua, supaya likuiditas berjalan maka berita-berita mengenai emiten diaktifkan. Kalau tidak ada berita orang tidak akan melihat sahamnya dan melakukan pembelian. Sebenarnya investor sekarang ini sudah enak sekali karena semuanya bisa dibaca.

Dulu patokan hanya berasal dari laporan sekuritas. Sekarang investor tinggal membuka portal-portal berita khususnya Bareksa yang orientasinya pasar modal dan bisa langsung melakukan keputusan untuk investasi.

Selain itu untuk menaikkan likuiditas produk bursa juga harus ditambah. Jadi biarkan market ramah oleh berbagai macam orang dengan gaya investasinya masing-masing.

Bursa sudah mendorong terjadinya transaksi yang lebih besar. Tetapi sepertinya bursa harus melonggarkan lagi perdagangan. Paling mudah ada di trading margin.

Saat ini hanya 45 stock. Lebih baik bursa membuka yang lainnya dan biarkan itu menjadi keputusan bagi sekuritas dan nasabahnya. Setiap sekuritas melihat risikonya berbeda-beda.

Belakangan ini ada terjadi kasus di pasar negosiasi. Ada yang gagal bayar di pasar negosiasi, padahal pasar negosiasi termasuk yang membuat transaksi menjadi tinggi. Pendapat Anda?

Terus terang saya bukan tipe orang yang senang membeli di pasar negosiasi, dan pasar negosiasi itu bukan pasar reguler. Pasar negosiasi itu kondisi di mana investor 1 dan 2 bernegosiasi saat market tutup atau menjual dalam jumlah besar. Pokoknya apa pun itu yang tidak bisa dilakukan di pasar biasa karena saham itu tidak likuid.

Tapi kalau negosiasi menjadi reguler tentu ada yang salah dengan itu dan saya rasa bursa harus turun tangan dan saya setuju. Karena mohon maaf, di market itu ada good guy and bad guy.

Itu bisa ditegur agar tidak seperti itu lagi. Saya tidak menyarankan seperti itu, tetapi bukan berarti pasar negosiasi salah. Misalnya anda mau jual 50 juta saham yang tidak likuid. Itu tak masalah kalau ada yang mau beli. Tapi kalau itu jadi program yang tidak baik.

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.382,65

Up0,56%
Up4,26%
Up7,54%
Up8,69%
Up19,21%
-

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.093,4

Up0,43%
Up4,43%
Up6,99%
Up7,44%
Up2,54%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.079,4

Up0,60%
Up3,98%
Up7,06%
Up7,74%
--

Capital Fixed Income Fund

1.844,45

Up0,53%
Up3,89%
Up6,66%
Up7,38%
Up17,02%
Up40,39%

Insight Renewable Energy Fund

2.270,42

Up0,81%
Up3,88%
Up6,54%
Up7,20%
Up20,19%
Up35,64%

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua