Secara Historis, Efek Negatif Dari Naiknya BBM Hanya Jangka
Kenaikan BBM dilakukan guna memperbaiki fundamental ekonomi
Kenaikan BBM dilakukan guna memperbaiki fundamental ekonomi
Bareksa.com – Pembatasan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) menimbulkan kelangkaan pasokan yang mengganggu aktivitas masyarakat, yang diperparah dengan 'panic buying' yang didasari kekawatiran akan kehabisan stok.
Sebelumnya pembatasan ini dilakukan guna menjaga pengeluaran subsidi yang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara - Perubahan (APBN-P) dipatok pada angka Rp210 triliun.
Baru sampai Juni 2014, realisasi subsidi BBM sudah mencapai Rp120,7 triliun atau sebesar 57,3 persen dari total anggaran setahun. Diperlukan solusi segera dalam mengatasi pembengkakan nilai subsidi yakni dengan menaikan harga BBM subsidi.
Juni 2013 lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menaikan harga BBM bersubsidi, dimana untuk bensin naik menjadi Rp6.500 per liter, dari Rp4.500 sebelumnya, sedangkan solar naik menjadi Rp5.500 per liter, dari Rp4.500 per liter.
Apa efeknya kenaikan tersebut pada pasar keuangan?
Kenaikan harga BBM subsidi pada bulan Juni 2013 mendorong peningkatan inflasi -- inflasi di bulan Mei, sebelum kenaikan tercatat sebesar 5,47 persen year-on-year, sedangkan pada bulan Juli setelah kenaikan, inflasi melonjak menjadi sebesar 8,61 persen. Tingkat inflasi berada di atas 8 persen selama tujuh bulan berikutnya dan mulai mereda mulai bulan Maret 2014.
Kenaikan BBM dimaksudkan untuk menekan subsidi dari Rp297 triliun menjadi sekitar Rp200 triliun. Dan hingga akhir tahun 2013, realisasi subsidi BBM berhasil ditekan menjadi Rp210 triliun walaupun nilai tersebut masih lebih tinggi dibandingkan dengan anggaran yang ditetapkan sebesar Rp199 triliun.
Grafik Inflasi Periode 2013-2014
Promo Terbaru di Bareksa
Sumber: BI, diolah Bareksa.com
Grafik Transaksi Berjalan, Periode 2013-2014
Sumber: BI, diolah Bareksa.com
Di pasar saham, pada periode kenaikan BBM, IHSG terkoreksi hingga 8,7 persen dalam waktu 5 hari. Sedangkan di pasar obligasi terjadi koreksi sehingga mendorong yield obligasi menjadi 8,3 persen dari sebelumnya dikisaran 6,8 persen.
Koreksi yang terjadi dipasar kuangan juga dipicu defisit yang terjadi pada transaksi berjalan. Setelah pemerintah menaikan harga BBM, pasar keuangan kembali bergairah seiring dengan perbaikan fundamental ekonomi.
Dalam data Bareksa.com terlihat bahwa pasar keuangan merespon lebih dahulu ketimbang dengan inflasi dimana pasar saham mulai kembali meningkat pada bulan Oktober 2013. (QS)
Grafik IHSG Periode 2013-2014
Grafik Yield Obligasi Tenor 10 Tahun, Periode 2013-2014
Sumber : Bareksa.com
Data ini selengkapnya dapat diakses di: Analisa Pasar Bareksa.com
*oleh Ni Putu Kurnia Sari
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.385,6 | 0,21% | 4,12% | 7,77% | 8,02% | 19,27% | 38,33% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,56 | 0,20% | 4,14% | 7,20% | 7,44% | 2,99% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.085,51 | 0,57% | 4,03% | 7,67% | 7,80% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.854,58 | 0,55% | 3,90% | 7,24% | 7,38% | 17,49% | 40,84% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.288,82 | 0,81% | 4,14% | 7,41% | 7,53% | 19,89% | 35,81% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.