Berita Hari Ini : Menkeu Siap Terima Bantuan IsDB untuk Corona, Harga Emas Naik
Tiga faktor penentu pasar saham; IHSG berada di peringkat 30 indeks dunia YTD
Tiga faktor penentu pasar saham; IHSG berada di peringkat 30 indeks dunia YTD
Bareksa.com - Berikut sejumlah berita dan informasi terkait investasi dan ekonomi yang disarikan dari sejumlah media dan keterbukaan informasi, Senin 27 April 2020.
Emas
Transaksi emas online sepanjang 2020 menunjukkan pertumbuhan signifikan, seiring kenaikan harga emas yang sudah menyentuh rekor harga tertinggi. Bahkan, akumulasi kenaikannya sudah mencapai 25 persen dari awal tahun.
Tren kenaikan harga emas diprediksi masih akan berlanjut seiring kondisi ekonomi yang belum stabil akibat virus corona. Head of Financing and Investment Solutions BukaEmas, Dhinda Arisyiya mengungkapkan kenaikan harga emas juga dimanfaatkan investor sebagai instrumen investasi bersifat safe haven.
Promo Terbaru di Bareksa
Volume transaksi emas online di BukaEmas pun tumbuh stabil. "Kami tidak hanya lakukan pendekatan dari sisi harga, tapi juga budaya menabung untuk memperluas inklusi finansial," kata Dhinda kepada Kontan.co.id.
Dhinda menilai, kondisi pasar cenderung masih volatil atau tidak stabil, dan mendorong user Bukalapak cenderung memilih produk investasi dengan tingkat risiko lebih rendah seperti emas. "Kami melihat masyarakat cenderung memilih mengurangi pengeluaran kebutuhan tidak mendesak dan melakukan investasi jangka panjang, sehingga kami optimistis terhadap pertumbuhan transaksi emas tahun ini," ungkap dia.
Pandemi Covid-19 yang diprediksi masih akan berlangsung hingga kuartal III-2020 dan pemulihan ekonomi di IV-2020, Dhinda meyakini investasi emas masih jadi incaran masyarakat. Di sisi lain, berkaca dari pertumbuhan harga emas yang naik lebih dari 20 persen dalam satu kuartal, Dhinda memperkirakan hingga akhir tahun pertumbuhan rata-rata harga emas bisa melampaui kenaikan 50 persen.
IsDB
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan siap menangkap bantuan dari Islamic Development Bank (IsDB). Ini dalam rangka penanggulangan dampak coronavirus disease 2019 (Covid-19) terhadap perekonomian dalam negeri.
Sri Mulyani mengatakan telah melakukan pertemuan dengan Presiden IsDB Bandar Hajjar melalui video conference, Minggu (26/4). Diikabarkan IsDB bakan meluncurkan program respons, restore, restart untuk membantu anggota IsDB yang terpapar dampak virus corona, termasuk Indonesia.
Menkeu menyampaikan dana darurat Covid-19 dari IsDB berkisar antara US$200 juta-US$250 juta. Hanya saja, estimasi tersebut masih dalam tahap negosiasi. “Dr Bandar Hajjar menjelaskan IsDB berencana mendukung anggota IsDB menghadapi wabah pandemik Covid19- bersama lembaga multilateral lain yaitu Worldbank dan AllB,” kata Menkeu Sri Mulyani, Minggu (26/4).
Menkeu menjelaskan kepada IsDB langkah-langkah dan kebijakan pemerintah dalam menghadapi Covid-19 antara lain di bidang Kesehatan, Bantuan Sosial dan Bantuan untuk dunia usaha terutama UMKM. Sebagai catatan, sejauh ini, sudah ada tiga stimulus perekonomian yang digelontorkan pemerintah.
Pertama, paket stimulus I pada Februari 2020, untuk menguatkan perekonomian domestik melalui akselerasi proses penyebaran pengeluaran modal (capital expenditure), penunjukan pejabat perbendaharaan resmi, implementasi lelang, dan penyaluran bantuan sosial (bansos), transfer dana desa, dan ekspansi jumlah penerima manfaat kartu sembako.
Kedua, paket stimulus II pada Februari 2020, ditujukan untuk menjaga daya beli masyarakat, likuiditas perusahaan dan kemudahan ekspor-impor berupa stimulus fiskal untuk menyokong industri melalui pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan Rp70,1 triliun.
Kemudian, stimulus nonfiskal dengan menyederhanakan dan mengurangi hambatan ekspor-impor sektor manufaktur, makanan dan obat-obatan/alat kesehatan, akselerasi proses ekspor-impor untuk reputable traders, dan layanan ekspor-impor melalui sistem logistik nasional.
Ketiga, paket stimulus tambahan pada April 2020 yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 405,1 triliun, dibagi menjadi:
- Jaring Pengaman Kesehatan Rp75 triliun; untuk pengeluaran layanan kesehatan dan insentif tenaga medis.
- Jaring Pengaman Sosial Rp110 triliun; untuk program keluarga harapan, program makanan pokok/sembako, pembebasan biaya listrik untuk pelanggan 450 VA selama tiga bulan, insentif perumahan, dan program padat karya.
- Jaring Pengaman Ekonomi Rp70,1 triliun; untuk ekspansi stimulus fiskal kedua dan subsidi bunga kepada debitur KUR, PNM, dan Pegadaian.
- Program Pemulihan Ekonomi Nasional Rp150 triliun; untuk paket stimulus di bidang keuangan.
Pasar Saham
Pandemi Covid-19 menyebabkan ekonomi global menjadi lesu atau bahkan krisis. Beberapa lembaga ekonomi internasional berbondong-bondong memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global, termasuk juga ekonomi Indonesia.
Kepala ekonom CIMB Niaga, Adrian Panggabean bahkan memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini berada di kisaran 1,8 persen, anjlok dari pertumbuhan ekonomi 2019 yang sebesar 5,02 persen. Krisis ini diprediksi baru akan selesai pada semester I-2021.
"Saya mengacu pada vaksin akan ditemukan dan bisa diaplikasikan dalam 12-18 bulan ke depan. Mestinya krisis awal 2020 ini kemungkinan baru akan selesai pada semester I-2021, still a long way to go," kata Adrian dalam webinar bertajuk Mendulang Profit dari Saham-saham BUMN Pasca Covid-19, Minggu (26/4).
Adrian menambahkan krisis 2020 merupakan krisis ketiga yang dia lalui. Setiap krisis memiliki sifat dan karakter yang berbeda. Dia merinci, karakteristik krisis tahun ini terdiri dari tiga macam yaitu virus pandemi Covid-19, efek sosiopolitik dari upaya menekan penyebaran virus, dan efek terhadap ekonomi. Dari tiga karakter ini dapat disimpulkan bahwa krisis akan selesai apabila upaya penekanan penyebaran bisa seefektif mungkin serta ditemukannya cara untuk menyelesaikan virus itu sendiri.
Selain itu, Adrian juga melihat yang membedakan krisis global 2020 dengan 2008 adalah polarisasi tajam yang sedang berkembang. Seperti rivalitas Amerika Serikat (AS) dengan Tiongkok, Rusia dengan OPEC dan AS dengan Eropa. Polarisasi ini membuat negara-negara sulit memunculkan sebuah solusi global. "Kalau ini tidak tercapai maka akan sulit sembuh secara cepat," imbuhnya.
Berkaitan dengan dampaknya ke pasar saham, Adrian menjelaskan tiga penentu utama pergerakan pasar saham adalah earning per share (EPS), persepsi risiko dan likuiditas di pasar saham. Adrian melihat ketiganya absen di tahun 2020. "Selama ketiga faktor itu absen maka sulit melihat adanya rebound di pasar," jelas dia.
Menurut dia, dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi 1,8 persen dan inflasi 2,7 persen serta proyeksi tidak adanya pertumbuhan dividen di tahun ini maka EPS hanya akan tumbuh 3 persen-5 persen. Artinya harga saham tidak akan bergerak kemana-mana.
Kemudian dari persepsi risiko, Adrian menjelaskan terjadi ekspektasi pasar yang begitu lebar. Hal ini terlihat dari proyeksi pertumbuhan ekonomi yang jauh berbeda antar lembaga seperti IMF yang memprediksi 0,5 persen Fitch memprediksi 1,9 persen, Moody's 3 persen, ADB 2,5 persen, Bank Dunia 2,1 persen dan Pemerintah Indonesia 2,3 persen Ini menggambarkan ekspektasi market begitu lebar sehingga persepsi risiko juga cukup tinggi.
Dari sisi likuiditas, saat ini investor fokus pada pasar obligasi. Didukung oleh kebijakan dari bank sentral yang mendorong perbankan untuk membeli obligasi pemerintah dengan menurunkan giro wajib minimum dan meningkatkan penyangga likuiditas makroprudensial. "Sehingga bank membantu membeli bond maka arahnya kepada bond bukan ke pada saham," kata Adrian.
BEI
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada pada posisi ke-30 di kancah bursa global secara year to date (ytd). Pada perdagangan Jumat (24/4) ditutup di level 4.496,06 atau melemah 2,12 persen.
Bila dihitung dalam sepekan, IHSG mampu menguat 3,62 persen. Namun bila dilihat dari awal tahun, maka IHSG keok 28,63 persen ytd.
Tetapi jangan berkecil hati, masih ada di urutan ke 31 adalah bursa PSEi Philipina, ke 32 bursa COLCAP Columbia, urutan ke 33 IBEX Spanyol, urutan ke 34 bursa IBOV Brazil, urutan ke 35 bursa DFMGI UAE, dan terakhir urutan ke 36 adalah bursa ATX Austria.
Head of Research MNC Sekuritas, Thendra Crisnanda mengatakan berdasarkan data statistik Bursa Efek Indonesia (BEI) IHSG berada diposisi ke-30 di kancah global. Urutan pertama dipegang oleh bursa China (Shanghai) yang hanya melemah 7,92 persen ytd ke level 2.808,53. Disusul oleh indeks Swiss yang hanya melemah 9,72 persen ke level 9.584,66.
Thendra menjelaskan Shanghai mengalami penurunan indeks paling tipis karena didukung oleh perkembangan positif yang dilaporkan pemerintah China atas pemulihan yang terjadi lebih awal untuk penderita Covid-19.
China menjadi negara pertama yang dinilai mampu menangani penyebaran Covid-19 ditengah polemik under-reported case dan menjadi negara pertama yang berhasil melepas lockdown salah satu kotanya yaitu Wuhan.
"Kalau Swiss dapat diperhatikan data angka penyembuhan sebesar 21.000, jauh lebih besar dibandingkan angka kematian sebesar 1.589 berdasarkan data Worldometeres per 25 April 2020," jelas dia.
Meski ada sentimen positif, tak dapat dipungkiri bahwa hampir seluruh indeks global mengalami pelemahan. Thendra juga memproyeksikan bahwa indeks akan terus melanjutkan tren penurunan.
"Intinya selama belum ada kejelasan terhadap produksi dan penggunaan vaksin Covid-19 dan status negara masih lockdown, indeks global masih akan berfluktuasi dengan melanjutkan tren penurunan," jelas dia.
(hm)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.385,6 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,56 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.085,51 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.