Berita Hari Ini: Bunga KUR Turun, Ekspor Bijih Nikel Resmi Disetop 2020
TBIG akan terbitkan global bond US$650 juta, OJK akan diawasi oleh lembaga, Pusat Data Fintech dibentuk
TBIG akan terbitkan global bond US$650 juta, OJK akan diawasi oleh lembaga, Pusat Data Fintech dibentuk
Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Rabu, 13 November 2019.
Bunga KUR
Pemerintah memangkas bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari 7 persen menjadi 6 persen, mulai Januari 2020. Pemerintah berharap akan semakin banyak pelaku UMKM yang mengajukan KUR.
Promo Terbaru di Bareksa
Pemerintah juga menaikkan total plafon KUR 35,71 persen menjadi Rp190 triliun dari posisi tahun ini yang hanya Rp140 triliun. Kenaikan plafon tertinggi dirasakan untuk sektor produksi dari Rp190 triliun, 60 persen untuk sektor produksi.
Untuk plafon pengajuan KUR mikro naik dari Rp25 juta menjadi Rp50 juta per debitur. KUR sektor perdagangan juga lebih besar menjadi Rp200 juta dari sebelumnya Rp100 juta.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mendata, jumlah penerima KUR setidaknya menembus 4,8 juta debitur pada akhir 2018. Jumlah itu setara dengan nilai pembiayaan mencapai Rp120 triliun atau 97,2 persen dari target Rp123,8 triliun pada akhir 2018.
PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG)
TBIG telah mendapat restu dari pemegang saham untuk menerbitkan surat utang berdenominasi mata uang asing (global bond). Adapun nilai global bond yang akan diterbitkan sebesar US$ 650 juta.
Meskipun sudah mendapat persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di akhir Oktober lalu (30/10), TBIG masih menunggu kondisi pasar yang lebih kondusif untuk menerbitkan global bond.
Berdasar data yang dihimpun Kontan.co.id, dana hasil global bond nantinya akan TBIG gunakan untuk mendanai ekspansi usaha. Dana hasil global bond juga akan dimanfaatkan untuk melunasi pinjaman (refinancing). Sayangnya, untuk nilai utang yang akan dilunasi masih belum diputuskan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Anggota Komisi XI DPR, Hendrawan Supratikno berharap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kelak bakal diawasi oleh sebuah lembaga pengawas. Keberadaan lembaga pengawas ini, sejatinya sudah ada dalam program legislasi nasional (prolegnas) tahun 2015-2019.
"Akan diusulkan kembali dalam prolegnas 2020-2024" tutur politisi senior PDI Perjuangan tersebut, seperti dikutip KONTAN yang menyebutkan alasan revisi terhadap UU OJK Nomor 21 Tahun 2011 gagal diselesaikan pada periode sebelumnya.
Menurut Hendrawan, keberadaan lembaga pengawas bagi OJK merupakan konsekuensi UU Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK).
Terkait revisi UU OJK, Hendrawan menilai harus ada sejumlah revisi penting. Diantaranya, dibutuhkannya keberadaan oversight committee (komite pengawas), usulan pemilihan komisioner dengan cara bertahap tidak sekaligus, dan penegasan kewenangan menetapkan bank strategis berdampak sistemik.
Ekspor Nikel
Akhirnya penambang nikel dan pengusaha smelter sepakat untuk sama-sama menyetop ekspor bijih komoditas mineral tersebut per 1 Januari 2020. Masalah harga dan surveyor yang selama ini jadi hambatan, dituntaskan di kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menjelaskan, baik penambang dan pemilik smelter sama-sama buka-bukaan soal ganjalan kebijakan. Pertama adalah soal harga, kedua soal surveyor.
Untuk harga disepakati smelter harus mengambil dengan harga internasional yang dipotong biaya ekspor dan biaya transhipment untuk kadar di bawah1,7 persen dengan kisaran harga US$ 30 per ton. "Ini win-win solution," kata Bahlil seperti dikutip detik.com.
Bahlil menjelaskan ekspor bijih nikel yang masih diizinkan hingga akhir Desember 2019, diberikan kepada perusahaan yang membangun smelter. Setidaknya ada 37 perusahaan penambang yang sudah membangun smelter.
Pusat Data Fintech
Financial Tecnology (fintech) lending akhirnya mempunyai pusat data para peminjam. Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) meluncurkan fintech data center Senin (11/11) kemarin.
Fintech data center ini diharapkan bisa menekan risiko fraud dan mengurangi biaya pinjaman. Ini merupakan pusat data yang berisikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan kolektibilitas kredit dari peminjam.
Untuk saat ini, pusat data baru melibatkan 15 pemain fintech. Mereka adalah Amartha, Danamas, Dompet Kilat, Finmas, Investree, Kimo, KlikACC, Koinworks, Kredit Pintar, KTA Kilat, Maucash, Modalku, Taralite, Tokomodal dan Uang Teman.
Ke depan, pusat data fintech tersebut bisa disajikan secara langsung pada kuartal I 2020. Info yang disajikan secara realtime bisa mempercepat analisa penyaluran pinjaman ke peminjam.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,65 | 0,56% | 4,26% | 7,54% | 8,69% | 19,21% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.093,4 | 0,43% | 4,43% | 6,99% | 7,44% | 2,54% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,4 | 0,60% | 3,98% | 7,06% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,45 | 0,53% | 3,89% | 6,66% | 7,38% | 17,02% | 40,39% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.270,42 | 0,81% | 3,88% | 6,54% | 7,20% | 20,19% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.