Konsolidasi Bank BJB: Kinerja Keuangan, Gerak Saham Hingga Divestasi Banten
BJB selama ini belum mempunyai eksposur besar pada kredit UMKM, yang menjadi fokus Gubernur Ridwan Kamil
BJB selama ini belum mempunyai eksposur besar pada kredit UMKM, yang menjadi fokus Gubernur Ridwan Kamil
Bareksa.com – PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR) atau BJB memasuki masa konsolidasi, setelah Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) memutuskan untuk memberhentikan masa jabatan Direktur Utama yang sejak 4 tahun dipimpin Ahmad Irfan. Terlebih, pemegang saham utama yakni Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) pimpinan Ridwan Kamil ingin BJB mengubah fokus bisnis ke penyaluran kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Di sisi lain, seiring dengan rencana Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD), kabar pelepasan saham BJBR oleh Pemprov Banten kembali mencuat. Pemprov Jabar dan beberapa pihak lain pun kabarnya siap menyerap saham BJBR hasil divestasi Pemprov Banten tersebut.
Konsolidasi di tubuh BJB ini pun langsung menjadi perhatian Bursa Efek Indonesia (BEI). Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, akan meminta penjelasan kepada manajemen BJB terkait hasil RUPSLB.
Promo Terbaru di Bareksa
“Kami lakukan evaluasi dan dalam hal ada sesuatu yang perlu kami bimbing, ya kami lakukan pemanggilan. Jadi dari bursa sudah mintakan penjelasan background itu sudah mulai," kata dia, Rabu, 12 Desember 2018.
Lalu bagaimana sebenarnya bisnis BJB selama kepemimpinan Ahmad Irfan hingga akhirnya harus terhenti di tengah jalan sebelum masa jabatannya berakhir?
Mengutip laporan tahunan perseroan, Irfan mulai menjabat sebagai direktur utama BJB mulai 19 Desember 2014. Awal-awal kepemimpinannya itu, BJB menutup akhir tahun 2014 dengan catatan laba Rp1,1 triliun atau turun 19,71 persen dari periode akhir 2013.
Namun setahun kemudian, Irfan berhasil membawa BJB membukukan laba menjadi Rp1,38 triliun atau naik 25,45 persen dari akhir 2014. Sayang, laba BJB tidak stabil dan harus turun 16,67 persen menjadi Rp1,15 triliun per akhir 2016 sebelum akhirnya kembali naik menjadi Rp1,21 triliun per akhir 2017.
Melihat histori kinerja keuangan itu, kepemimpinan Irfan pun terbilang baik. Terlebih, Ridwan Kamil seperti dikutip detikfinance, Selasa, 11 Desember 2018 menyebut, pemberhentian Irfan dari direktur utama BJB merupakan upaya penyegaran mengingat ada visi baru yang akan diterapkan.
“Kami apresiasi dan cukup puas dengan kinerja BJB selama ini. Tapi kami punya visi baru agar BJB kembali menjadi bank pembangunan, khususnya bagi daerah di Jawa Barat,” terang pria yang biasa disapa Kang Emil itu.
Performa Keuangan BJB Periode 2014 – Kuartal III-2018
Sumber: Laporan tahunan dan materi presentasi perseroan
Sejalan dengan kinerja keuangan, saham BJBR periode akhir 2014 sampai 11 Desember 2018 pun cukup baik. Pada akhir 2014, saham BJBR bercokol pada level Rp730 dan per 11 Desember 2018 menjadi Rp1.940. Artinya, sepanjang periode itu, saham BJBR telah naik 165,75 persen. Per 11 Desember 2018, kapitalisasi pasar (market cap) saham BJBR berada di Rp18,8 triliun.
Masih di sepanjang periode itu, saham BJBR juga sempat menyentuh level tertingginya sejak IPO 8 Juli 2010. Level tertinggi saham BJBR mencapai Rp3.390 yang terjadi pada 30 Desember 2016.
Pergerakan Saham BJBR Periode 30 Desember 2014 – 11 Desember 2018
Sumber: Bareksa.com
Kredit UMKM
Seperti pernyataan Kang Emil, BJB selama ini belum mempunyai eksposur besar pada kredit UMKM. Hal ini pun terlihat dari catatan penyaluran kredit BJB per kuartal III-2018. Sepanjang kuartal ini, penyaluran kredit mikro dan komersial BJB hanya mencapai Rp19,37 triliun atau berporsi 26,09 persen dari total kredit yang mencapai Rp74,22 triliun.
Seperti dikutip detikfinance, Kang Emil menyampaikan, BJB belum maksimal dalam menyalurkan kredit untuk sektor UMKM. Padahal, kata dia, ekonomi Jawa Barat ditopang salah satunya oleh sektor UMKM. “Ke depan, BJB bisa lebih melirik sektor UMKM minimal 40 persen dari total kegiatan bisnisnya,” imbuh dia.
Breakdown Kredit BJB Q3 2017 Vs Q3 2018
Sumber: Materi presentasi perseroan
Untuk menjawab tantangan ke depan, Kang Emil menyebut, BJB butuh sosok baru di tubuh direksi. Dengan penuh pertimbangan matang dan hasil kesepatakan akhirnya diputuskan Direktur Utama Ahmad Irfan diberhentikan dari jabatannya.
Divestasi Kepemilikan Pemprov Banten
Dalam RUPSLB BJB juga dibahas mengenai rencana Pemprov Banten yang akan melepas kepemilikannya. Kang Emil menuturkan, divestasi oleh Pemprov Banten karena saat ini sudah ada PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (BEKS) atau Bank Banten.
Mengutip keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), per 30 November 2018, Pemprov Banten memiliki 520.689.856 unit atau setara dengan 5,37 persen saham BJBR. Jika mengacu pada harga saham BJBR per 11 Desember 2018 Rp1.940, maka nilai kepemilikan Pemprov Banten adalah Rp1,01 triliun.
Kang Emil menyampaikan, anggaran untuk mengambilalih kepemilikan Pemprov Banten itu akan dibawa ke APBD Perubahan pada September 2019 mendatang. Jika sesuai rencana, Pemprov Jabar akan menganggarkan dana sekitar Rp300 miliar. Artinya, Pemprov Jabar tak akan mengambil seluruh kepemilikan Pemprov Banten di BJBR.
BJB juga akan merilis aksi PMTHMETD dalam waktu dekat dengan melepas sebanyak 360.100.000 saham seri A dengan harga pelaksanaan Rp1.900. Melalui aksi ini, perseroan akan meraup dana sekitar Rp684,19 miliar.
Yang menarik dari aksi PMTHMETD ini adalah, saham-saham tersebut akan ditawarkan ke Pemda di Jabar dan Banten serta empat Pemda hasil pemekaran yakni Pemkot Serang, Pemkot Tangerang Selatan, Pemkab Bandung Barat dan Pemkab Pangandaran.
Dari aksi itu, perseroan memperkirakan kepemilikan masyarakat akan terdilusi sehingga nantinya Pemerintah Provinsi/Kota/Kabupaten se-Jabar dan Banten akan menggenggam 75,9 persen saham BJBR dari sebelumnya 75 persen. Sementara, kepemilikan masyarakat akan menjadi 24,1 persen dari sebelumnya 25 persen.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.