Ekonomi Indonesia Tahun Lalu Dinilai Stagnan, Sektor Ini Jadi Penyebabnya
Ekonomi negara tetangga yang berorientasi manufaktur tumbuh lebih baik dari Indonesia
Ekonomi negara tetangga yang berorientasi manufaktur tumbuh lebih baik dari Indonesia
Bareksa.com – Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2017 berakhir pada level 5,07 persen, setelah dalam tiga bulan terakhir memberi pertumbuhan 5,19 persen. Meski pencapaian itu sedikit lebih tinggi ketimbang 2016, kenyataannya beberapa kalangan menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bergerak stagnan.
Terutama seperti yang disampaikan Mantan Menteri Keuangan yang kini menjabat sebagai Chairman Mandiri Institure Chatib Basri. Menurut Chatib, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa dibandingkan dengan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN.
Chatib menyebut, hingga kuartal III 2017, ekonomi Singapura sudah tumbuh 5,2 persen, Malaysia 6,2 persen, Filipina 6,9 persen, dan Vietnam 7,46 persen. “Maka, Indonesia stagnan,” kata Chatib kepada wartawan dalam Mandiri Investment Forum di Jakarta, Rabu, 7 Februari 2018.
Promo Terbaru di Bareksa
Dia menilai, tingginya pertumbuhan ekonomi di negara tetangga karena mendapat dorongan dari industri manufaktur. Dengan begitu, Chatib menilai, ekonomi Indonesia bisa tumbuh tinggi jika industri manufaktur tumbuh baik.
“Terlebih, fundamental ekonomi makro Indonesia itu bagus. Kita harus masuk yang lebih dari sekadar stabilitas makro, maka manufaktur harus menjadi bahasan utama,” ucap Chatib.
Chatib menyarankan, agar pemerintah fokus untuk memberi insentif kepada industri manufaktur yang berorientasi ekspor dan bisa menyerap tenaga kerja.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Sejak 2015
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Sebenarnya, industri manufaktur tanah air sedang bertumbuh. Terutama jika dilihat dari pertumbuhan investasinya. Seperti tertuang dalam data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang menyebut, pertumbuhan investasi sektor manufaktur Indonesia tahun 2016 (y-o-y) tercatat mengalami pertumbuhan paling tinggi yakni sebesar 41,8 persen, disusul Malaysia sebesar 25 persen dan Vietnam 3,1 persen.
Hanya saja, menurut Menperin Airlangga Hartarto, komoditas yang mendominasi lima besar ekspor. Komoditas itu antara lain minyak kelapa sawit berkontribusi tinggi terhadap ekspor industri makanan senilai Rp272 triliun, diikuti produk pakaian jadi menyumbangkan Rp90 triliun.
Selanjutnya, produk industri karet, barang karet, serta barang dari karet dan plastik Rp66 triliun, produk industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia Rp59 triliun, serta produk industri logam Rp51 triliun.
“Saat ini, negara tujuan ekspor utama kita antara lain adalah Cina, Amerika Serikat, Jepang, India, dan Singapura,” tuturnya.
Airlangga menyatakan industri padat karya berorientasi ekspor yang sedang didongkrak kinerjanya antara lain sektor industri tekstil, alas kaki, pengolahan ikan dan rumput laut. Selain itu juga industri aneka (mainan anak, alat pendidikan dan olahraga, optik, alat musik), industri farmasi, kosmetik dan obat tradisional, serta industri kreatif.
Belum Jadi Primadona
Kurangnya kontribusi industri manufaktur juga diakui Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), Kartika Wirjoatmodjo. Menurut Kartika, industri manufaktur belum menjadi primadona bagi industri perbankan tanah air.
Bahkan, katanya, Bank Mandiri lebih memilih penyaluran kredit ke sektor infrastruktur, komoditas, hingga consumer goods. “Jadi, memang manufacturing ini harus didorong. Karena saat ini pembangunan infrastruktur sudah berjalan,” kata Kartika.
Hanya saja, kata Kartika, Indonesia belum bisa memfasilitasi investasi manufaktur kategori high value add. Dia menilai, saat ini industri manufaktur yang bisa berkembang masih dalam tataran low value add.
Portofolio Kredit Bank Mandiri Hingga Akhir 2017
Sumber: Materi presentasi perseroan
Untuk itulah, lanjut dia, Bank Mandiri mengundang sekitar 600 investor dalam Mandiri Investment Forum. “Karena tujuan kami adalah membangun optimisme kepada investor internasional dan domestik hingga pelaku bisnis. Terutama bagaimana sektor manufaktur bisa bergerak mendorong pertumbuhan ekonomi,” jelasnya. (AM)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.