WAWANCARA Onny Widjanarko-BI: NPG Akan Mendorong Efisiensi Transaksi Pembayaran
Onny Widjanarko saat ini menjabat sebagai Kepala Pusat Program Transformasi Bank Indonesia
Onny Widjanarko saat ini menjabat sebagai Kepala Pusat Program Transformasi Bank Indonesia
Bareksa.com – Mengejar ketertinggalan perkembangan sistem pembayaran di Indonesia, Bank Indonesia segera akan menelurkan sistem pembayaran nasional atau national payment gateway (NPG). Sistem ini bertujuan membuat pembayaran nasional menjadi lebih efisien dan mengurangi biaya yang dibebankan kepada konsumen.
Berkaitan dengan itu, Bareksa mewawancarai secara khusus Kepala Pusat Program Transformasi BI, Onny Widjanarko di ruang kerjanya, pada 2 Mei 2017 lalu. Berikut petikannya:
Mengapa kita harus membangun NPG?
Promo Terbaru di Bareksa
NPG ini diharapkan dapat menekan biaya transaksi yang biasa dikenakan oleh bank. Sebagai contoh di Glodok, biasanya jika kita membayar dengan kartu (bukan uang tunai), pembeli akan dikenakan tambahan biaya sampai 3 persen dari total transaksi. Nah, dengan adanya NPG nanti, diharapkan biaya tersebut akan turun. Tetapi tentu tidak sampai gratis, karena kita perlu menjaga industri ini tetap stabil dan berkelanjutan.
Contoh lain, di Hongkong kita bisa memakai kartu Octopus yang bisa digunakan di seluruh transportasi publik dan juga berbelanja di beberapa merchant seperti mini market. Di Indonesia, kita perlu punya banyak kartu untuk bisa melakukan pembayaran. Kartu e-toll kita saat ini saja tidak bisa dipakai untuk membayar busway Transjakarta. Dengan adanya NPG akan ada efisiensi dan perluasan akseptansi sehingga masyarakat hanya akan menggunakan lebih sedikit kartu untuk seluruh pembayaran.
NPG di negara lain juga sudah diimplementasikan seperti di China, India, Malaysia, Singapura, Korea Selatan, dan Jepang dengan model sistem yang berbeda-beda. Di China dikenal dengan “Union Pay”, dimana dalam sistem pembayaran tersebut hanya ada satu perusahaan yang berlaku seperti kantor pos yakni sebagai penghubung. Perusahaan ini yang menjalankan proses switching.
Di India juga sistemnya mirip seperti di China. Lain lagi dengan Jepang, mereka memakai sistem kerjasama antara perusahaan-perusahaan sistem pembayaran.
Lantas, NPG di Indonesia akan seperti apa?
Kita memakai sistem yang seperti Jepang, tetapi lebih gotong royong lagi. Untuk itu diperlukan empat hal yang perlu dipenuhi agar NPG ini berjalan.
Pertama, secara teknis, seluruh mesin dan aplikasi harus bisa saling berbicara. Kedua, data yang terkirim harus saling terkoneksi sehingga dapat terbaca. Ketiga, bisnisnya harus dibuka melalui MoU dan perjanjian kerjasama. Terakhir, sistemnya harus institutional --mengikuti hukum dan aturan yang berlaku.
Kapan NPG ini akan berjalan?
Sistem pembayaran ini akan dibangun bertahap. Di tahun 2017 ini, kita akan menyelesaikan interkoneksi ATM, uang elektronik (e-Money) dan juga kartu debit. Tahun 2018, kita akan mengintegrasikan EBPP (Electronic Bill Presentment and Payment) untuk mempermudah masyarakat melakukan pembayaran hal yang bersifat utilitas seperti tagihan listrik, air, dll. Kemudian antara tahun 2018 sampai 2019 baru kita akan masuk ke kartu kredit. Di tahun 2019, kita akan masuk dalam sistem pembayaran yang menaungi e-Commerce maupun Fintech.
Bagaimana skema organisasi yang akan dibentuk untuk memfasilitasi NPG ini?
Bank Indonesia akan mengatur tiga penyelenggara utama dalam NPG ini:
Pertama, Lembaga Standard yang akan didirikan Juli 2017 mendatang. Lembaga ini akan memastikan kartu yang diterbitkan penerbit baik bank maupun non bank itu terstandar dan bisa dipastikan terbaca oleh sistem dan bisa di-routing domestik-- pengiriman data dilakukan di dalam negeri.
Kedua, Lembaga Switching. BI telah menetapkan saat ini hanya ada empat perusahaan yang dapat melakukan switching – tiga perusahaan berasal dari industri yang sudah ada dan satu lagi akan dibuat oleh pemerintah. Perusahaan ini akan seperti kantor pos yakni sebagai penghubung transaksi. Perusahaan ini juga yang akan melakukan routing domestik.
Ketiga, Lembaga Service yang juga akan didirikan Juli 2017. Lembaga ini yang akan mengatur proses settlement dan menjamin keamanan sistem transaksi. Selain itu juga lembaga ini yang akan melakukan perluasan ekosistem akseptasi NPG.
Jadi akan ada kewajiban memproses data di dalam negeri?
Betul. Saat ini semua transaksi di-routing ke luar negeri padahal transaksinya dilakukan di dalam negeri. Inilah yang menyebabkan mahalnya biaya transaksi. Untuk itu kedepan kita akan bedakan jenis kartunya.
Pertama, untuk kalangan masyarakat yang sering ke luar negeri maka di dalam kartunya akan terdapat sistem pembayaran internasional. Tetapi jika penguna kartu ini melakukan transaksi di dalam negeri, maka routing-nya tetap harus di domestik.
Kedua, untuk kalangan masyarakat yang tidak perlu ke luar negeri, maka hanya perlu menggunakan kartu domestik yang biayanya tentu lebih murah dibandingkan kartu internasional.
Ketiga, untuk bantuan sosial. Kartu ini yang akan digunakan sebagai penyalur bantuan sosial.
Apakah investor asing boleh menjadi pemegang saham di lembaga penyelenggara tersebut?
Asing boleh terlibat namun kami akan mencoba untuk membatasi maksimal 20 persen. Jadi nantinya domestik 80 persen, asing maksimal 20 persen. Kan namanya juga National Payment Gateway, artinya kepemilikan perusahaannya harus mayoritas dari dalam negeri kita sendiri.
Jika ditargetkan Juli 2017 sudah terbentuk, apakah persiapannya sudah selesai?
Kita sudah melakukan beberapa ujicoba. Untuk e-Money kita sudah uji coba di Waru, Surabaya. Bulan Mei ini, kita juga akan coba di ruas tol Cipali, ruas yang agak lebih kompleks karena ruas tol tersebut tidak dioperasikan oleh satu operator.
Kita juga akan melakukan ujicoba untuk mesin EDC di beberapa merchant besar dan berskala nasional. Jadi nantinya satu EDC bisa digunakan untuk kartu debit dari penerbit manapun. Rencananya akan dilakukan di Jakarta ataupun di Bandung.
Kemudian bagaimana dengan biaya transaksinya? Siapa yang akan mengatur?
Pricing akan ditentukan oleh Bank Indonesia karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Di bulan Juli ini, kita juga akan sekaligus mengumumkan berapa biaya transaksinya tetapi baru dalam ruang lingkup kartu debit dan e-Money.
Nanti biaya transfer dan kartu kredit akan ditinjau lebih lanjut sesuai time line yang telah dijelaskan sebelumnya. Jadi pricing-nya nanti tidak ada di dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI), tapi akan ada di aturan turunan-nya. BI akan mencari pricing yang accesible terhadap masyarakat. Paling tidak pricing-nya harus lebih turun dari yang sekarang.
BI tetap harus menjaga ekosistem industri. Pricing yang telah ditetapkan akan dievaluasi agar selalu berada di level yang efisien dan kondusif untuk industri maupun masyarakat. (np)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.