Saham BUMI Masuk Indeks LQ45 Meski Modal Negatif, Kok Bisa?
Dirut Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio mengatakan faktor likuiditas dan potensi menjadi hal yang utama
Dirut Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio mengatakan faktor likuiditas dan potensi menjadi hal yang utama
Bareksa.com – Bursa Efek Indonesia (BEI) baru saja mengumumkan anggota baru dalam LQ45, indeks yang berisikan saham-saham paling banyak diperdagangkan di pasar. Emiten batu bara PT Bumi Resources Tbk (BUMI) adalah salah satu anggota baru indeks yang menjadi acuan bagi sejumlah pelaku pasar untuk berinvestasi.
BUMI, yang saat ini masih dalam proses penataan ulang utangnya, memiliki catatan keuangan yang buruk dengan nilai ekuitas negatif. Kondisi modal emiten terafiliasi Grup Bakrie ini berbeda dengan anggota baru LQ45 lainnya, yakni PT XL Axiata Tbk (EXCL) dan PT PP Property Tbk (PPRO) yang masih positif.
Pemilihan saham BUMI oleh Bursa, yang melepaskan faktor fundamental tersebut, untuk menjadi konstituen dalam indeks yang dianggap bergengsi tersebut untuk periode Februari-Juli 2017 menjadi pertanyaan bagi sejumlah pihak. Pasalnya, LQ45 dijadikan acuan bagi analis, manajer investasi, dan investor dalam memantau pergerakan saham dan menanamkan modal mereka.
Promo Terbaru di Bareksa
Lalu, apa saja kriteria pemilihan saham indeks LQ45?
Sejak diluncurkan pada bulan Februari 1997 ukuran utama likuiditas transaksi adalah nilai transaksi di pasar reguler. Sesuai dengan perkembangan pasar dan untuk mempertajam kriteria likuiditas, maka sejak review bulan Januari 2005, jumlah hari perdagangan dan frekuensi transaksi dimasukkan sebagai ukuran likuiditas.
Kriteria suatu emiten untuk dapat masuk ke dalam perhitungan indeks LQ45 adalah dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:
a) Telah tercatat di BEI minimal 3 bulan
b) Mencatatkan pertumbuhan rata-rata kapitalisasi pasar dalam 12 bulan terakhir
c) Masuk dalam 60 besar nilai transaksi di pasar regular dalam 12 bulan terakhir
Sejak pengumuman anggota LQ45 terbaru, masuknya BUMI menjadi perhatian para pelaku pasar mengingat saham ini sempat diberhentikan perdagangannya (suspend) sejak Juli – September 2016 karena belum menyampaikan laporan keuangan audit periode 31 Desember 2015. Setelah dibuka perdagangannya pada bulan Oktober 2016, saham BUMI langsung melesat dari Rp68 hingga Rp476 per 26 Januari 2017. Dengan kata lain, saham ini telah menguat tujuh kali lipat dalam waktu empat bulan. Keadaan ini membuat lonjakan nilai transaksi BUMI pun tak terhindarkan.
Dalam 4 bulan terakhir, transaksi saham BUMI mencapai Rp22,07 triliun. Nilai ini hanya kalah dari saham TLKM yang notabene memang saham dengan kapitalisasi besar. Namun, nilai transaksi saham BUMI ternyata mampu mengalahkan saham dengan kapitalisasi besar lainnya seperti HMSP, GGRM, UNVR, dan BBCA. Maka dari itu, tak heran apabila Bursa memasukkan BUMI sebagai anggota LQ45 untuk periode 6 bulan ke depan mengingat lonjakan transaksi tersebut membuat nilai kapitalisasi BUMI semakin membesar dan likuiditas semakin tebal.
Sebagai catatan, per 27 Januari 2017, market cap BUMI sebesar Rp17,58 triliun. Angka tersebut jauh di bawah market cap TLKM sebesar Rp393,12 triliun, HMSP sebesar Rp461,78 triliun dan BBCA Rp337,72 triliun.
Grafik : Perbandingan Transaksi BUMI Dengan Saham Bluechip Okt 2016 – Jan 2017 (Rp Triliun)
Sumber : Bareksa.com
Di antara anggota LQ45 lain, hanya BUMI yang memiliki modal negatif
Hingga kuartal III 2016, BUMI masih berkutat dengan posisi modal (equity) yang negatif sebesar US$2,85 miliar. Hal tersebut menggambarkan bahwa sepanjang 9 bulan di tahun 2016, perusahaan menjalankan kegiatan operasional harus bergantung dengan utang yang bahkan lebih tinggi dari total aset yang dimiliki. Keadaan ini tentu mempunyai risiko yang lebih tinggi bagi investor terlepas perusahaan tersebut akan menghasilkan laba atau tidak dalam operasionalnya.
Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia, Tito Sulistio, mengungkapkan saham yang masuk LQ45 merupakan merupakan saham-saham yang paling likuid dan paling dipercaya di bursa. Artinya, saham-saham itu mudah diperjualbelikan tanpa harus melihat bagaimana posisi keuangannya. “Kita kan bicara soal likuiditas, dan juga potensi,” katanya di Jakarta, Kamis 26 Januari 2016. (Baca juga BUMI Masuk LQ45, Dirut Bursa: Saham Itu Bukan Cuma Fundamental)
Tito mengatakan, dari sisi fundamental saham BUMI pun sudah jauh lebih baik setelah restrukturisasi. Selain itu, naiknya harga batu bara dunia membuat saham-saham di sektor pertambangan menjadi semakin menarik.
Duduk di jajaran LQ45 merupakan suatu kehormatan bagi sebuah perusahaan. Mengapa? Sebab hal itu menandakan pelaku pasar modal percaya dan telah mengakui jika tingkat likuiditas dan kapitalisasi pasar dari perusahaan tersebut baik. Bagi emiten yang sudah masuk ke dalam indeks LQ 45 bukan berarti bisa lantas bersantai, tetapi harus tetap kerja keras untuk mempertahankan posisinya karena saham-saham ini akan terus dipantau oleh Bursa Efek Indonesia.
Pemilihan saham-saham LQ 45 harus wajar. Oleh karena itu, BEI mempunyai komite penasihat yang terdiri dari para ahli di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Universitas, dan Profesional di bidang pasar modal. Penggantian saham akan dilakukan setiap enam bulan sekali, yaitu pada awal bulan Februari dan Agustus. (hm)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,65 | 0,56% | 4,26% | 7,54% | 8,69% | 19,21% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.093,4 | 0,43% | 4,43% | 6,99% | 7,44% | 2,54% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,4 | 0,60% | 3,98% | 7,06% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,45 | 0,53% | 3,89% | 6,66% | 7,38% | 17,02% | 40,39% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.270,42 | 0,81% | 3,88% | 6,54% | 7,20% | 20,19% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.