Geger Panama Papers: Indonesia 10 Besar Penyimpan Dana di Negara Suaka Pajak
Aset keuangan Indonesia di negara-negara tax haven mencapai $331 miliar atau setara Rp4.400 triliun
Aset keuangan Indonesia di negara-negara tax haven mencapai $331 miliar atau setara Rp4.400 triliun
Bareksa.com – Dunia sedang digegerkan bocornya dokumen keuangan dan pajak 'The Panama Papers', yang menyeret banyak nama tokoh dunia. Beberapa nama pengusaha besar Indonesia pun bermunculan, antara lain Sandiaga Uno (Saratoga), James Riady (Lippo Group), Franciscus Welirang (Indofood), Muhammad Riza Chalid (pengusaha minyak), dan Djoko Soegiarto Tjandra (pemilik Grup Mulia yang terkait skandal Bank Bali). Dua nama terakhir sedang berurusan dengan penegak hukum.
Terungkap dalam Panama Papers, para pengusaha itu memiliki offshore company (perusahaan yang didirikan di luar wilayah domisili bisnis) di Panama. Tujuannya untuk memanfaatkan keringanan tarif pajak yang ditawarkan negara itu. Sebagaimana diberitakan Majalah Tempo, Sandiaga yang juga merupakan bakal calon Gubernur DKI Jakarta, memiliki keterkaitan dengan tiga perusahaan offshore, yakni: Aldia Enterprises Ltd, Attica Finance Ltd., dan Ocean Blue Global Holdings Ltd.
Perlu digarisbawahi, cuma sebagian perusahaan dan pihak yang diungkap Panama Papers tersebut yang diindikasikan terlibat bisnis ilegal seperti pencucian uang, narkoba dan kejahatan terorganisir. Sebagian yang lain, belum ada bukti mereka terlibat dalam aktivitas yang melanggar hukum.
Promo Terbaru di Bareksa
Direktur Eksekutif CITA (Center for Indonesia Taxation) Yustinus Prastowo mengungkapkan kepada Bareksa, terdapat tiga kategori perusahaan yang terkait Panama Papers. Yang pertama, adalah yang murni melakukan aksi korporasi di mana seseorang mendirikan perusahaan di negara tax haven untuk keperluan, misalnya, menjual obligasi, membeli saham, atau melakukan ekspansi bisnis. Kategori ini merupakan praktik legal.
Yang kedua, pendirian perusahaan di negara suaka pajak dengan motivasi menyembunyikan aset hasil bisnis ilegal seperti korupsi. Hal ini jelas adalah pelanggaran hukum. Kategori ketiga adalah mereka yang melakukannya dengan tujuan menghindari pajak sehingga perusahaan dapat lebih efisien karena membayar pajak lebih rendah.
Untuk kategori pertama dan ketiga, demikian dinyatakan Prastowo, Ditjen Pajak harus melakukan pengujian terlebih dahulu apakah perusahaan tersebut melanggar aturan atau tidak. Misalnya, dengan mengidentifikasi ada tidaknya aktivitas bisnis yang dilakukan oleh perusahaan di negara tax haven tersebut. Jika tidak ada, maka itu bisa diindikasikan termasuk praktik tax evasion dan dapat dikenakan sanksi.
Diungkapkan dalam Panama Papers, Panama merupakan surga pajak kedua terbesar di bawah British Virgin Islands, dengan jumlah perusahaan yang terdaftar sebanyak 48.360. Sistem hukum Panama memungkinkan pendirian offshore company oleh warga asing di mana perusahaan tersebut dibebaskan dari berbagai macam pajak. Selain itu, rahasia keuangan perusahaan itu dijaga dan dijamin secara ketat. Karena berbagai fasiltas pajak itulah, banyak pengusaha besar dunia menyimpan uang mereka di Panama. Termasuk dari Indonesia.
Grafik: 10 Negara Tax Haven Terpopuler
Sumber: https://panamapapers.icij.org/, diolah Bareksa
Menurut data Tax Justice Network tahun 2010, Indonesia masuk dalam daftar 10 besar negara di dunia yang memiliki aset keuangan terbesar di negara suaka pajak (tax haven). Lebih hebat lagi, Indonesia menempati posisi kesembilan dan merupakan satu-satunya negara dari Asia Tenggara di daftar top-10 ini. Jumlah aset dari Indonesia tercatat sebesar $331 miliar atau setara Rp4,400 triliun dengan asumsi Rp13.300/$.
Grafik: 10 Negara Dengan Aset Keuangan Terbesar di Tax Haven Tahun 2010
Sumber: Tax Justice Network 2010, Yustinus Prastowo, diolah Bareksa.com
Tak cuma itu, aliran dana ilegal dari Indonesia juga masuk daftar 10 besar di dunia sebesar $188 miliar atau sekitar Rp2.500 triliun. Indonesia menempati posisi ketujuh setelah Brasil.
Grafik: 10 Negara Dengan Total Aliran Dana Ilegal 2004-13
Sumber: Global Financial Integrity 2013, Yustinus Prastowo, diolah Bareksa.com
Begitu besarnya dana Indonesia di luar negeri inilah yang melandasi rencana pemerintah merilis kebijakan Tax Amnesty. UU Pengampunan Pajak sedang digodok di DPR. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan pemerintah akan berupaya menarik dana tersebut kembali ke Tanah Air melalui skema tax amnesty.
Ahli perpajakan Yustinus Prastowo menjelaskan tax amnesty yang disertai repatriasi dana punya potensi untuk mendongkrak perekonomian nasional, menambah likuiditas, dan menciptakan efek berantai berupa investasi baru, penciptaan lapangan kerja baru, dan tambahan pembiayaan berbagai program kesejahteraan sosial bagi warga miskin. (Baca juga: Y. Prastowo: Kejarlah Daku Atau Kau Kutangkap) (kd)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.