BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

Setelah The Fed Naikan Suku Bunga, Bagaimana Selanjutnya?

18 Desember 2015
Tags:
Setelah The Fed Naikan Suku Bunga, Bagaimana Selanjutnya?
Pengunjung menunjukan lembaran uang Rupiah dan dollar Amerika Serikat di salah satu tempat penukaran uang di Jakarta (7/1/2015) (Antara Foto/Zabur Karuru)

Mata uang negara pengekspor komoditas seperti Indonesia cenderung stabil

Bareksa.com - The Federal Reserve (The Fed) akhirnya menaikkan suku bunga pertama kali sejak 2006. Suku bunga acuan The Fed yang tadinya 0 - 0,25 persen naik 25 basis poin (bps) menjadi 0,25 - 0,50 persen.

Setelah kenaikan pertama kalinya, The Fed akan secara berkala menaikkan suku bunganya. Proyeksi Wall Street berdasar survei CNBC (CNBC's Fed Survey) memperkirakan ada tiga kali lagi kenaikan sepanjang 2016 dan dampaknya bisa negatif terhadap pasar saham, perumahan dan perekonomian. (Baca juga : Bank-bank AS Yakin Fed Rate Naik Kamis Ini. 2016 Masih Akan Naik Lagi?)

The Fed sendiri memproyeksikan suku bunga pada 2016 pada level 1,375 persen dan 2017 sebesar 2,375 persen sesuai dengan nilai median proyeksi anggota FOMC (Federal Open Market Committee). The Fed juga mengindikasikan kenaikan empat kali pada 2016. Kebijakan moneter selanjutnya bergantung dari perkembangan ekonomi AS. The Fed mengatakan akan menunggu perekonomian AS cukup kuat untuk menuju target suku bunga 3,5 persen. Hal ini mengindikasikan kenaikan bisa ditunda apabila ekonomi tidak pulih seperti yang diharapkan.

Promo Terbaru di Bareksa

Grafik : Proyeksi Suku Bunga The Fed Anggota FOMC

Illustration

Sumber : Bloomberg, diolah Bareksa

Macquarie dalam laporan risetnya menyebutkan ketidakpastian telah berakhir sehingga pasar saham 'euphoria', sementara pasar obligasi dan pasar valas tidak bergerak signifikan. Namun yang perlu disorot adalah perekonomian AS diperkirakan akan stagnan. Inflasi negeri adidaya itu masih jauh dari target 2 persen, di mana data inflasi November 2015 menunjukan angka 0,5 persen. Pertumbuhan ekonomi juga diproyeksikan berkisar 3 - 3,5 persen. Implikasinya AS tidak dapat memompa permintaan pada perekonomian global atau dapat dikatakan tidak berpengaruh banyak terhadap perekonomian global.

Dollar Index (DXY) yang biasanya menjadi patokan untuk mengukur kekuatan mata uang AS Dollar diperkirakan tidak akan fluktuatif seperti sebelumnya dengan kisaran nilai 95 - 100 selama The Fed tetap berpandangan 'dovish' dan Jepang serta Eropa tetap mempertahankan kebijakan pelonggaran moneter. Data terakhir menunjukan Dollar Index sebesar 98,75 dan cukup stabil setelah pengumuman kenaikan Fed Rate.

Macquarie juga memproyeksikan harga komoditas akan stabil dan mata uang negara pengkespor komoditas cenderung stabil atau terapresiasi sedikit. Hal ini merupakan kabar baik bagi Indonesia.

Grafik : Dollar Index

Illustration

Sumber : Bloomberg

Namun yang menjadi catatan Macquarie, dalam jangka panjang pasokan Dollar akan tetap ketat dan negara berkembang menghadapi persoalan pelik karena ancaman melambatnya perekonomian, ketatnya likuiditas dan tingginya biaya modal meskipun saat ini belum ada tanda tersebut di negara berkembang seperti Indonesia. Satu lagi yang perlu dicermati adalah potensi meningkatnya beban bunga utang bagi perusahaan Indonesia yang meminjam dalam Dollar AS dan dapat mempengaruhi kinerja perusahaan.

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.384,88

Up0,21%
Up4,05%
Up7,72%
Up8,08%
Up19,46%
Up38,34%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.095,38

Up0,14%
Up4,09%
Up7,18%
Up7,47%
Up3,23%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.084,98

Up0,55%
Up4,00%
Up7,61%
Up7,79%
--

Capital Fixed Income Fund

autodebet

1.853,59

Up0,53%
Up3,86%
Up7,19%
Up7,36%
Up17,82%
Up41,07%

Insight Renewable Energy Fund

2.287,69

Up0,82%
Up4,11%
Up7,35%
Up7,53%
Up19,98%
Up35,83%
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua