KPPU: Saatnya Indonesia Masuk Era No Competition, No Growth
Pemerintah harus melakukan market reform untuk mengurangi kekuatan oligopoli.
Pemerintah harus melakukan market reform untuk mengurangi kekuatan oligopoli.
Bareksa.com - Indonesia dinilai sedang menghadapi permasalahan ekonomi yang serius. Indikasinya perekonomian nasional memasuki fase pelambatan dengan siklus menurun, ditandai oleh pertumbuhan ekonomi yang hanya sekitar 4,7 persen sampai semester pertama 2015 dan merupakan yang terendah dalam lima tahun terakhir.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), M. Syarkawi Rauf dalam diskusi terbatas bersama MetroTV yang dipandu oleh Bareksa.com, Senin (23/11) di Jakarta. "Nilai tukar yang terus tertekan dan sudah mencapai Rp13.485 per dolar AS. Indeks Harga Saham yang juga mengalami koreksi.” Current account memang surplus. Tetapi, menurut Syarkawi, lebih didorong oleh penurunan impor, bukan karena ekspor yang meningkat.
Ia mengatakan, inflasi selama Ramadhan 2015 berada di angka 0,6-0,7 persen. Padahal biasanya inflasi bulan Puasa berada di kisaran 1 - 1,13 persen. Kondisi itu merupakan kombinasi antara kemampuan pemerintah mengendalikan pasokan bahan kebutuhan pokok, sekaligus akibat penurunan daya beli masyarakat.
Promo Terbaru di Bareksa
Syarkawi berpendapat daya saing ekonomi nasional yang menurun akibat dari pilihan kebijakan makro ekonomi yang kurang pas. Bahkan dalam banyak kasus, secara sektoral bertentangan dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat.
Syarkawi mencontohkan, pemerintah menetapkan penetapan tarif bawah di sejumlah kegiatan ekonomi dan seolah-olah menjadi framework di kebijakan ekonomi makro nasional. Padahal itu tidak sejalan dengan pencapaian target rencana jangka menengah pemerintah untuk bergeser ke ekonomi yang digerakan oleh efisiensi (efficiency driven economy).
Syarkawi meyakini sudah saatnya Indonesia memasuki era ‘No Competition, No Growth’. Karena itu, pemerintah harus segera melakukan market reform untuk mengurangi kekuatan oligopoli.
Salah satu caranya dengan mendukung terjadinya mekanisme pasar dengan law enforcement dan juga policy framework yang tepat, misalnya pada penentuan tarif di industri asuransi dan juga airline. Pemerintah juga harus bisa menciptakan persaingan sehat di industri perbankan, sehingga suku bunga menjadi lebih rendah seperti di Malaysia.
Pemerintah juga harus mendorong adanya kemitraan antara usaha besar dan kecil. Tujuannya untuk menghindari abused of domination position dan abused of bargaining position. “Jepang sukses menerapkan kemitraan usaha kecil dan usaha besar ini,” kata Syarkawi.
Untuk mengurai kekuatan oligopoli ini, menurut Syarkawi, pemerintah perlu memperkuat regulasi di sektor-sektor yang bersifat monopoli alamiah, seperti jaringan listrik, pipa gas, industri kereta api.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.