BeritaArrow iconBerita Ekonomi TerkiniArrow iconArtikel

POLICY FLASH: Rizal Ramli Ubah Target Pembangunan Pembangkit Listrik

Bareksa08 September 2015
Tags:
POLICY FLASH: Rizal Ramli Ubah Target Pembangunan Pembangkit Listrik
Rizal Ramli. (AntaraFoto/Fanny Octavianus)

Relaksasi ekspor minerba batal; Indonesia masuk kembali jadi anggota OPEC

Bareksa.com - Berikut sejumlah berita kebijakan pemerintah atau regulator yang dirangkum dari surat kabar nasional:

Pembangkit Listrik

Target pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 35.000 megawatt (MW) yang dimulai tahun ini hingga 2019 akan dipangkas menjadi 16.000 MW dengan alasan kelebihan kapasitas dan target yang lebih realistis. Menteri Koordinatpr Kemaritiman dan Energi Rizal Ramli mengatakan megaproyek 35.000 MW akan menciptakan kelebihan kapasitas dan kerugian bagi PT PLN (Persero). Jika proyek tersebut tetap dibangun, total pembangkit listrik pada 2019 mencapai 95.586 MW. Padahal, kebutuhan listrik pada 2019 saat beban puncak hanya 74.525 MW. Akibatnya, akan ada ekses kapasitas pembangkit yang tidak digunakan 21.331 MW pada 2019 dan PLN akan mengalami kesulitan keuangan.

Promo Terbaru di Bareksa

Menurut dia, berdasarkan ketentuan yang ada, PLN diwajibkan membeli 72 persen listrik dari perusahaan listrik swasta (independent power producer/IPP). Ketentuan ini tetap berlaku kendati pembangkit listrik IPP tidak dipergunakan. Akibatnya, PLN berpotensi menderita kerugian hingga US$10,76 miliar per tahun. Selain itu, pembangunan pembangkit listrik 35.000 megawatt juga tidak realistis dikerjakan dalam lima tahun ke depan. Di sisi lain, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menegaskan target penambahan pembangkit listrik masih tetap 35.000 MW hingga 2019.

Target IPO

Pendalaman pasar modal di Tanah Air ternyata masih menjadi persoalan serius yang belum terselesaikan. Terbukti, Bursa Efek Indonesia (BEI) merevisi target emiten baru tahun ini, dari semula 32 menjadi hanya 20 emiten. Target tersebut baru kali pertama dikeluarkan direksi baru BEI pimpinan Tito Sulistio sejak efektif bekerja pada Juni 2015. Sejak awal tahun hingga saat ini tercatat hanya 12 emiten baru yang melakukan penawaran umum perdana (initial public offering/ IPO) saham di BEI.

Di pipeline IPO saham BEI saat ini terdapat enam perusahaan yang bersiap melantai pada sisa semester II-2015, yakni PT Mahaka Radio Integra, PT Victoria Insurance, PT Internux, PT Vallianz Offshore Indonesia, PT Mitra Komunikasi Nusantara, dan PT Duta Lestari Sentratama (Kino Indonesia). Bila rencana tersebut terealisasi, maka hingga akhir tahun BEI berpotensi mencetak 18 emiten baru. Saat ini, jumlah emiten di BEI tercatat sebanyak 540 perusahaan, jauh dibandingkan dengan Malaysia 2.360 perusahaan dan Thailand sebanyak 1.400 perusahaan. Adapun jumlah investor ritel hanya sekitar 0,2 persen dari total populasi atau 450.000 investor.

Relaksasi Ekspor Minerba

Rencana pemerintah untuk merelaksasi pelarangan ekspor bijih mineral mentah dibatalkan karena khawatir mengganggu semangat penghiliran komoditas tersebut yang sedang dijalankan. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan sikap pemerintah mengenai larangan ekspor mineral sudah jelas. Menurut dia, relaksasi ekspor mineral mentah tidak sejalan dengan semangat hilirisasi yang diusung pemerintah selama ini. Larangan ekspor mineral mentah mulai diterapkan pemerintah pada 12 Januari 2014, diatur dalam PP No. 1/2014 Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara. Dari total 72 smelter yang sedang dibangun saat ini, 25 unit di antaranya akan segera beroperasi.

Dia mengungkapkan wacana mengenai pemberian insentif untuk sektor industri memang muncul di internal pemerintah. Salah satu bentuk insentif itu berupa pelonggaran ekspor mineral mentah untuk membantu perusahaan yang sedang membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) bijih mineral. Tujuan lain dari relaksasi itu untuk membawa devisa masuk sehingga pasar Indonesia terbantu di tengah kondisi perlambatan ekonomi. Selain itu, arus kas perusahaan juga diprediksi akan lebih lancar. Padahal, menurut dia, insentif untuk industri mineral tidak harus dengan membuka keran ekspor mineral mentah, tetapi bisa juga ditinjau dari masalah-masalah lain yang menghambat seperti perpajakan.

Keanggotaan OPEC

Sekretaris Jenderal Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) telah menyetujui permintaan Indonesia untuk kembali menjadi anggota aktif di organisasi tersebut. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan telah menerima konfirmasi resmi dari Sekjen OPEC terkait keanggotaan Indonesia di organisasi negara pengekspor minyak itu. Dia menjelaskan seluruh anggota aktif OPEC menyambut positif kembalinya Indonesia menjadi anggota penuh. Peresmian masuknya Indonesia sebagai anggota penuh akan dilakukan dalam sidang OPEC yang digelar pada Desember 2015.

Dia mengemukakan saat ini Kementerian ESDM tengah menyiapkan perwakilan tetap Indonesia di OPEC. Beberapa kandidat tengah dievaluasi. Sudirman menetapkan beberapa kriteria untuk menjadi perwakilan Indonesia di OPEC. Pertama, harus memiliki pemahaman terkait minyak dan gas bumi dari hulu hingga hilir. Lalu, memiliki pengalaman di dunia internasional.

Cadangan Devisa (Cadev)

BI mencatat, posisi cadangan devisa sampai akhir Agustus 2015 masih sebesar US105,3 miliar, turun US$ 2,3 miliar dibandingkan Juli 2015 sekitar US$ 107,6 miliar. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan penurunan cadangan devisa karena ada kenaikan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Selain itu juga digunakan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah.

Pada Agustus 2015, nilai tukar rupiah terus tertekan hingga mencapai level Rp 14.000 per dollar AS. Pada Senin (7/9), rupiah berdasarkan kurs tengah BI berada di angka Rp 14.234 per dollar AS. Menurut Tirta cadangan devisa tidak turun terlalu dalam karena ada penerbitan Samurai Bonds sebesar ¥ 100 miliar pada awal Agustus. Akibatnya posisi cadangan devisa Agustus 2015 cukup aman. BI menilai cadangan devisa terbaru cukup untuk membiayai 7,1 bulan impor atau 6,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.384,88

Up0,21%
Up4,05%
Up7,72%
Up8,08%
Up19,46%
Up38,34%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.095,38

Up0,14%
Up4,09%
Up7,18%
Up7,47%
Up3,23%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.084,98

Up0,55%
Up4,00%
Up7,61%
Up7,79%
--

Capital Fixed Income Fund

autodebet

1.853,59

Up0,53%
Up3,86%
Up7,19%
Up7,36%
Up17,82%
Up41,07%

Insight Renewable Energy Fund

2.287,69

Up0,82%
Up4,11%
Up7,35%
Up7,53%
Up19,98%
Up35,83%

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua