BeritaArrow iconBerita Ekonomi TerkiniArrow iconArtikel

Data Ini Indikasikan Adanya "Mafia" Beras Penyebab Lenny Dicopot Dari Bulog

Bareksa08 Juni 2015
Tags:
Data Ini Indikasikan Adanya "Mafia" Beras Penyebab Lenny Dicopot Dari Bulog
Pekerja mengangkut beras di gudang beras Badan Urusan Logistik (Bulog) di Tangerang, Banten, Jumat (27/3). Pemerintah menegaskan tidak akan mengambil kebijakan untuk mengimpor beras meski harga kebutuhan pokok tersebut kini sedang melambung, dikarenakan stok beras sampai musim panen pada bulan April masih mencukupi. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Lonjakan harga beras baru terjadi setelah Jokowi sesumbar tidak buka keran impor

Bareksa.com – Lonjakan harga beras pada bulan Februari lalu disinyalir menjadi alasan pencopotan jabatan Lenny Sugihat sebagai Direktur Utama Perum Bulog.

Hari ini, Senin 8 Juni 2015, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno resmi memberhentikan Lenny sebagai Dirut Bulog. Lenny hanya menjabat sekitar enam bulan, dan diganti oleh Djarot Kusmayakti, bankir dari Bank BRI.

Sumber Bareksa.com yang merupakan salah satu petinggi Negara menyebut berantakannya proses administratif Bulog yang dimanfaatkan oleh “mafia” beras menjadi penyebab kelangkaan beras.

Promo Terbaru di Bareksa

“Kasian ibu Lenny menjadi korban. Seharusnya memang perlu ada pembenahan Bulog secara menyeluruh,” ujarnya.

Dari data harga beras PD Pasar Jaya Cipinang, periode Januari sampai pertengahan Februari walaupun ada kenaikan tetapi pergerakan harga beras relatif stabil, tercermin dari harga beras IR II jenis IR64 yang berkisar Rp10.000 per kg.

Pada 12 Januari 2015 dalam acara pembukaan MUNAS HIPMI ke-15 di Bandung Presiden Joko Widodo sesumbar dalam tiga tahun Indonesia akan kelimpahan beras dan tidak akan melakukan impor.

Lalu pada akhir Januari 2015, bersamaan dengan pemberian ratusan traktor tangan kepada petani di Desa Keraswetan , Jawa Timur, Presiden kembali menyampaikan keinginannya agar tidak ada lagi impor.

Harga beras IR II jenis IR64 terus melesat 15 persen menjadi Rp11.650 per kg pada periode 16-28 Februari 2015 berdasar pada harga PD Pasar Jaya di mana pada 25 Februari Presiden Jokowi masih menegaskan tidak akan membuka keran impor dan mencurigai adanya "mafia" beras.

"Feelling saya mengatakan ada yang mau bermain agar kita impor," ungkap Presiden Jokowi 28 Februari 2015.

Operasi pasar juga tidak cukup meredam tingginya harga beras. Baru setelah Presiden Jokowi mengeluarkan Inpres Nomor 5 Tahun 2015 pada 17 Maret 2015, harga beras kembali turun ke level Rp10.500 per kg.

Grafik Harga Beras IR64 di Pasar PD Jaya Cipinang Periode 1 Januari - 7 Juli 2015
Illustration
Sumber: Bareksa.com

Tanda-tanda manajemen Bulog akan dirombak sebetulnya sudah santer terdengar seiring dengan reshuffle kabinet. Pada Maret 2015, Presiden Joko Widodo saat Blusukan dan memantau harga beras di pasar Rawamangun Jakarta menyebutkan bahwa salah penyebab naiknya harga beras juga bisa disebabkan ketidakmampuan manajemen Bulog dalam menjaga distribusi. Saat itu tampaknya Jokowi sudah kecewa dengan Bulog.

Apalagi, sampai Mei 2015 serapan pengadaan beras Bulog baru mencapai 700.000 ton dari target 2,75 juta ton atau 25 persen dari target. Adapun menurut Amran Sulaiman, Menteri Pertanian kepada awak media mengatakan lahan sawah yang panen periode Januari - Maret 2015 mencapai 4,24 juta hektar.

Serapan ini relatif rendah jika dibanding target Presiden Jokowi serapan beras petani minimal 4-4,5 juta ton.

Sutarto Alimoeso, bekas Direktur Utama Bulog mengatakan agar harga beras relatif stabil maka Bulog harus memiliki stok awal (buffer stock) minimal 2 juta ton dan mampu menyediakan beras sebanyak 3,1-3,2 juta ton per tahun. “Bila itu terpenuhi, harga beras relatif bisa stabil sepanjang tahun,” ujarnya kepada Bareksa, Senin 8 Juni 2015.

Penyediaan beras oleh Bulog pernah mencapai angka tertinggi sepanjang sejarah pada 2012 sebanyak 3,65 juta ton, dan semua berasnya berasal dari dalam negeri. Pada saat itu kebetulan produksi beras dalam negeri naik sekitar 5 persen. Pada 2013, penyediaan beras oleh Bulog mencapai 3,4 juta ton, sehingga Indonesia pada tahun ini tidak mengimpor beras.

Hal ini juga tercermin dari data BPS terkait angka impor beras merosot 74 persen menjadi hanya 472 ribu ton di tahun 2013.

Grafik Data Impor Beras Periode Tahun 2000-2013
Illustration
Sumber: Bareksa.com

Sayangnya, produksi beras nasional pada 2014 turun sekitar 0,9 persen sehingga Bulog tidak bisa menyampai prestasi pada 2012-2013. “Sampai saya pensiun dan diganti Lenny Sugihat , penyediaan beras Bulog baru mencapai 2,4 juta ton pada akhir 2014,” ujar Sutarto, yang juga Ketua Perhimpunan Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi) ini.

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.385,6

Up0,21%
Up4,12%
Up7,77%
Up8,02%
Up19,27%
Up38,33%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.095,56

Up0,20%
Up4,14%
Up7,20%
Up7,44%
Up2,99%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.085,51

Up0,57%
Up4,03%
Up7,67%
Up7,80%
--

Capital Fixed Income Fund

autodebet

1.854,58

Up0,55%
Up3,90%
Up7,24%
Up7,38%
Up17,49%
Up40,84%

Insight Renewable Energy Fund

2.288,82

Up0,81%
Up4,14%
Up7,41%
Up7,53%
Up19,89%
Up35,81%

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua