Kekayaan Tambang Melimpah; Merdeka Copper 'Dijaga' Yenny Wahid & Hendropriyono
Mantan Kepala BIN sampai putri (alm) Gus Dur duduk di Dewan Komisaris.
Mantan Kepala BIN sampai putri (alm) Gus Dur duduk di Dewan Komisaris.
Bareksa.com - PT Merdeka Copper Gold Tbk disebut-sebut memiliki sumber daya mineral yang besar; jauh lebih besar dari cadangan tambang-tambang lain di Indonesia. Bahkan, diklaim melebihi PT Newmont Nusa Tenggara. Melimpahnya kekayaan terpendam di tambang Proyek Tujuh Bukit ini disebabkan karena areanya merupakan bagian dari busur magmatik Sunda-Banda, yang memiliki variasi tipe mineral dominan.
Sebagaimana tertera dalam dokumen "Resource Estimation of the Tujuh Bukit Project, Eastern Java, Indonesia" yang disusun H&SC sesuai JORC Code -- sistem klasifikasi sumber daya mineral yang diterima dunia internasional -- di bawah lapisan oksida Tambang Tujuh Bukit terkandung sumber daya tembaga sebesar 19,28 miliar pound. Bandingkan dengan sumber daya tambang Newmont di Tambang Batu Hijau dan Elang Dodo yang "cuma" 6,3 miliar pound.
Grafik: Sumber Daya Mineral Tembaga & Emas
Promo Terbaru di Bareksa
Sumber: Bareksa.com
Kandungan emas di tambang Merdeka juga diyakini lebih besar, yakni sebanyak 28 juta Oz. Sementara di Newmont, cuma ada 9,3 juta Oz.
Sumber daya di tambang Merdeka Copper Gold dimiliki melalui Izin Usaha Pertambangan (IUP) dua anak usaha perusahaan itu, yakni PT Bumi Suksesindo (BSI) dan PT Damai Suksesindo (DSI). Lokasi IUP BSI dan DSI terletak di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggrahan, Jawa Timur. IUP BSI seluas 4.998 hektar dan DSI 6.623 hektar.
Gambar: Peta Lokasi Tambang Merdeka
Sumber: Perusahaan
Memiliki kekayaan sedemikian besar, perusahaan milik Grup Saratoga ini sejak awal langsung rapat "membentengi" tambang mereka. Sejumlah nama tokoh penting dan berpengaruh tertera di jajaran komisaris dan direksi perusahaan.
Duduk di kursi Komisaris Utama adalah Jenderal (purn) A.M. Hendropriyono, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) yang dikenal dekat dengan Ketua Umum PDI-P Megawati Sukarnoputri dan merupakan salah satu tokoh berpengaruh di lingkaran terdekat Presiden Jokowi.
Tak cuma sang ayah di Dewan Komisaris, anak Hendropriyono juga masuk di jajaran Dewan Direksi. Tertera di prospektus perusahaan, Rony N. Hendropriyono menjabat sebagai direktur yang membidangi tanggung jawab sosial dan lingkungan hidup, serta hubungan komunitas -- hal-hal yang berkaitan erat dengan aspek "pengamanan" operasi tambang Merdeka dalam kaitannya dengan masyarakat setempat dan para pemangku kepentingan lainnya.
Dan tidak kalah penting, adalah diangkatnya Zannuba Arifah CH.R sebagai Komisaris Independen untuk ikut mengawasi kinerja manajemen perusahaan. Tokoh ini tak lain adalah Yenny Wahid, putri kedua mantan Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama (NU) dan Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid (alm). Perlu dicatat, tambang Merdeka berlokasi di Jawa Timur, area yang menjadi basis utama NU.
Ketiga tokoh ini masuk jajaran direksi dan komisaris sejak Desember 2014.
Kiri ke kanan: Wakil Preskom PT Merdeka Copper Gold Tbk Edwin Soeryadjaya, Direktur Hardi Wijaya Liong, Presdir Adi Adriansyah Sjoekri, dan Direktur Rony N. Hendropriyono usai Paparan Publik di Jakarta, 12 Mei 2015 (Antara Foto/Audy Alwi)
Saham Pemda
Selain itu, perusahaan juga merangkul pemerintah daerah. Salah satunya, terlihat dari pemberian 10 persen saham perusahaan kepada Pemerintah Kabupaten Banyuwangi.
Pada 2013, komposisi kepemilikan perusahaan mengalami perubahan karena masuknya Pemda Kabupaten Banyuwangi sebagai salah satu pemegang saham. Untuk ini, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi tidak mengeluarkan dana sepeser pun, karena saham itu dihibahkan pemilik perusahaan.
Dijelaskan dalam prospektus, hibah ini merupakan prakarsa perseroan agar warga sekitar dapat memperoleh manfaat ekonomi dari proyek penambangan emas. Selain itu, "untuk mengakomodir permintaan dari Bupati Banyuwangi dan Gubernur Jawa Timur untuk memiliki golden share perseroan".
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi juga mendapat keistimewaan dengan diperbolehkan menjual "saham kosong" mereka ke publik setelah Penyertaan Pendaftaran memperoleh surat Pernyataan Efektif dari Otoritas Jasa Keuangan. Padahal, pemegang saham lain terkena aturan tidak dapat menjual atau memindahkan kepemilikan saham perseroan dalam jangka waktu delapan bulan setelah Pernyataan Efektif.
Konflik sebelum Merdeka
Sebelum Grup Saratoga -- milik taipan Edwin Soeryadjaya -- masuk ke perusahaan ini, Proyek Tujuh Bukit dililit konflik perebutan saham. Awalnya, proyek tambang ini dimiliki perusahaan asal Australia, Intrepid, bekerja sama dengan PT Indo Multi Niaga (IMN). Yang terakhir ini adalah perusahaan bentukan Maya Miranda Ambarsari dan Reza Nazaruddin, serta investor yang juga berasal dari Australia, Paul Willis. Saat didirikan, komposisi saham adalah: 70 persen Intrepid, 10 persen Wilis, dan sisanya IMN.
Di tengah jalan, Intrepid tersandung regulasi di UU No. 4/2009 yang menyatakan mayoritas kepemilikan tambang tidak boleh dikuasai investor asing. IMN berjanji akan menyelesaikan persoalan ini. Akan tetapi, IMN lalu menjual Proyek Tujuh Bukit ke Merdeka.
Intrepid berkeberatan. Mereka menuding IMN telah mengambil alih tambang itu secara tak sah, bersekongkol dengan Edwin Soeryadjaya pemilik Saratoga. Padahal, semula posisi Saratoga hanya menjadi penengah dalam proses restrukturisasi ini.
Sebagai solusinya, Merdeka sepakat untuk menerbitkan obligasi konversi yang bisa ditukarkan IMN, Intrepid dan Paul Willis, dengan saham baru Merdeka bersamaan dengan proses IPO. (Baca juga: IPO Usaha Tambang Saratoga; Merdeka Juga Terbitkan Obligasi Konversi)
Selain konflik pemegang saham, Merdeka Copper dihadapkan pada masalah tumpang tindih lahan anak usahanya. Area tambang milik BSI dan DSI tumpang tindih dengan kawasan hutan, seperti hutan produksi dan hutan lindung. BSI sendiri sudah memperoleh persetujuan prinsip dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 25 Juli 2014 untuk areal pertambangan dan operasi produksi emas seluas 994,7 hektar. Salah satu syarat dalam persetujuan prinsip itu, BSI diwajibkan menyediakan lahan kompensasi dengan perbandingan 1 : 2 atau seluas 1.989,4 hektar.
Adapun DSI belum memperoleh persetujuan dari instansi pemerintah terkait untuk penggunaan lahan tambang yang tumpang tindih dengan kawasan hutan. Saat ini, mereka masih dalam proses memperoleh pertimbangan teknis sebagai salah satu persyaratan dari permohonan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) Eksplorasi atas IUP milik DSI seluas 6.623 hektar. Sampai diperolehnya IPPKH Eksplorasi tersebut, DSI belum "merdeka" melakukan kegiatan apapun di Tambang Merdeka. (pi, np, kd)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.