BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

Kredit Macet Naik, BRI Yakin Hanya Sementara

30 April 2015
Tags:
Kredit Macet Naik, BRI Yakin Hanya Sementara
Dirut Bank Rakyat Indonesia (BRI) baru Asmawi Syam (tengah) didampingi Direktur Gatot Mardiwasisto (kiri) dan Djarot Kusumayakti (kanan) memberi keterangan kepada wartawan usai mengikuti Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) di Jakarta, Kamis (19/3). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

NPL kuartal pertama BRI mencapai 2,2 persen, dibandingkan 1,8 persen pada periode sama tahun lalu

Bareksa.com - Kualitas aset PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) pada kuartal pertama tahun ini memburuk. Hal itu terlihat dari kenaikan kredit macet (gross NPL) yang mencapai 2,2 persen per akhir Maret dibanding 1,8 persen pada periode yang sama tahun lalu. Namun, manajemen BBRI melihat itu sebagai fenomena sementara.

Berdasarkan laporan keuangan yang disampaikan kepada publik, nominal NPL pun naik 33 persen menjadi Rp10,4 triliun. Pinjaman dalam perhatian khusus juga naik 16 persen secara tahunan menjadi Rp39,6 triliun.

Wakil Direktur Utama BBRI Sunarso menjelaskan komoditas, termasuk batu bara dan kelapa sawit menjadi sektor yang paling diwaspadai terjadinya kredit macet. "Ekonomi kita banyak didorong oleh komoditas. Kita harus hati-hati meski tidak semua komoditas (harus diwaspadai) ," ujarnya dalam paparan di Jakarta 30 April 2015.

Promo Terbaru di Bareksa

Segmen kredit yang memberi kontribusi NPL terbesar adalah segmen usaha kecil dengan kenaikan 94 basis poin dan menengah yang naik 259 basis poin. Segmen mikro mencatat peningkatan NPL 44 basis poin, konsumer naik 23 basis poin dan korporasi naik 14 basis poin.

Seperti diberitakan sebelumnya, laba bersih BBRI naik tipis, sebesar 3,5 persen pada kuartal pertama 2015 karena meningkatnya beban bunga dan beban tenaga kerja. Pada periode Januari sampai Maret 2015, BBRI membukukan laba bersih Rp 6,14 triliun atau Rp249,03 per saham dibandingkan periode sama tahun sebelumnya Rp5,93 triliun atau Rp240,59 per saham.

Pendapatan bunga bersih yang diperoleh BBRI hanya naik 8,7 persen menjadi Rp13,5 triliun akibat melonjaknya beban bunga hingga 56,7 persen menjadi Rp7,36 triliun dari sebelumnya Rp4,7 triliun.

Sunarso mengakui pada kuartal pertama tahun ini terjadi perlambatan tidak hanya pada ekonomi domestik, tetapi juga secara global. Perlambatan ekonomi terlihat dari jumlah kredit yang disalurkan oleh BBRI turun 3,6 persen menjadi Rp477,89 triliun per akhir Maret 2015, dibandingkan akhir Desember 2014 sebesar Rp490,41 triliun

Margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) BBRI pada kuartal pertama 2015 juga turun menjadi 7,57 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 9,06 persen.

Di sisi pendanaan, dana pihak ketiga (DPK) BRI per akhir Maret turun 2,1 persen menjadi Rp592 triliun yang didorong oleh penurunan dana giro dan tabungan (cash account saving account/CASA) sebesar 5,6 persen menjadi Rp304 triliun.

Namun, rasio dana pihak ketiga terhadap kredit (loan to deposit ratio/LDR) turun menjadi 80,47 persen pada akhir Maret 2015, dibandingkan 92,01 persen pada akhir Maret 2014, yang artinya likuiditas semakin longgar.

Direktur Utama BBRI Asmawi Syam juga menjelaskan bahwa perlambatan ini sangat memengaruhi kondisi permintaan pinjaman dari pelaku bisnis justru di saat likuiditas masih longgar. "Kalau dipaksakan akan menjadi NPL (kredit macet). Itu kalau tidak hati-hati," katanya.

Menurut dia, kenaikan NPL di bank yang berfokus pada segmen usaha mikro, kecil dan menengah tersebut hanya bersifat sementara. BRI masih berharap pada pengembangan proyek pemerintah di bidang infrastruktur.

"Kalau ada government spending, ekonomi akan bergerak kembali,” ujar Asmawi.”Kenaikan NPL ini sementara dan, dengan rasio 2,2 persen kami masih rendah daripada rata-rata industri."

Sektor Potensial

Sunarso menjelaskan meskipun pada kuartal pertama penyaluran kredit turun, perseroan masih memiliki potensi untuk meningkatkan kredit sesuai target 15-17 persen pada tahun ini karena likuiditas yang longgar. BRI akan tetap berfokus pada pinjaman berimbal hasil tinggi (high yield loan), yaitu segmen bisnis mikro dan konsumer.

Selain itu, kata dia, fokus kredit menengah dan kecil juga akan tetap digenjot terutama untuk industri yang berkaitan dengan pemimpin pasar dan perdagangan. Perseroan pun memiliki strategi klaster, yaitu menyalurkan kredit untuk usaha dengan rantai bisnis yang sama.

"Food and beverage tidak ada matinya. Sektor telekomunikasi juga memiliki permintaan yang berkelanjutan. Sektor terkait komoditas dan eksposur internasional akan lebih selektif," katanya. (pi)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.385,6

Up0,21%
Up4,12%
Up7,77%
Up8,02%
Up19,27%
Up38,33%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.095,56

Up0,20%
Up4,14%
Up7,20%
Up7,44%
Up2,99%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.085,51

Up0,57%
Up4,03%
Up7,67%
Up7,80%
--

Capital Fixed Income Fund

autodebet

1.854,58

Up0,55%
Up3,90%
Up7,24%
Up7,38%
Up17,49%
Up40,84%

Insight Renewable Energy Fund

2.288,82

Up0,81%
Up4,14%
Up7,41%
Up7,53%
Up19,89%
Up35,81%
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua