Indonesia Terancam Resesi Ekonomi, Bagaimana Strategi Investor?
Kalangan menengah adalah yang paling terdampak dari resesi ekonomi
Kalangan menengah adalah yang paling terdampak dari resesi ekonomi
Bareksa.com - Pemerintah memperkirakan Indonesia akan mengalami resesi pada tahun ini. Tidak perlu panik dan bingung, masih ada langkah dan strategi yang bisa diambil oleh investor menghadapi resesi ekonomi ini.
Apa arti resesi? Resesi ekonomi adalah tekanan dalam ekonomi baik pada sektor keuangan maupun sektor riil. Seperti halnya siklus, resesi ini berkebalikan dengan periode pertumbuhan ekonomi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan pertumbuhan ekonomi yang tercermin dari Produk Domestik Bruto (PDB) tahun ini minus 1,7 persen sampai minus 0,6 persen, karena tekanan pandemi virus corona Covid-19.
Promo Terbaru di Bareksa
Secara teknikal, sebenarnya Indonesia sudah mengalami resesi (technical recession) karena terjadi dua kontraksi beruntun secara kuartal ke kuartal (QtQ). Pada kuartal I 2020 secara QtQ PDB Indonesia minus 2,41 persen dan kuartal II minus 4,19 persen.
Grafik Pertumbuhan PDB Indonesia Tahunan
Dedi Arianto, Corporate Secretary and Director Business & Strategy PT BNI Sekuritas, menjelaskan dampak resesi ini akan sangat terasa pada kalangan menengah dan bawah. Masyarakat ekonomi bawah mungkin sudah tidak bisa membedakan resesi dengan sebelumnya karena hidup mereka sudah sulit.
Sementara itu, kalangan atas mungkin masih memiliki daya tahan setidaknya dalam enam bulan ke depan. Namun, yang menghadapi keadaan sangat sulit adalah kalangan menengah, karena perusahaan pun akan melakukan efisiensi yang sangat ketat seperti pemangkasan gaji, dan bila perlu melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Masyarakat menengah butuh uluran tangan pemerintah untuk bertahan hidup, tapi sepertinya pemerintah baru bisa menjangkau mid to low (ekonomi bawah)," ujarnya ketika dihubungi Bareksa, 25 September 2020.
Menghadapi kondisi ini, Dedi menyarankan untuk berhemat dan menyimpan dana untuk keadaan darurat (dana darurat). "Dalam kondisi ini, cash is king. Kita tunda pengeluaran yang tidak perlu," ujarnya.
Besaran dana darurat yang perlu disiapkan bervariasi tergantung kebutuhan tiap orang. Sebaiknya, dana darurat bisa mencukupi 6-12 kali pengeluaran bulanan.
Dana darurat ini tentu bisa disimpan saja di dalam tabungan atau rekening bank. Akan tetapi bisa juga ditaruh dalam instrumen yang juga likuid seperti reksadana pasar uang, yang portofolionya juga deposito dan surat berharga dengan jatuh tempo kurang dari setahun.
Kemudian, bila ada uang lebih, Dedi menyarankan ini adalah saatnya berinvestasi pada instrumen dengan potensi peningkatan nilai (capital gain) maksimal. Investasi saham, atau reksadana saham, bisa menjadi salah satu pilihan bagi investor dengan profil risiko tinggi yang berani ambil risiko (risk taker).
"Meski saya netral, saya ternyata harus memaksakan diri lebih risk taker apabila tidak ingin kehilangan opportunity tersebut. Dalam kondisi seperti ini, kita harus lebih banyak membaca berita, laporan, webinar agar tidak salah mengambil keputusan," ujarnya.
Kemudian untuk investor yang menghindari risiko, obligasi bisa dipilih. Obligasi negara atau surat berharga negara (SBN) memiliki jaminan keamanan karena 100 persen dijamin oleh negara, sementara obligasi korporasi cukup menarik karena memberikan imbal hasil (yield) yang tinggi. "Tetap hati-hati memilih perusahaan yang terdampak Covid-19," pesannya.
Bila investor tidak punya waktu banyak memantau portofolio, bisa memilih reksadana pendapatan tetap yang portofolionya adalah obligasi dan surat berharga negara. Akan tetapi, kembali lagi perlu melihat dulu portofolionya yang tertera dalam fund fact sheet reksadana.
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.