BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

Apa Itu Investasi DINFRA? Berikut Penjelasannya

18 Maret 2019
Tags:
Apa Itu Investasi DINFRA? Berikut Penjelasannya
Pekerja memperbaiki "launcher gantry" proyek pembangunan kontruksi jalur rel dwi ganda atau "double-dobel track (DDT)" yang roboh di kawasan Matraman, Jakarta, Senin (5/3). Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menargetkan penyelesaian pembangunan proyek infrastruktur jalur DDT Manggarai- Cikarang selesai pada 2020. (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

DINFRA diluncurkan dengan payung hukum Kontrak Investasi Kolektif (KIK) tetapi bukan reksadana

Bareksa.com - Seiring dengan pembangunan infrastruktur di Indonesia yang masif dalam beberapa tahun terakhir, tentu berinvestasi di proyek yang berkaitan dengan infrastruktur bisa menjadi hal yang menarik. Dalam hal ini, imbal hasil yang didapat bisa dari kenaikan harga atau dari pendapatan hasil sewa.

Tahukah Anda bahwa investasi di proyek infrastruktur dapat dilakukan melalui Dana Investasi Infrastruktur (DINFRA)? Sebelumnya ada baiknya kita terlebih dahulu memahami pengertian dari DINFRA.

Pengertian DINFRA

Promo Terbaru di Bareksa

DINFRA dapat diartikan sebagai kumpulan uang pemodal yang dikelola oleh perusahaan manajer investasi untuk diinvestasikan ke dalam aset infrastruktur dengan cara:

  1. langsung yaitu dengan membeli aset infrastruktur, lalu sewa dan hasil penjualan dari aset tersebut dikembalikan ke pemodal sebagai dividen,
  2. tidak langsung yaitu dengan membeli saham atau obligasi yang diterbitkan perusahaan terkait infrastruktur.

Penggolongan aset infrastruktur sendiri menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 52 tahun 2017 tergolong relatif luas seperti contohnya aset berupa proyek transportasi, telekomunikasi, pendidikan, energi, kesehatan, perumahan dan bahkan sarana olahraga.

Di luar negeri umumnya DINFRA menganut bentuk hukum trust. Sekadar informasi, trust adalah penggabungan atau peleburan badan usaha yang sejenis ataupun tidak sejenis menjadi satu sehingga membentuk sebuah badan usaha besar.

Bentuk hukum tersebut memang tidak dikenal di Indonesia, oleh karena itu DINFRA diluncurkan dengan payung hukum Kontrak Investasi Kolektif (KIK), seperti halnya reksadana.

Meskipun menganut aliran KIK dan strukturnya mirip, DINFRA bukanlah reksadana. Hal ini karena DINFRA memiliki beberapa karakteristik khusus yang tidak sesuai dengan batasan reksadana saat ini.

Batasan DINFRA

Investasi DINFRA dibatasi menjadi 3 hal yaitu aset infrastruktur (misalnya membeli aset gedung perkantoran/jalan tol/rumah sakit dan menyewakannya), aset yang berkaitan dengan infrastuktur (membeli saham/ obligasi perusahaan terkait infrastruktur) dan juga dalam bentuk kas atau setara kas.

DINFRA diwajibkan menginvestasikan minimum 51 persen dari dana kelolaanya ke aset yang berhubungan dengan infrastruktur. Dalam membeli aset infratruktur tentu saja ada aturan khususnya, misalnya DINFRA dilarang membeli aset infrastruktur yang belum menghasilkan, dan dalam membeli proyek yang sedang dalam pembangunan dibatasi maksimal 25 persen dari dana kelolaan.

Dalam membeli saham/obligasi yang berhubungan dengan infrastruktur, DINFRA juga dilarang melakukan transaksi margin maupun short sell dan porsi maksimalnya yaitu 49 persen dari dana kelolaan. Setiap tahun DINFRA juga wajib membagikan dividen minimal 90 persen dari pendapatan kena pajak.

Keuntungan dan Risiko DINFRA

Bicara mengenai potensi keuntungan maka saat ini nilai sewa properti per tahun adalah 7-10 persen dari nilai properti tersebut. Dengan nilai properti yang terus meningkat setiap tahunnya tentu saja dalam jangka panjang investor DINFRA diharapkan menerima pendapatan dari kenaikan nilai aset plus nilai sewanya.

Melalui DINFRA, pemodal kecil juga bisa ikut merasakan atau berkecimpung dalam sektor investasi infrastruktur. Selain itu, DINFRA dapat dicatatkan pada bursa saham sehingga membantu investor dari sisi likuiditas karena investor bisa menjual kepemilikan DINFRA kepada investor lain

Bagaimana terkait dengan risikonya? DINFRA hanya bisa berinvestasi ke aset infrastruktur, yang artinya kinerjanya akan sangat bergantung pada sektor infrastruktur yang menjadi aset dasarnya.

Risiko juga bisa timbul pada kemungkinan gagal bayar sang penyewa, menurunnya nilai aset dan risiko likuiditas pada saat investor mencairkan dananya sehingga manajer investasi harus menjual asetnya, padahal menjual aset infrastruktur tidak selikuid menjual aset di pasar modal.

DINFRA Pertama di Indonesia

Manajer investasi Grup Lippo yaitu PT Bowsprit Asset Management menjadi penerbit DINFRA pertama di Indonesia yang bernama Dinfra Bowsprit Township Development, yang memiliki aset berupa proyek infrastruktur di Jawa Barat.

Mengutip website PT Bowsprit Asset Management, Dinfra Bowsprit Township Development memiliki nilai besaran proyeknya Rp750 miliar dari proyek sebuah infrastruktur di Jawa Barat. Proyek yang digarap perseroan berupa wilayah pemukiman atau infrastrukturnya.

Kinerja yang diharapkan adalah dari hasil sewa (baik dari tenant, hasil parkir dan sebagainya) ditambah dengan kenaikan dari harga tanah (dinilai oleh Appraisal independen yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan secara bulanan).

Namun demikian tentu saja ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum Anda memutuskan untuk menempatkan dana anda di DINFRA, antara lain:

1. Jumlah dana awal yang cukup besar,

2. Likuiditas, karena bila anda memutuskan untuk keluar dari DINFRA bisa jadi akan terkena biaya pencairan (redemption fee) yang relatif tinggi dan transaksi di bursa bisa saja cenderung tidak likuid.

3. Dengan aset dan jumlah unit yang tetap, DINFRA juga terbatas dalam menerima investor baru sehingga Anda akan bisa masuk bila ada investor lain yang bersedia menjual unitnya.

Investasi DINFRA memang menarik tetapi masih belum populer di Indonesia. Untuk saat ini, investor awam seperti kita bisa membeli reksadana sebagai alternatif investasi.

Reksadana adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.

Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.

Untuk mempelajari lebih lanjut soal menabung di reksadana, baca ini : Tips Menabung di Reksadana Agar Tujuan Investasi Dapat Tercapai

(KA01/hm)

***

Ingin berinvestasi di reksadana?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.384,88

Up0,21%
Up4,05%
Up7,72%
Up8,08%
Up19,46%
Up38,34%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.095,38

Up0,14%
Up4,09%
Up7,18%
Up7,47%
Up3,23%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.084,98

Up0,55%
Up4,00%
Up7,61%
Up7,79%
--

Capital Fixed Income Fund

autodebet

1.853,59

Up0,53%
Up3,86%
Up7,19%
Up7,36%
Up17,82%
Up41,07%

Insight Renewable Energy Fund

2.287,69

Up0,82%
Up4,11%
Up7,35%
Up7,53%
Up19,98%
Up35,83%
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua