Tahun Pemilu, Kondisi Investasi di Pasar Keuangan Diperkirakan Tetap Positif
Pemilihan umum dan pengaruh ekonomi global tidak berdampak negatif terhadap pasar saham dan obligasi nasional
Pemilihan umum dan pengaruh ekonomi global tidak berdampak negatif terhadap pasar saham dan obligasi nasional
Bareksa.com - Meskipun Indonesia akan mengadakan pemilihan umum dan pemilihan presiden pada tahun ini, kondisi investasi di pasar keuangan pada tahun ini diperkirakan akan bergerak positif. Hal ini didukung ekonomi domestik yang kuat dan sentimen global yang bisa terjaga.
Executive Director of Charta Politica Yunarto Wijaya mengatakan, kondisi pasar biasanya selalu positif pada tahun pemilu. Walaupun ada kemungkinan terjadi konflik atau kerusuhan, hal tersebut biasanya hanya terjadi di media sosial. "Rutinitas sehari-hari tetap berjalan, indeks harga saham gabungan (IHSG) masih positif di 6.400," kata dia di Jakarta, Kamis (17 Januari 2019).
Lagipula, pemilihan presiden tahun ini merupakan pertarungan antara dua calon yang juga mencalonkan diri pada pemilihan presiden lima tahun sebelumnya, sehingga menu pertarungannya tidak jauh berbeda. Kendatipun ada hal yang berbeda, hal tersebut terletak pada masa kampanye yang jauh lebih lama, yakni 6 bulan. Hal ini menyebabkan investor harus melakukan strategi wait and see lebih lama.
Promo Terbaru di Bareksa
Sementara itu, dari sisi pengaruh global, CEO Schroders Investment Management Indonesia Michael Tjoajadi mengatakan, pada tahun 2018, ekonomi Indonesia memang tertekan sehingga membuat kinerja pasar saham negatif. Ini dikarenakan The Fed menaikkan suku bunga acuan hingga 4 kali pada tahun lalu sehingga Bank Indonesia juga harus menaikkan suku bunga acuan begitu terjadi pelemahan nilai tukar rupiah.
Ditambah pula, ada pengaruh perang dagang antara Amerika Serikat dengan China yang semakin menambah tekanan terhadap perekonomian negara Indonesia. "Akibatnya, nilai ekspor menurun karena permintaan bahan baku menurun sehingga berdampak negatif pada 2018," kata dia.
Dari sisi kebijakan fiskal, Amerika Serikat memberikan insentif pajak penghasilan badan yang menjadikan AS sangat atraktif di mata investor. Akibatnya, aliran dana di negara emerging dan maju mengalir kembali ke AS.
Namun demikian, insentif kebijakan fiskal ini tidak akan berdampak penuh pada 2019. Ditambah dengan kemungkinan perang dagang antara AS dan China yang tidak akan berlanjut pada tahun ini sehingga pada 2019 dan 2020 banyak yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS akan menurun.
Apalagi, kebijakan suku bunga ketat yang diterapkan AS pada 2018 tidak akan berlanjut pada 2019. Dari sebelumnya, prediksi suku bunga The Fed akan dilakukan sebanyak 3 kali, menurun menjadi 2 kali.
"Peningkatan suku bunga acuan sudah mulai peak, negara lain yang sebelumnya sudah banyak menaikkan bunga acuan juga sudah mulai berhenti,"terang dia.
Dengan pertumbuhan ekonomi AS yang diprediksi menurun tersebut, para investor mulai keluar dari AS. "Mereka kembali lagi ke negara lain, termasuk Indonesia. Jadi, tone-nya positif untuk investasi di tahun 2019 dan 2020," ucap dia.
Head of Wealth Management and Client Growth of Bank Commonwealth Ivan Jaya menjelaskan, investasi pada tahun 2019 akan bernuansa positif. Hal ini bisa terlihat dari aliran modal asing yang sudah masuk Rp 14 triliun ke pasar saham dalam 3 bulan terakhir dengan Rp 8 triliun di antaranya masuk pada bulan Januari 2019.
Grafik Kepemilikan Investor Asing di Bursa Saham Indonesia
Sumber: Bareksa.com
Begitu juga dengan aliran dana asing yang masuk ke obligasi Indonesia, Ivan menyebutkan dalam 3 bulan terakhir ini sudah masuk sebesar Rp 10 triliun. "Dalam 3 bulan terakhir ini, indikator ekonomi Indonesia memang membaik. Biasanya memang di tahun politik, imbal hasil (return) investasi selalu di atas 50 persen," ucapnya.
Pilih Obligasi
Di tengah kondisi investasi positif dan suku bunga acuan tersebut, Michael mengungkapkan, investor sebaiknya berinvestasi di instrumen fixed income seperti obligasi atau instrumen berpendapatan tetap.
"Kalau masuk ke instrumen yang floating percuma. Bonds dulu, baru setelah itu ke equity,"ujar Michael.
Meski kondisi investasi positif dan aliran dana asing mulai masuk, menurut Michael, pasar modal Indonesia tetap harus meningkatkan diri agar dana yang masuk lebih stabil. Pembenahan diri ini bisa melalui peningkatan likuiditas di pasar seperti memperbanyak free float dan perusahaan yang melantai di bursa.
Michael menyebutkan kebijakan Bursa Efek Indonesia untuk memangkas waktu penyelesaian transaksi (settlement) menjadi dua hari dari sebelumnya tiga hari bisa mendorong likuiditas di bursa.
"Kebijakan T+2 juga bisa menambah likuiditas di pasar modal," ucap dia.
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.