IHSG Jeblok 11,4 Persen, Schroders Bilang Valuasi Sudah Atraktif Tapi...
Investor jangka pendek disarankan memilih instrumen surat utang jangka pendek untuk menyimpan dananya
Investor jangka pendek disarankan memilih instrumen surat utang jangka pendek untuk menyimpan dananya
Bareksa.com – Indeks harga saham gabungan (IHSG) sejak awal tahun hingga 3 Juli 2018 sudah turun 11,4 persen, sehingga membuat valuasi saham Indonesia menarik. Namun, di sisi lain pasar saham masih menghadapi risiko volatilitas.
Executive VP Intermediary Business Schroders Investment Management Indonesia, M Renny Raharja menuturkan, secara umum harga saham-saham Indonesia murah secara valuasi dibandingkan tahun lalu. Dia mengatakan bahwa harga saham dibandingkan laba per saham (price to earning per share ratio/ PER) IHSG saat ini berada pada kisaran 13 kali.
Return IHSG secara Year to Date (YTD)
Promo Terbaru di Bareksa
Sumber: Bareksa.com
“Pasar saham kita sangat atraktif, tetapi tidak dipungkiri volatilitas masih ada,” terang dia di Jakarta, Kamis, 5 Juli 2018.
Oleh sebab itu, dia memandang bahwa pasar saham saat ini cocok bagi investor jangka panjang. Karena meski menarik secara valuasi, masih ada risiko volatilitas akibat nilai tukar rupiah yang dipengaruhi global.
Dia menjelaskan, pergerakan IHSG sepanjang tahun ini secara grafik mengikuti pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Saat dolar AS melemah IHSG menguat, begitu pula sebaliknya, saat dolar AS menguat terhadap rupiah maka IHSG cenderung melemah.
Kondisi tersebut mencerminkan bahwa investor asing masih sangat memperhatikan nilai tukar rupiah untuk mengambil keputusan di pasar saham Indonesia. Investor asing akan melakukan aksi beli saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) apabila rupiah bergerak stabil.
Sementara itu, dia memandang Bank Indonesia (BI) telah membuat keputusan yang bagus untuk menjaga rupiah tetap kompetitif. Menurut Renny, BI telah melakukan upaya menjaga nilai tukar rupiah melalui dua instrumen, yakni tingkat suku bunga dan cadangan devisa.
Dengan masih adanya risiko volatilitas, Renny menilai pasar saham saat ini masih cocok untuk investor dengan durasi jangka panjang. “Jika belum membutuhkan dana dalam jangka pendek, pasar ekuitas bisa menjadi opsi,” katanya.
Dia memperkirakan tingkat pengembalian investasi (return) pasar saham Indonesia tahun ini berkisar antara 10-11 persen. Return pasar saham diperkirakan bakal mengikuti pertumbuhan laba bersih emiten 2018 sektiar 10-11 persen.
Pertumbuhan laba bersih emiten saham tahun ini diprediksi akan ditopang oleh laba bank-bank besar. Menurut Renny, meskipun suku bunga acuan telah naik, biaya dana (cost of funding) bank-bank besar masih akan tetap rendah.
Kondisi tersebut terjadi karena basis dana untuk penyaluran pinjaman bank-bank BUKU IV sebagian besar berasal dari tabungan dan giro. Kondisi itu berbeda dibandingkan dengan bank-bank kecil yang sebagian besar biaya dananya (cost of funding) berasal dari deposito.
“Net interest margin bank-bank kecil akan tergerus karena harus ikut menaikkan bunga deposito,” ujar Renny.
Surat Utang
Sementara untuk surat utang, dia menyarankan investor yang memiliki profil risiko rendah untuk melirik surat utang jangka pendek. Dia menilai ekspektasi investor terhadap imbal hasil (yield) surat utang jangka pendek meningkat dengan adanya risiko global.
Yield surat utang negara (SUN) tenor satu tahun saat ini berada di kisaran 7,4 persen sehingga sangat menarik karena selisihnya dibandingkan dengan SUN tenor 10 tahun tidak berbeda jauh. Yield SUN 10 tahun saat ini berada pada kisaran 7,8 persen.
“Untuk investor jangka pendek dapat menaruh dana di surat utang jangka pendek karena yield-nya atraktif. Dapat ditaruh juga di pasar uang atau deposito,” lanjutnya. Renny menuturkan, investor juga dapat memilih reksadana yang isi portofolionya sebagian besar ditaruh di surat utang jangka pendek.
Sebagai informasi, jenis reksadana yang dalam portofolionya berisi sebagian besar surat utang adalah reksadana pendapatan tetap. Sementara itu, reksadana pasar uang berisi deposito dan surat utang dengan jatuh tempo kurang dari setahun.
Maka dari itu, reksadana pasar uang cocok untuk investor pemula dan yang masih takut akan fluktuasi di pasar. (hm)
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.385,6 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,56 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.085,51 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.854,58 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.288,82 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.