Penyebab Belanja Modal Pemerintah Menurun dan Dampaknya ke Minat Investasi di SBN
Pasar obligasi pemerintah pada 2020 hampir tidak berkaitan dengan aktivitas investasi pemerintah
Pasar obligasi pemerintah pada 2020 hampir tidak berkaitan dengan aktivitas investasi pemerintah
Bareksa.com - PT Bank CIMB Niaga Tbk, melalui risetnya menyatakan minat investor untuk berinvestasi di lelang Obligasi Negara menurun. Hal ini seiring dengan menurunnya aktivitas belanja modal pemerintah. Chief Economist Bank CIMB Niaga Adrian Panggabean, mengatakan pasar obligasi pemerintah pada 2020 hampir tidak berkaitan dengan aktivitas investasi pemerintah. Hal ini disebabkan setidaknya oleh beberapa hal.
Hal yang mempengaruhi obligasi pemerintah adalah Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun ini lebih ditujukan untuk program pemulihan dan dukungan subsidi konsumsi rumah tangga, bukan untuk belanja modal.
Kemudian, belanja pembangunan mengalami pemotongan tajam sejalan dengan merosotnya penerimaan pajak dan rendahnya aktivitas ekonomi dan bisnis. Tingginya likuiditas di pasar uang yang terjadi akibat kebijakan pelonggaran kuantitas uang oleh Bank Indonesia, ternyata tidak menyebabkan meningkatnya dinamika di pasar saham dan obligasi.
"Yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun tetap berada di kisaran 6,8-6,9 persen sepanjang Agustus hingga September," ujar dia dalam riset yang dipublikasi Rabu (14/10/2020).
Promo Terbaru di Bareksa
Selanjutnya, pada September ini, animo investor justru mengalami penurunan, terlhiat dari total permintaan di lelang obligasi yang menunjukkan penurunan. Bid to cover ratio di setiap lelang obligasi pemerintah terus bergerak ke bawah, ditambah fakta posisi investor asing masih net sell secara year to date (ytd). Hal ini terjadi walaupun skema burden sharing telah berjalan sejak Juli 2020.
Adrian menilai, struktur pasar Obligasi Negara saat ini menjadi sangat terkonsentrasi. Pasalnya, sekitar 80 persen dinamika di pasar tergantung pada tiga konstituen pasar, yakni investor asing yang kepemilikannya mencapai 27 persen terhadap total secondary market outstanding. Porsi ini menurun dari nisbah puncaknya di kisaran 40 persen tahun lalu. Selanjutnya, ada bank komersial dengan nisbah kepemilikan sekitar 36 persen dan Bank Indonesia sekitar 19 persen.
"Struktur pasar seperti ini berimbas pada tingkat yield di sisi tenor pendek, menengah dan panjang dari kurva imbal hasil," terang dia.
Grafik Kepemilikan SBN
Pertumbuhan Ekonomi
Realisasi defisit APBN sampai Agustus 2020 hanya mencapai 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Artinya, realisasi defisit fiskal APBN pada 2020 diperkirakan hanya mencapai 5 persen dari PDB atau jauh dari target defisit 6,3 persen dari PDB. Rendahnya penyaluran belanja inilah yang menyebabkan rendahnya penyerapan lelang obligasi yang pada akhirnya menurunkan animo investor domestik di pasar obligasi.
Dari sisi investasi, pada kuartal III 2020 ini masih terkontraksi. Adrian mengungkapkan, tingkat penjualan mobil, sepeda motor, mesin dan semen masih berada di teritori pertumbuhan negatif, meski sudah meningkat dari titik terendahnya pada kuartal II 2020. Apabila indikator ini dikaitkan dengan dinamika di pasar pembiayaan, maka investasi pada kuartal III 2020 memang terkontraksi cukup dalam.
Hal ini terlihat dari kapitalisasi bursa pada sepanjang kuartal III 2020 yang masih stagnan, aktivitas pembiayaan melalui pasar obligasi korporasi yang masih sepi dan pertumbuhan kredit perbankan yang bergerak turun dan mencapai 0,1 persen yoy pada September 2020.
Pada 2020, Adrian menilai, lemahnya pertumbuhan ekonomi akan berlanjut hingga kuartal I 2021. Pada kuartal IV 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terkontraksi 2,3 persen yoy. Kemudian, pertumbuhan ekonomi di sepanjang 2020 akan terkontraksi 2 persen yoy. Apabila kontraksi ini berlnajut ingga kuartal I 2021, maka Indonesia akan berada dalam zona resesi yang bahkan lebih panjang dari krisis moneter pada 1998.
"Bergesernya garis trend-growth Indonesia sebagai akibat dari resesi yang berkepanjangan saat ini akan membuat momentum pemulihan ekonomi pada 2021 menjadi terbatas, sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2021 hanya akan mencapai 3,8 persen yoy," terang dia.
Omnibus Law
Adanya Omnibus Law Cipta Kerja merupakan perkembangan positif pada kuartal III 2020. Namun demikian, bagian terpenting dari keberhasilan reformasi ini bukan terletak pada beleid itu sendiri. Namun keberhasilannya terletak pada koherensi dan tertata baiknya seluruh aturan pelaksanaan dari beleid ini.
"Aturan pelaksanaan yang dibuat tergesa-gesa dan tidak cermat berpotensi menciptakan masalah baru atau bahkan berpotensi mengulangi masalah yang lama," ujar dia.
Sebelumnya, pemerintah meraup Rp22 triliun dari lelang 7 seri surat utang negara (SUN) yang digelar pada 8 September 2020. Total penawaran yang masuk (incoming bids) mencapai Rp52,26 triliun, dibandingkan target lelang Rp20 triliun. Plt Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR Kemenkeu) Deni Ridwan menilai penawaran yang masuk lelang hari itu relatif masih tinggi, dengan bid to cover ratio (rasio penawaran masuk terhadap target) sebesar 2,62 kali.
"Dengan mempertimbangkan kondisi likuditas pemerintah masih memadai, lelang yang dimenangkan Rp22 triliun," ujar Deni.
Menurut Deni, yield (imbal hasil) yang ditawarkan oleh investor masih kompetitif, dilihat dari rata-rata yield tertimbang (Weighted Average Yield) yang dimenangkan pada lelang tersebut lebih rendah dibandingkan dengan level harga di pasar sekunder sehari sebelum lelang, maupun rata-rata yield SUN di minggu sebelumnya. "Kondisi ini menunjukkan kepercayaan pasar terhadap instrumen Surat Berharga Negara masih terjaga."
Penawaran ORI018
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu saat ini juga tengah menawarkan Obligasi Negara Rtel (ORI) seri ORI018 dengan kupon tetap 5,7 persen per tahun. Instrumen investasi khusus bagi individu Warga Negara Indonesia tersebut ditawarkan pada awal triwulan IV 2020 atau mulai 1 Oktober secara online (e-SBN) pukul 09.00 WIB hingga 21 Oktober 2020.
(K09/AM)
***
Ingin berinvestasi sekaligus bantu negara?
ORI018 hanya bisa dipesan selama masa penawaran pada 1-21 Oktober 2020. Belum memiliki akun Bareksa tetapi ingin berinvestasi di SBN? Segera daftar melalui aplikasi Bareksa sekarang, gratis hanya dengan menyiapkan KTP dan NPWP (opsional).
Bagi yang sudah punya akun Bareksa untuk reksadana, lengkapi data berupa rekening bank untuk mulai membeli SBN di Bareksa. Bagi yang sudah pernah membeli SBR, ORI atau Sukuk di Bareksa sebelumnya, Anda bisa menggunakan akun di Bareksa untuk memesan ORI018.
PT Bareksa Portal Investasi atau bareksa.com adalah mitra distribusi resmi Kementerian Keuangan untuk penjualan Surat Berharga Negara (SBN) ritel secara online. Selain proses registrasi dan transaksi sangat cepat dan mudah, Anda juga dapat memantau investasi Anda dari mana saja dan kapan saja.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.