RI Kembali Raih Investment Grade, Sentimen Positif Reksadana Pendapatan Tetap
Fitch menilai ketahanan eksternal Indonesia membaik, antara lain terlihat dari kenaikan cadangan devisa dan arus masuk penanaman modal asing
Fitch menilai ketahanan eksternal Indonesia membaik, antara lain terlihat dari kenaikan cadangan devisa dan arus masuk penanaman modal asing
Bareksa.com - Lembaga pemeringkat Fitch kembali mempertahankan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada peringkat BBB (investment grade) dengan outlook stabil pada 22 November 2021. Afirmasi peringkat ini tentunya berdampak positif bagi instrumen reksadana.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, keputusan ini mempertimbangkan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah yang baik serta rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang rendah. Namun di balik peringkat tersebut, Fitch melihat masih ada beberapa tantangan yang perlu diwaspadai.
"Tantangan itu adalah ketergantungan terhadap pembiayaan eksternal yang tinggi, penerimaan pemerintah yang rendah, serta fitur-fitur struktural, seperti PDB per kapita dan indikator tata kelola, yang relatif tertinggal dibandingkan negara-negara lain pada peringkat yang sama," ungkap Perry dalam keterangannya (24/11).
Promo Terbaru di Bareksa
Perry mengatakan, afirmasi rating tersebut merupakan bentuk pengakuan Fitch terhadap stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan Indonesia yang tetap terjaga serta prospek ekonomi jangka menengah yang tetap kuat di tengah perbaikan ekonomi global yang tidak merata dan ketidakpastian pasar keuangan global. Hal ini didukung oleh kredibilitas kebijakan dan sinergi bauran kebijakan yang kuat antara BI dan pemerintah.
Ke depan, BI akan terus mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik, mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta terus bersinergi dengan pemerintah untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional.
Setelah meredanya kasus Covid-19 yang sempat meningkat tajam selama Juni hingga Agustus 2021, Fitch melihat ada potensi ekonomi Indonesia pada 2021 tumbuh lebih tinggi daripada proyeksi mereka sebesar 3,2 persen, sejalan dengan perbaikan mobilitas masyarakat dan harga komoditas ekspor yang tinggi. Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan meningkat menjadi 6,8 persen pada 2022 dan dalam beberapa tahun berikutnya tetap tumbuh pada kisaran 6 persen.
"Hal ini didukung oleh dampak positif dari implementasi UU Cipta Kerja terhadap kenaikan investasi," jelas dia.
Dari sisi fiskal, penerapan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) diharapkan dapat mendukung upaya mengembalikan defisit fiskal ke bawah 3 persen dari PDB pada 2023. Sejalan dengan itu, Fitch memperkirakan defisit fiskal mencapai 5,4 persen pada 2021 dan turun menjadi 4,5 persen pada 2022, lebih rendah dari target pemerintah sebesar 5,8 persen pada 2021 dan 4,9 persen pada 2022 yang belum memasukkan dampak penerapan UU HPP.
Meski demikian, tantangan dalam meningkatkan rasio penerimaan negara diperkirakan masih ada, termasuk dari sisi perluasan basis pajak dan peningkatan kepatuhan. Terkait pembiayaan fiskal, inisiatif BI dalam mendukung pembiayaan kesehatan dan kemanusiaan akibat pandemi telah menurunkan biaya bunga utang pemerintah dan memberikan tambahan ruang fiskal bagi pemerintah.
"Untuk menjaga agar respons pelaku pasar terhadap kebijakan ini tetap positif, Fitch mengharapkan kebijakan ini tidak diterapkan berkepanjangan," ucap dia.
Fitch menilai ketahanan eksternal Indonesia membaik, antara lain terlihat dari kenaikan cadangan devisa dan arus masuk penanaman modal asing (PMA) serta dukungan kerja sama swap line dengan bank sentral lain. Hal ini juga didukung oleh laju inflasi yang diperkirakan tetap berada dalam kisaran target kurang lebih 3 persen, sejalan dengan tekanan permintaan domestik yang masih belum kuat dan dampak dari kenaikan harga minyak internasional terhadap harga jual bahan bakar di dalam negeri yang terbatas.
"Namun, Indonesia dipandang masih rentan terhadap perubahan sentimen investor mengingat ketergantungan yang tinggi pada arus masuk portofolio dan ekspor komoditas," terang dia.
Fitch sebelumnya mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada BBB dengan outlook Stabil pada 22 Maret 2021.
Afirmasi peringkat ini bisa berdampak positif terhadap produk reksadana pendapatan tetap yang memiliki portofolio surat utang negara (SUN).
Berdasarkan data Bareksa, 30 reksadana pendapatan tetap membukukan kinerja yang positif. Syailendra Pendapatan Tetap Premium dan Sucorinvest Stable Fund menjadi produk reksadana yang membukukan tingkat pengembalian (return) tertinggi, yakni 9,14 persen dan 9,09 persen dalam setahun (per 23 November 2021).
(K09/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,65 | 0,58% | 4,31% | 7,57% | 8,73% | 19,20% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.093,4 | 0,44% | 4,48% | 7,05% | 7,51% | 2,61% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,4 | 0,60% | 3,97% | 7,04% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,13 | 0,53% | 3,89% | 6,64% | 7,38% | 16,99% | 40,43% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.270,42 | 0,81% | 3,87% | 6,51% | 7,19% | 20,23% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.