Penghimpunan Dana di Pasar Modal Naik, Katalis Positif Bagi Indeks dan Reksadana Saham
Total penghimpunan dana di pasar modal sudah mencapai Rp67,8 triliun hingga 29 Juni 2021
Total penghimpunan dana di pasar modal sudah mencapai Rp67,8 triliun hingga 29 Juni 2021
Bareksa.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, total penghimpunan dana di pasar modal sudah mencapai Rp67,8 triliun hingga 29 Juni 2021. Sementara hingga akhir 2021, OJK menargetkan penghimpunan dana di pasar modal bisa mencapai Rp150-180 triliun.
Meningkatnya penghimpunan dana di pasar modal ini bisa menjadi katalis positif bagi pergerakan pasar modal dan instrumen investasi, yakni reksadana saham.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan, penghimpunan dana ini berasal dari 68 penawaran umum yang umumnya berasal dari sektor keuangan.
Promo Terbaru di Bareksa
Wimboh menjelaskan, pada tahun ini, Wimboh optimistis perekonomian nasional berangsur membaik. Hal ini seiring dengan program vaksinasi oleh pemerintah maupun dunia usaha secara mandiri serta kebijakan PPKM Darurat yang berjalan dengan lancar dan efektif.
"Tahun ini, kami perkirakan penghimpunan dana di pasar modal mencapai Rp150-180 triliun," jelas dia dalam acara Webinar Mid Year Economic Outlook yang digelar Bisnis Indonesia, Selasa (6/7).
IPO Saham
Sementara itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat terdapat 23 perusahaan yang sedang mengantri untuk melakukan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) saham. Sebanyak 3 dari 23 perusahaan tersebut akan mencatatkan (listing) sahamnya pada Juli 2021.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menjelaskan, hingga 6 Juli 2021 terdapat 736 perusahaan yang listing di BEI.
"Sebanyak 24 di antaranya merupakan perusahaan tercatat baru pada 2021," jelas Nyoman dalam keterangan resminya.
Sementara yang berada dalam pipeline ada 23 perusahaan. Nyoman menjelaskan, sebanyak 11 dari 23 perusahaan tersebut adalah perusahaan berskala besar dengan aset di atas Rp250 miliar.
Kemudian, 10 perusahaan dengan aset skala menengah atau antara Rp50 hingga Rp250 miliar. Sementara hanya 2 perusahaan yang memiliki aset di bawah Rp50 miliar.
Dilihat dari sektornya, sebanyak 3 perusahaan berasal dari sektor consumer non-cyclicals, 2 perusahaan dari sektor basic materials, 3 perusahaan dari sektor teknologi, 4 perusahaan dari sektor consumer cyclicals serta 2 perusahaan dari sektor transportasi dan logistik.
Kemudian, 4 perusahaan dari sektor industrials, 1 perusahaan dari sektor energi, 2 perusahaan dari sektor keuangan, 1 perusahaan dari sektor kesehatan dan 1 perusahaan dari sektor ritel.
Kemudahan Bagi Calon Emiten
Di lain pihak, Ketua Umum Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Iwan Setiawan Lukminto menjelaskan, pihaknya mendukung BEI dalam meningkatkan jumlah perusahaan tercatat. AEI juga mengusulkan beberapa hal, baik secara reguler maupun non reguler untuk memperbesar jumlah emiten tersebut.
Dari sisi reguler, AEI mengusulkan adanya kemudahan kepada calon emiten dalam melakukan IPO. Kemudian, AEI juga mengusulkan adanya penurunan biaya untuk menjadi perusahaan tercatat, baik biaya listing maupun annual fee.
Sementara dari sisi non reguler, AEI mengusulkan agar pemerintah melakukan mandatori IPO untuk perusahaan dengan jenis tertentu.
"Misalnya perusahaan tambang setelah periode tertentu atau perusahaan perkebunan setelah menguasai lahan dengan luas tertentu," kata dia.
Kemudian, mandatori IPO hendaknya juga dilakukan untuk perusahaan yang memiliki kredit di perbankan dengan jumlah tertentu. Terakhir, mandatori IPO juga sebaiknya dilakukan untuk perusahaan BUMN demi meningkatkan tata kelola perusahaan.
Pengaruh ke IHSG dan Reksadana Saham
Meningkatnya penghimpunan dana dan aktivitas IPO diharapkan bisa meningkatkan likuiditas di pasar modal. Dengan meningkatnya likuiditas tentunya bisa berpengaruh positif bagi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Pada penutupan perdagangan Selasa, (6/7), IHSG sudah menembus level 6.062. Pada akhir tahun ini, para analis memprediksi IHSG bisa menembus angka 6.500-6.800.
Dengan IHSG yang melesat,, instrumen investasi seperti reksadana saham juga bisa terdongkrak. Berdasarkan data Bareksa, dari 45 reksadana saham yang ada di Bareksa, hampir seluruhnya membukukan tingkat pengembalian (return) yang positif.
Bahkan Manulife Saham Andalan dari PT Manulife Aset Manajemen Indonesia bisa membukukan return hingga 70,48 persen dalam setahun.
Sucorinvest Sharia Equity Fund dari PT Sucorinvest Asset Management juga membukukan return yang fantastis, yakni mencapai 54,49 persen dalam setahun.
(K09/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,65 | 0,58% | 4,31% | 7,57% | 8,73% | 19,20% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.093,4 | 0,44% | 4,48% | 7,05% | 7,51% | 2,61% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,18 | 0,60% | 3,97% | 7,04% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,13 | 0,53% | 3,89% | 6,64% | 7,38% | 16,99% | 40,43% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.270,42 | 0,81% | 3,87% | 6,51% | 7,19% | 20,23% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.