Indeks Saham Turun 4 Hari Beruntun, Apa yang Harus Dilakukan Investor Reksadana?
Dalam empat hari terakhir, IHSG turun hingga 3,68 persen
Dalam empat hari terakhir, IHSG turun hingga 3,68 persen
indekBareksa.com - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali tertekan pada sesi kedua perdagangan Kamis, (25/3/2021). Aksi jual investor asing menekan IHSG.
Liputan6.com yang mengutip data RTI, Kamis, 25 Maret 2021 pukul 14.17 WIB, menyebutkan IHSG turun 1,24 persen ke posisi 6.079 atau di bawah level 6.100. Sebanyak 412 saham melemah sehingga menekan IHSG. Kemudian 95 saham menguat dan 123 saham stagnan.
Saham-saham yang dilepas investor asing antara lain saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Rp176,8 miliar, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) Rp35,9 miliar, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) Rp33,7 miliar, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) Rp32,2 miliar, dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) Rp29,4 miliar.
Promo Terbaru di Bareksa
Tercatat IHSG turun dalam empat hari terakhir. Pada penutupan Jumat 19 Maret, IHSG berada di level 6.356, namun kemudian pada Senin (22/3) IHSG turun ke level 6.301. Penurunan itu terus berlanjut hingga Kamis hari ini, yang kemudian pada pukul 15.00 WIB ditutup di level 6.122.
Dalam empat hari terakhir, IHSG turun hingga 3,68 persen. Dilansir CNBC Indonesia (25/3), beberapa sentimen yang menekan IHSG di antaranya pertama, perihal ekonomi Eropa yang terdampak kebijakan penguncian wilayah (lockdown) untuk mengatasi pandemi Covid-19.
Phillip Lane, Kepala Ekonom Bank Sentral Uni Eropa (ECB), mengungkapkan ekonomi Eropa tahun ini diperkirakan tumbuh 4 persen dengan mempertimbangkan faktor lockdown. Dia memperingatkan ekonomi kuartal II 2021 bakal lumayan berat.
Sentimen kedua, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS kembali bergerak turun. Akhir-akhir ini, kenaikan yield US Treasury Bonds menjadi momok bagi pasar keuangan global. Sebab kenaikan yield surat utang pemerintah Negeri Abang Sam akan membuat instrumen lain tidak menarik. Akhir pekan lalu, yield US Treasury Bonds sempat berada di atas 1,7 persen.
Melihat kondisi pasar tersebut, sejumlah investor reksadana mungkin akan merasa khawatir nilai investasi mereka bisa tergerus. Meski begitu, bagi binvestor reksadana saham yang memiliki profil risiko tinggi (risk taker) sebenarnya bisa menghadapinya dengan santai, bahkan mungkin memiliki strategi yang justru dapat mengambil keuntungan dalam kesempatan ini.
Strategi apakah itu?
Dalam dunia investasi, ada teknik yang disebut dengan dollar cost averaging. Dalam terjemahan harfiahnya, teknik ini adalah membeli investasi tertentu secara rutin dengan nilai tetap dalam dolar. Maksudnya investor melakukan pembelian produk investasi secara berkala, misal mingguan, bulanan atau tahunan tanpa melihat berapa harga investasi tersebut.
Dengan teknik ini, investor akan bisa membeli lebih banyak produk investasi di saat harganya sedang turun, dan membeli sedikit di saat harga sedang tinggi. Kita analogikan saja ada barang yang kita sukai harganya sedang diskon, tentu kita dengan senang hati akan membelinya dalam jumlah yang lebih banyak daripada biasanya.
Kelebihan dari strategi dollar cost averaging, pilihan ini cocok untuk investor yang fokus untuk mencapai tujuan investasinya tanpa harus melihat apakah pasar sedang naik atau turun. Strategi ini cocok juga untuk investor dengan modal terbatas, tetapi yakin mau konsisten untuk mencapai tujuan keuangannya.
Kelemahannya, cara berinvestasi ini bisa saja keuntungannya tidak sebesar dengan cara investasi sekaligus (jika timing investasinya pas saat harga rendah). Tapi bagi investor pemula yang belum tahu pergerakan pasar, disarankan lebih memilih cara investasi secara berkala ini.
Perlu diketahui, reksadana adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi atau deposito.
Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.
Reksadana saham adalah reksadana yang mayoritas aset dalam portofolionya adalah instrumen aset saham atau efek ekuitas. Reksadana jenis ini berisiko berfluktuasi dalam jangka pendek tetapi berpotensi tumbuh dalam jangka panjang.
Maka dari itu, reksadana saham yang agresif disarankan untuk investor dengan profil risiko tinggi dan untuk investasi jangka panjang (>5 tahun).
Demi kenyamanan berinvestasi, pastikan dulu tujuan keuangan dan profil risiko kamu ya!
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini adalah kinerja masa lalu dan tidak menjamin kinerja di masa mendatang. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,65 | 0,58% | 4,31% | 7,57% | 8,73% | 19,20% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.093,4 | 0,44% | 4,48% | 7,05% | 7,51% | 2,61% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,4 | 0,60% | 3,97% | 7,04% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,13 | 0,53% | 3,89% | 6,64% | 7,38% | 16,99% | 40,43% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.270,42 | 0,81% | 3,87% | 6,51% | 7,19% | 20,23% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.