Valuasi IHSG Murah, Pertimbangkan Reksadana Indeks Saham?
Top 3 Reksadana Indeks Saham Bareksa diseleksi berdasarkan Sharpe Ratio dan sejumlah parameter lain
Top 3 Reksadana Indeks Saham Bareksa diseleksi berdasarkan Sharpe Ratio dan sejumlah parameter lain
Bareksa.com - Investasi berbasis saham dalam jangka panjang memiliki potensi untuk memberikan imbal hasil yang tinggi, seiring juga dengan risikonya. Buat investor yang tidak memiliki banyak waktu memantau investasinya, investasi reksadana bisa menjadi pilihan.
Akan tetapi, karena faktor volatilitasnya yang tinggi, tidak semua saham dan reksadana saham bisa terus tumbuh. Bahkan, bila dibandingkan dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), tidak banyak reksadana saham yang bisa melampauinya dalam 10 tahun terakhir.
Berdasarkan data yang dikompilasi Bareksa, dalam 10 tahun terakhir, IHSG bisa tumbuh 72,48 persen per 16 Juni 2020, sedangkan indeks LQ45 bisa tumbuh 38,46 persen. Sementara itu, Indeks Reksa Dana Saham Bareksa dalam periode sama tumbuh 5,38 persen.
Promo Terbaru di Bareksa
Grafik Perbandingan IHSG, LQ45 dan Indeks Reksa Dana Saham 10 Tahun
Sumber: Bareksa.com
Kemudian, berdasarkan data Syailendra, hanya 31,83 persen dari reksadana saham Indonesia yang berhasil mengungguli IHSG di 2019. Tren ini telah muncul sejak 2010, di mana reksadana yang dikelola secara aktif ternyata menunjukkan performa di bawah (underperform) IHSG yang menjadi acuan pasar modal Indonesia.
Oleh karena itu, reksadana indeks saham yang mengacu pada indeks saham di Bursa Efek Indonesia, pada saat yang penuh ketidakpastian seperti saat ini, memiliki potensi kinerja yang mencerminkan pergerakan indeks. Demikian juga dengan reksadana indeks yang bisa diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia atau yang biasa disebut Exchange Traded Fund (ETF).
Reksadana indeks saham adalah reksadana yang dikelola secara pasif dengan mengacu pada indeks saham tertentu, seperti LQ45, IDX30, SRI Kehati, MSCI Indonesia, atau indeks saham lainnya. Berbeda dengan reksadana saham yang berusaha mengalahkan indeks acuannya, reksadana indeks justru meniru pergerakan indeks yang sudah terbukti kuat dalam menghadapi tekanan, plus biayanya rendah karena tidak harus trading secara aktif.
Data industri menunjukkan, sepanjang tahun berjalan ini reksadana indeks dan ETF bisa menarik minat investor di saat pasar global sedang tertekan pandemi virus corona Covid-19. Meski dana kelolaan industri reksadana indeks dan ETF secara year to date turun, jumlah unit penyertaan justru meningkat per akhir Mei 2020.
Meski terjadi penurunan dana kelolaan, peningkatan pada unit penyertaan ini bisa menunjukkan adanya subscription (pembelian) atau penambahan unit reksadana. Artinya, justru banyak investor yang melakukan pembelian di saat nilai aktiva bersih (NAB) reksadana sedang turun, yang menjadikan NAB/UP atau harga reksadana sedang murah.
Valuasi Murah
Sepanjang tahun berjalan, IHSG terpantau sudah turun 23,54 persen dan LQ45 turun 27,07 persen per 16 Juni 2020. Dengan harga yang turun, harga saham menjadi terlihat murah dan menjadi peluang untuk membelinya.
Riset Syailendra Capital Juni 2020, yang telah dibagikan kepada nasabahnya, menyampaikan bahwa valuasi IHSG menarik bila dibandingkan dengan indeks saham di sejumlah negara lain. Hal ini bisa terlihat dari perkiraan Rasio harga terhadap laba per saham (P/E ratio) dan rasio harga terhadap nilai buku (P/BV ratio).
P/E ratio IHSG diperkirakan sekitar 14,69 kali pada tahun ini, lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata negara ASEAN di 17,03 kali. Sementara P/BV ratio IHSG di 1,65 kali, sedikit lebih tinggi dibandingkan rata-rata ASEAN yang sebesar 1,38 kali.
Namun, nilai return on equity (ROE) atau tingkat pengembalian ekuitas yang dihitung dari laba bersih berbanding terhadap modal (ekuitas) IHSG terbilang tinggi. ROE IHSG pada 2020 diperkirakan di level 14,05 persen dibandingkan rata-rata indeks ASEAN di 8,94 persen.
Riset Syailendra menilai penurunan pasar saham yang cukup dalam akibat kekhawatiran investor terhadap dampak virus corona menyebabkan valuasi saham menjadi menarik dengan mempertimbangkan pertumbuhan jangka menengah. "Penurunan bersifat sementara, karena tidak adanya perubahan secara fundamental terhadap perekonomian Indonesia secara jangka panjang."
Sementara itu, Chief Research and Business Development Officer Bareksa, Ni Putu Kurniasari menjelaskan, IHSG bukan kali ini saja terhempas akibat krisis yang terjadi secara global. Berdasarkan kinerja historisnya, IHSG bisa kembali bangkit setelah melampaui krisis dan memberikan keuntungan bagi investor yang masuk saat titik terendah.
"IHSG sudah murah sekali, ibarat toko sedang sale (diskon). Kapan lagi bisa membeli saham-saham bluechip dengan harga murah?" ujarnya.
Putu mengatakan dengan kondisi saat ini, reksadana indeks saham yang dikelola secara pasif patut dilirik. Sebab, menimbang kondisi sebelumnya, investasi di produk berbasis saham dalam 6 bulan setelah krisis bisa mencatat return tinggi.
Berdasarkan analisis dari Tim Analis Bareksa, ada tiga produk reksadana indeks saham yang memiliki kinerja baik. Berikut adalah Top 3 reksadana indeks saham favorit Bareksa.
Top 3 Reksadana Indeks Saham Bareksa
1. Reksa Dana Indeks Syailendra MSCI Indonesia Value Index Fund
2. Reksa Dana Indeks BNP Paribas Sri Kehati
Ketiga reksadana indeks tersebut masuk dalam Top 3 pilihan Bareksa karena memiliki Sharpe Ratio yang tinggi. Rasio ini merupakan perbandingan antara excess return yang dihasilkan dibandingkan dengan total risiko portofolio reksadana.
Excess return yang dimaksud adalah selisih antara return portofolio dikurangi dengan return bebas risiko. Sementara total risiko dalam rasio ini tercermin dalam nilai Standar Deviasi (SD) yang meliputi risiko sistematis maupun risiko dari portofolio aset reksadana itu sendiri.
Semakin tinggi nilai sharpe ratio menunjukan semakin baik kinerja dari suatu reksadana. Begitu pun sebaliknya, semakin rendah nilai sharpe ratio menunjukkan semakin buruk kinerja dari suatu reksadana.
Kemudian, pilihan produk Top 3 Reksadana Bareksa juga mengacu pada sejumlah parameter, yakni: correlation, standar deviasi, beating index, status suspend, dan related issue. Berikut penjelasannya.
1. Correlation
Correlation pada reksadana adalah pengukuran pergerakan reksadana terhadap Indeks Reksadana Bareksa. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi correlation-nya maka reksadana tersebut bergerak di arah yang sama dengan indeks.
2. Standar Deviasi
Standar Deviasi pada reksadana merupakan satuan risiko reksadana, yang menghitung penyimpangan rata-rata dari reksadana. Hal ini juga mencerminkan besaran return suatu reksadana jika standard deviasi dianggap sebagai proyeksi return ke depan. Angka standar deviasi pada reksadana yang jauh dari rata-rata diibaratkan memiliki risiko yang besar dan juga sebaliknya.
3. Beating Index
Beating Index merupakan seberapa sering kinerja produk Reksadana melampaui Indeks Reksadana Bareksa. Indeks Reksadana Bareksa merupakan rata-rata return reksadana per tipe Reksadana dalam periode tertentu.
4. Status Suspend
Status Suspend merupakan pernilaian terhadap produk yang pernah dihentikan sementara oleh pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Bareksa. Penilaian ini merupakan cerminan penilaian dari sisi tata kelola (governance).
5. Related Issue
Seperti halnya status suspend, penilaian Related Issue merupakan penilaian seputar isu yang beredar di media maupun forum. Penilaian ini merupakan cerminan penilaian dari sisi tata kelola governance.
Untuk diketahui, reksadana adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.
Baca juga tips investasi saat portofolio minus akibat tekanan pasar di sini.
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah | 1.380,2 | 1,09% | 5,00% | 7,35% | 8,50% | 19,34% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.090,33 | 0,49% | 5,21% | 6,68% | 7,14% | 2,71% | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.838,73 | 0,53% | 3,93% | 6,33% | 7,43% | 17,20% | 39,76% |
STAR Stable Amanah Sukuk | 1.075,71 | 0,66% | 3,97% | 6,69% | - | - | - |
Insight Renewable Energy Fund | 2.259,31 | 0,74% | 3,72% | 6,02% | 7,00% | 19,69% | 35,52% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.