IHSG Koreksi, Peluang Punya Saham Big Caps Murah dengan Beli Reksadana Indeks
Syailendra menilai sejumlah saham big caps memiliki valuasi yang murah saat ini
Syailendra menilai sejumlah saham big caps memiliki valuasi yang murah saat ini
Bareksa.com - Pasar saham Indonesia masih turun sejak awal tahun, seiring dengan keluarnya dana investor asing di tengah ketidakpastian global pasca pemberlakuan kenormalan baru (new normal). Namun, hal ini bisa menjadi peluang untuk investasi di pasar saham dengan membeli saat harga murah.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang menjadi acuan di pasar modal Indonesia, telah turun 22 persen sejak awal tahun hingga 25 Juni 2020 (year to date/YTD). Koreksi IHSG ini seiring dengan jual bersih investor asing senilai US$2 miliar secara YTD.
Syailendra Capital, dalam Market Insight yang disampaikan pada nasabah 29 Juni 2020, menilai bahwa aliran dana investor asing memiliki pengaruh terhadap pergerakan IHSG karena besarnya proporsi kepemilikan asing. "Pada 2020 ini, aliran dana keluar investor asing juga menjadi salah satu pendorong utama terkoreksinya IHSG," tulis Syailendra Capital.
Sementara itu, Syailendra menilai bahwa koreksi yang signifikan ini memberikan peluang tersendiri untuk berinvestasi khususnya di saham dengan kapitalisasi besar (large caps atau big caps). Sebab, secara historikal, saham-saham ini selalu mencatatkan kinerja yang cenderung lebih baik dibandingkan indeks secara keseluruhan setelah terjadinya koreksi yang signifikan.
Menurut Syailendra, koreksi IHSG sebesar 22 persen secara YTD telah mendorong valuasi saham-saham large cap Indonesia ke level yang murah. Valuasi indeks MSCI Indonesia Large Cap, yang berisikan saham kapitalisasi besar di Bursa Efek Indonesia, kini bertengger di sekitar level -2 Standar Deviasi 5 tahun atau di level 2,27 kali Price to Book (PB).
Grafik PB Band Saham Large Caps
Sumber: Bloomberg, Riset Syailendra
Melihat sejarah pasar saham Indonesia pasca periode defisit neraca transaksi berjalan, indeks-indeks large cap Indonesia selalu mencatatkan kinerja yang lebih baik dibanding IHSG dalam setahun setelah terjadinya koreksi signifikan. "Hal ini terutama dapat disebabkan oleh masuknya kembali aliran dana investor asing yang terfokus pada saham-saham large cap dengan liquidity dan fundamental yang masih memadai," tulis riset tersebut.
Tabel Perbandingan Kinerja IHSG dan Saham Large Caps Pasca Krisis
Sumber: Bloomberg, Riset Syailendra
Bila ingin memiliki saham-saham perusahaan besar dengan kinerja bisnis yang kuat, investor bisa membeli reksadana saham dan reksadana indeks saham. Reksadana indeks saham yang mengacu pada indeks saham berkapitalisasi besar juga bisa menjadi pilihan.
Menurut fund fact sheet Syailendra, salah satu reksadana indeks saham yang dikelola Syailendra adalah Syailendra MSCI Value Index Fund memiliki komposisi saham large caps sebesar 97 persen dari portofolionya. Sementara itu, Syailendra Equity Opportunity Fund memiliki komposisi large caps 71 persen dari portofolionya.
Berkaitan dengan kondisi ke depannya, Syailendra menilai volatilitas di pasar modal masih akan terjadi untuk beberapa waktu ke depan. Hal ini seiring dengan ketidakpastian perkembangan ekonomi domestik dan global ke depan pasca pemberlakuan new normal.
"Investor perlu memperhatikan perkembangan data-data kegiatan ekonomi bulan Juni dan ke depan untuk menentukan laju membaiknya ekonomi setelah terdampak PSBB pada bulan Maret-Mei 2020."
Sebagai informasi, reksadana indeks saham adalah reksadana yang meniru portofolio indeks saham acuannya, seperti LQ45, IDX30, MSCI Indonesia dan sebagainya. Reksadana indeks adalah salah satu investasi yang disarankan oleh Warren Buffet, salah satu orang terkaya dunia yang mengumpulkan hartanya dari investasi.
Tujuan dari penerbitan reksadana indeks adalah meniru pergerakan indeks acuannya. Jadi, semakin mirip dengan indeks acuannya, maka reksadana indeks tersebut semakin baik.
Perlu diingat, seperti halnya investasi saham atau reksadana saham, investasi reksadana indeks saham memiliki risiko pergerakan pasar yang cepat. Sehingga, investasi reksadana indeks saham disarankan untuk investor dengan profil risiko agresif yang bisa menerima risiko tinggi (risk taker) serta untuk investasi jangka panjang (di atas lima tahun).
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.