Pasca Pandemi Covid-19, Investasi Apa yang Bangkit? Ini Tips Raih Cuan Optimal
Dirut Trimegah AM Antony Dirga menilai valuasi saham saat ini sangat murah
Dirut Trimegah AM Antony Dirga menilai valuasi saham saat ini sangat murah
Bareksa.com - Pandemi virus corona Covid-19 telah memukul perekonomian global, termasuk juga Indonesia. Dampaknya, sebagian investor yang memiliki dana di pasar keuangan, juga merasakan penurunan nilai investasi.
Indeks Harga Saham Gabungan, yang mencerminkan pasar modal Indonesia, secara year to date hingga 19 Mei 2020 tercatat turun 27,79 persen. Akibatnya, investasi berbasis saham seperti reksadana saham dan campuran juga ikut anjlok
Indeks reksadana saham Bareksa anjlok 28,02 persen dan indeks reksadana campuran Bareksa juga turun 15,81 persen sejak awal tahun. Indeks reksadana pendapatan tetap Bareksa turun tipis 0,6 persen YTD.
Promo Terbaru di Bareksa
Hanya indeks reksadana pasar uang yang masih mencatat kinerja positif, yaitu naik 0,43 persen per 19 Mei 2020.
Grafik Perbandingan IHSG dan Indeks Reksadana Bareksa
Sumber: Bareksa.com
Pertanyaan investor selalu berkutat pada kapan investasi akan kembali bangkit?
Direktur Utama Trimegah Asset Management Antony Dirga mengatakan jawaban untuk pertanyaan ini tidak ada yang mengetahui pastinya, sebab tidak ada orang hidup saat ini yang pernah mengalami pandemi separah ini. Namun, dia punya pengalaman menghadapi keadaan yang mirip saat ini, yaitu saat wabah SARS pada 2003.
"Saat wabah SARS 2003, saya mengalami keadaan seperti ini. Orang takut ke mana-mana, kantor dipecah dua, kerja dari rumah, naik kendaraan umum hati-hati," ujarnya dalam video conference bersama Bareksa pekan lalu.
Belajar dari kondisi tersebut, Antony melihat sektor yang paling terpukul berat justru bisa bangkit pulih dalam waktu yang cepat. Pada saat itu, sektor transportasi, pariwisata, hiburan dan barang mewah adalah yang paling terpukul.
"Pada April 2003, okupansi hotel hanya tinggal 15 persen. Kapan bisa kembali ke 75 persen? Pada Agustus, hanya tiga bulan setelahnya. Kondisi ini memang di luar perkiraan," katanya.
Sementara itu, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Indonesia pada kuartal pertama 2020 hanya tumbuh 2,97 persen. Sektor yang paling terpukul ada pengolahan, konstruksi dan sektor lainnya. "Saya kira yang rebound cepat ya tiga subsektor itu."
Berkaitan dengan investasi, Antony melihat secara historikal, jenis aset saham saat inilah yang paling terpukul. Akan tetapi, ketika kepercayaan investor pulih, saham bisa tumbuh signifikan.
Dia juga melihat saat ini valuasi saham atau IHSG terbilang sangat murah. Sebab, rasio harga terhadap laba (PE ratio) di bawah 3 standar deviasi.
Oleh karena itu, bila investor memanfaatkan kondisi ini untuk membeli reksadana saham atau reksadana indeks, keuntungan bisa diambil. Namun, hal ini kembali lagi bergantung pada profil risiko dan tujuan keuangan investor.
Reksadana saham, yang memiliki risiko tinggi, hanya disarankan untuk investor dengan profil risiko tinggi. Selain itu, reksadana jenis ini juga cocok untuk investor yang memiliki tujuan jangka panjang sekitar 5 tahun.
"Kalau investor punya time horizon panjang, 4 sampai 5 tahun, kita yakin reksadana saham ini bisa memberikan return menarik."
Cara Investasi
Berkaitan dengan strateginya, Antony menyarankan agar investor melakukan pembelian secara bertahap, atau dengan metode dollar cost averaging (DCA). Cara investasi ini adalah membeli reksadana saham secara rutin dengan nilai mata uang yang sama.
"Istilah mudahnya adalah mencicil. Saya pribadi pun seperti itu. I put my mouth where my money is. Kalau IHSG turun, saya juga pelan-pelan mencicil beli," katanya.
Contohnya DCA adalah, misal setiap bulan kita berinvestasi di reksadana senilai Rp1 juta. Dengan jumlah uang itu, kita bisa saja mendapatkan jumlah unit yang berbeda-beda setiap bulan, tetapi secara akumulasi kita mendapatkan harga rata-rata.
Selain itu, kita belum bisa mengira kapan pandemi Covid-19 ini berlalu sehingga kita perlu membuat pandangan investasi yang panjang. Artinya, dana yang kita masukkan di reksadana saat ini jangan diambil atau dicairkan selama misalnya 5 tahun.
Meskipun demikian, ada saja kejadian yang di luar harapan investor seperti pasar turun dalam. Buat investor yang portofolionya sudah terlanjur turun atau minus, Antony juga berbagi tips.
"Pertama, jangan panik. Jangan tiba-tiba kita menjual aset-aset kita di posisi rugi alias cutloss. Karena faktanya valuasi saham-saham sudah turun sehingga sudah murah. Kita sudah membeli sesuatu yang dalam jangka panjang bisa naik lagi," jelasnya.
Kedua, dia mengingatkan agar investor bisa kembali melihat tujuan dan jangka waktu investasinya. Bila saat ini tujuan investasi belum tercapai, tidak perlu dicairkan dulu dan tunggu hingga waktunya. "Kita harus disiplin. Stick to your objective."
Terakhir, di masa pandemi ini, investor bisa melakukan review portofolio atau menyeimbangkan kembali portofolio (portfolio rebalancing). Contohnya, bila kita termasuk investor agresif dengan mayoritas dana di aset saham, mungkin portofolio saham kita menyusut dan porsi reksadana pasar uang atau pendapatan tetap kita justru meningkat.
Dalam rebalancing ini, investor agresif bisa menjual portofolio reksadana pasar uang atau pendapatan tetapnya dan mengalihkannya ke reksadana saham. Sehingga dari porsinya saham yang misalnya menyusut jadi 40 persen, setelah rebalancing bisa kembali 50 atau bahkan 60 persen.
Namun, untuk investor pemula dan berprofil risiko rendah, jenis aset yang disarankan adalah reksadana pasar uang atau reksadana pendapatan tetap. Reksadana pasar uang berisikan deposito dan instrumen pasar uang dengan risiko rendah. Sementara itu, reksadana pendapatan tetap memiliki portofolio mayoritas di efek surat utang.
Sebagai informasi, reksadana adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.
Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.