Minna Padi Sebut Masih Tunggu Juknis OJK Likuidasi Enam Reksadana
Manajemen menyebutkan telah mengirimkan teknis penyerapan ke OJK melalui surat tanggal 8 Mei 2020
Manajemen menyebutkan telah mengirimkan teknis penyerapan ke OJK melalui surat tanggal 8 Mei 2020
Bareksa.com - PT Minna Padi Aset Manajemen (MPAM) melaporkan telah menyelesaikan pendataan atas seluruh nasabah yang bersedia mendapat pembagian likuidasi in kind dan tunai. Direktur Manajemen Mina Padi Aset Manajemen, Budi Wihartanto menyebutkan pihaknya telah menyisihkan porsi saham milik nasabah yang memilih pembagian likuidasi secara in kind.
“Masih terdapat porsi saham milik nasabah yang belum terjual. Dalam hal ini MPAM, pemegang saham, atau afiliasi berkewajiban melakukan penyerapan sisa saham tersebut,” ujarnya melalui keterangan resmi, Jumat (15/5/2020) dilansir Bisnis.com.
MPAM dan pemegang saham, lanjutnya, memutuskan untuk menyerap sisa saham dengan batas kemampuan finansial yang dimiliki dengan mempertimbangkan kondisi pasar saat ini. Selain itu, MPAM telah menjalankan proses penyerapan sejak 12 Mei 2020.
Promo Terbaru di Bareksa
Akan tetapi, Budi mengatakan bank kustodian belum bersedia menindaklanjuti instruksi dari MPAM karena menginginkan adanya tanggapan dari OJK terlebih dahulu. Manajemen menyebutkan telah mengirimkan teknis penyerapan ke OJK melalui surat tanggal 8 Mei 2020.
“Sehubungan dengan hal itu MPAM masih menunggu arahan atau petunjuk teknis [juknis] dari OJK terkait teknis penyerapan sisa saham agar proses pembubaran dan likuidasi 6 reksadana dapat diselesaikan,” katanya.
Keenam reksadana itu adalah Minna Padi Keraton II, Property Plus, Pasopati Saham, Pringgodani Saham, Amanah Saham Syariah dan Hastinapura Saham. Sebelumnya, OJK memperpanjang batas waktu pelaporan hasil pembubaran 6 produk reksadana MPAM sampai dengan 18 Mei 2020. Sebelumnya batas waktu pelaporan hasil pembubaran reksa dana MPAM dilakukan pada 18 Februari 2020.
OJK juga mengabulkan skema penyelesaian likuidasi reksadana yang terbagi menjadi 2 batch. Batch pertama yakni berbentuk tunai dan efek bagi nasabah yang setuju in kind. Adapun bagi nasabah yang tidak setuju in kind dengan ketentuan uang dibayarkan terlebih dahulu kepada nasabah, sisa pembayaran tunai berikutnya akan dibayarkan pada batch kedua setelah efek yang tersisa terjual.
Pembagian hasil likuidasi batch kedua yakni berbentuk tunai sebagai hasil penjualan efek yang tersisa dan pelaksanaan tanggung jawab dari manajer investasi dan/atau pemegang saham dan/atau pihak terafiliasinya untuk menyerap efek yang tersisa.
OJK sebelumnya memastikan produk reksadana Minna Padi Aset Manajemen yang dilikuidasi akan bisa dijual lagi. Syaratnya, perusahaan tidak menjanjikan imbal hasil pasti alias non-guaranteed returns untuk produk reksa dananya.
"(Produk reksadana) bukan dibubarkan. Skemanya itu dikembalikan dulu (kepada nasabah), lalu kontrak baru. Itu saja," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso Rabu (26/2).
Menurut Wimboh, OJK telah memerintahkan Minna Padi untuk melikuidasi enam produk reksadana karena menjanjikan imbal hasil pasti alias guaranteed returns untuk para nasabahnya. Hal ini bertentangan dengan aturan. "Tidak ada yang bisa memberikan guaranteed returns, baik reksadana saham maupun fixed income," kata dia.
OJK memberikan batas waktu kepada Minna Padi untuk menyelesaikan likuidasi pada 18 Mei 2020. Batas waktu ini telah diperpanjang dari semula 18 Februari 2020. Adapun penyelesaian yang dimaksud termasuk pembayaran kepada nasabah.
Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot memaparkan beberapa poin dari hasil korespondensi dengan Minna Padi terkait pelunasan dana nasabah.
Pertama, Minna Padi dapat membagikan uang tunai hasil penjualan underlying portofolio secara proporsional kepada seluruh nasabahnya. Kecuali, nasabah yang merupakan pemegang saham, komisaris, direksi, pegawai, dan afiliasi Minna Padi.
Kedua, Minna Padi bisa melakukan likudiasi dan membayarkan kepada nasabah dalam bentuk campuran antara uang tunai dan saham (efek) yang menjadi underlying portofolio reksadana. Meski begitu, ada beberapa syarat yang harus dijalankan oleh Minna Padi untuk skema penyelesaian yang disebut sebagai in kind ini.
"Minna Padi telah berusaha melakukan penjualan portofolio efek secara best effort. Lalu, sisa portfolio dapat ditawarkan kepada nasabah dan pembagian secara in kind harus mendapatkan persetujuan dari masing-masing nasabah," kata Sekar.
Jika masih terdapat sisa portofolio yang tidak terjual atau tidak diserap oleh nasabah, maka manajer investasi maupun pihak yang berafiliasi dengan Minna Padi, wajib menyerap seluruh potofolio yang tersisa itu. OJK menyetujui pelunasan pembayaran kepada nasabah Minna Padi dalam dua kelompok.
Kelompok pertama yaitu pembayaran berbentuk tunai dan efek bagi nasabah yang setuju untuk in kind. Sedangkan yang tidak setuju, akan dibayarkan secara tunai, namun setelah efek yang tersisa terjual.
"Pembagian hasil likuidasi didasarkan pada realisasi hasil penjualan seluruh aset-aset portofolio reksa dana dan dibagikan secara proporsional,” kata Sekar.
Dia menambahkan, kerugian nasabah karena kelalaian manajer investasi menjadi tanggung jawab manajer investasi, termasuk pemegang saham maupun pengurus perusahaan. OJK memutuskan likuidasi atas reksadana Minna Padi pada 21 November 2019 lantaran menawarkan imbal hasil pasti. Hal ini bertentangan dengan Peraturan OJK Nomor 39/POJK.04/2014 tentang agen penjual reksadana.
Dana kelolaan (AUM) dari keenam reksadana tersebut hampir mencapai Rp 6 triliun. Dilansir CNBC Indonesia, para nasabah yang merasa dirugikan atas investasi reksadana Minna Padi Asset kembali menyampaikan aspirasi ke Gedung OJK pada Kamis pagi (27/2/2020) kendati otoritas sebelumnya sudah memberi perpanjangan batas waktu laporan pembubaran dan likuidasi enam produk reksadana Minna Padi.
Penyampaian aspirasi ini sebagai tindak lanjut dari investasi di Minna Padi Aset Manajemen, di mana banyak nasabah yang disebutkan mengalami kerugian. Para nasabah ini berasal dari Bandung dan Jakarta. Meraka hadir untuk melakukan konfirmasi, dan mengirimkan surat kepada Ketua Dewan Komisioner OJK, Menteri Keuangan, dan Ketua Komisi XI DPR RI.
Dana Kelolaan
Minna Padi Aset mencatatkan penurunan dana kelolaan Rp300 miliar pada Januari 2020, dibandingkan akhir bulan Desember 2020. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diolah Bareksa, dana kelolaan (asset under management/AUM) Minna Padi AM per Januari 2020 tercatat Rp4,39 triliun, turun 7,58 persen dibandingkan Rp4,75 triliun pada Desember 2019.
Sebelumnya, OJK telah memberikan perintah pembubaran (likuidasi) enam reksadana PT Minna Padi Aset Manajemen pada 21 November 2019 silam. Adapun proses pembubaran dan likuidasinya paling lama 60 hari bursa sejak pengumuman tersebut.
(*)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,65 | 0,56% | 4,26% | 7,54% | 8,69% | 19,21% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.093,4 | 0,43% | 4,43% | 6,99% | 7,44% | 2,54% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,4 | 0,60% | 3,98% | 7,06% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,45 | 0,53% | 3,89% | 6,66% | 7,38% | 17,02% | 40,39% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.270,42 | 0,81% | 3,88% | 6,54% | 7,20% | 20,19% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.