Budi Hikmat : Panduan Investasi Bagi Kaum Milenial Saat Pandemi Corona
Terkait risiko, cuan tergantung action and access
Terkait risiko, cuan tergantung action and access
Bareksa.com - "Tolong urutkan berdasarkan risiko gagal bayar terendah: Bank Mandiri, bank BCA, corporate bond PLN, Surat Berharga Negara (SBN) dan Bank Indonesia?"
Balad Milenial sekalian.
Om Bud telah mendapatkan sejumlah jawaban baik yang diposting melalui laman FB, WAG Komunitas Nabi Yusuf (KNY) dan WhatsApp langsung. Tidak dipungkiri soal ini lumayan menantang, terutama terkait dengan ranking SBN dan SBI (Sertifikat Bank Indonesia) yakni surat utang BI.
Promo Terbaru di Bareksa
Berikut ringkasan pola jawaban yang masuk :
• SBN, BI, Bank Mandiri, corporate bond PLN, BCA
• SBN, BI, corporate bond PLN, Bank Mandiri, BCA
• BI, SBN, corporate bond PLN, Bank Mandiri, BCA
• BI, SBN, corporate bond PLN, BCA, Bank Mandiri
• BI, SBN, Bank Mandiri, BCA, corporate bond PLN
• SBN, BCA, BI, Bank Mandiri, corporate bond PLN
Argumen jawaban yang beragam terus terang menarik. Ada yang dengan anggapan BI sebagai lender of the last resort yang bisa cetak uang sebagai lembaga yang memiliki risiko paling rendah.
Setahu Om, sejak ada LPS (Lembaga Penjamin Simpanan ya, bukan simpenan ya) fungsi BI tersebut sudah dialihkan. Fungsi resolusi bank sudah diambil alih oleh LPS.
Kehadiran Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, semakin menarik sehingga bisa jadi banyak yang menduga SBN yang paling rendah risikonya. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih kepada beliau. Pendapat Om sih SBN memiliki risiko gagal bayar paling rendah. Ketika RAPBN disetujui oleh DPR menjadi Undang Undang ABPN maka dana untuk pembayaran pokok dan kupon sudah disediakan. Jadi pasti dibayar oleh negara.
Lalu mengapa BI jadi urutan kedua? Walaupun yakin dengan modal dan peruntungan BI, namun ada kewajiban pemerintah atas persetujuan DPR untuk menambah modal sekira modal BI tergerus dibawah Rp2 triliun.
Ketentuan ini yang mendasari pertimbangan pemerintah yang mewakili negara memiliki risiko gagal bayar yang lebih tinggi. Lha wong dia yang membackup modal BI. Namun jangan kuatir, modal BI saat ini terus bertambah menjadi Rp3,7 triliun. Aman! Begitukan Prof Sua dan Om Junanto Herdiawan?
Ada yang beranggapan dengan status BUMN, PLN memiki kasta ketiga yang lebih rendah ketimbang Bank Mandiri dan BCA.
Ya maklum saja, hidup kita bisa lebih sulit tanpa setrum. Kita lebih sad bila lowbet yang nemu colokan tapi ndak ada pasokan listrik. PLN dibilang monopoli.
Berbeda dengan bank yang memungkinkan konsumen melakukan substitusi selain kedua bank itu. Pemerintah diyakini nalangin PLN untuk bisa bayar kupon dan pokok yang jatuh tempo. Itu sebabnya banyak investor yang suka. Lembaga pemeringkat Pefindo memberikan rating AAA buat PLN.
Ada juga yang mempertimbangkan kinerja saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang lebih cuan ketimbang PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) sebagai tiket agar bank swasta nasional itu menempati kasta ketiga atau keempat.
Bahkan ada yang menempatkan BCA pada tempat kedua setelah SBN. Dugaan saya, yang menjawab ini telah menikmati cuan BCA cukup lama.
Tergantung Action and Access
Apa arti semua ini? Terpenting kelanjutannya. Sebab cuan tergantung bagaimana pandangan itu dilanjutkan dengan tindakan setelah mencermati faktor risiko. Setiap orang punya kebebasan menempatkan dananya di mana saja, apakah dalam SBN, SBI (mungkin ndak bisa untuk non bank), sebagai deposan perbankan, atau membeli corporate bond seperti PLN. Jadi saran Om dijejerkan saja imbal hasil (yield) kelima pilihan tersebut. Kalo aman, pilih yang paling besar dong…
Selanjutnya tergantung akses. Ada yang suka dengan imbal hasil PLN yang ternyata lebih tinggi dan bertenor panjang, tapi duit cekak untuk beli langsung yang butuh milyaran. Ndak usah kuatir, akses tersedia lewat reksadana pendapatan tetap yang didalamnya ada corporate bond PLN.
Yang termudah bagi masyarakat sebetulnya membandingkan yield SBN dengan bunga deposito. SBN nampaknya memberikan peluang cuan lebih tinggi sebab kuponnya biasa ditetapkan lebih tinggi dibanding rata-rata bunga deposito bank BUMN.
Sebaiknya generasi Milenial memanfaatkan komitmen pemerintah untuk memacu pertumbuhan investor domestik guna menyeimbangkan dominasi investor asing. Komitmen ini terbukti sekali ya teman-teman.
Ketahuilah pelemahan rupiah ini disebabkan oleh arus keluar modal asing yang sangat masif. Dominasi investor asing menjadi faktor sistemik. Untung saja ada Bank Indonesia yang menyerap SBN yang dilego oleh investor asing.
Yield SBN bertenor 10 tahun saat ini berkisar 8,1 persen (sebelum pajak yang lebih rendah bila lewat reksadana). Ini berarti selama 10 tahun, investornya mendapat imbal hasil 8,1 persen per tahun.
Cuan kan? Tentu! Credit risk paling aman. Cuannya bisa mengalahkan inflasi kecuali sampeyan tega sekali menganggap selama 10 tahun ke depan inflasi di Indonesia bakal lebih tinggi dari 8 persen. Selain itu, lebih mudah dicairkan.
Sejauh ini mungkin ada yang menduga Om Budi mengajak bermusuhan dengan bank. No, sama sekali tidak. Memang betul Om Budi melarang anak-anaknya menabung. Om dan Tante Ade mendorong mereka jadi pengusaha dengan duit bulanan yang kami berikan. Bukan untuk ditabung. Sedari dini kami sampaikan untuk menjadi inventor dan investor.
Dengan keahliannya mereka bisa mendapat bunga kredit perbankan yang lebih murah dan atau pembiayaan dari pasar modal. Bukannya negeri ini kekurangan wirausaha?
Menabung lebih tepat bagi orang tua yang butuh likuiditas. Ingat saja aturan (100-umur), upps mungkin kita belum bahas secara spesifik.
Someday, insya Allah. Salam cuan!
***Penulis adalah Budi Hikmat, Direktur Strategi dan Kepala Makro Ekonomi PT Bahana TCW Investment Management.
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah | 1.379,53 | 1,02% | 5,18% | 7,30% | 8,82% | 19,45% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.089,71 | 0,44% | 5,40% | 6,62% | 7,08% | 2,64% | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.837,78 | 0,53% | 3,93% | 6,27% | 7,42% | 17,19% | 40,03% |
STAR Stable Amanah Sukuk | 1.075,16 | 0,66% | 3,97% | 6,64% | - | - | - |
Insight Renewable Energy Fund | 2.257,46 | 0,72% | 3,68% | 5,94% | 6,95% | 19,66% | 35,50% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.